Jangan Ada Bubi Chen-Bubi Chen Lain
Sejumlah musisi menyambut era baru dengan NFT agar ke depan kesejahteraan mereka lebih terjamin.
Masih lekat dalam ingatan Setiawan Winarto, betapa hingga akhir hayatnya, seorang musisi jazz ternama seperti Bubi Chen masih bermain piano di lobi hotel di Surabaya, memainkan lagu yang diminta orang-orang. Bagi Setiawan, mantan anak band asal Surabaya, itu sungguh hal yang menyedihkan dan tak pantas.
Agar tidak bernasib seperti Bubi Chen, para musisi berusaha memanfaatkan wahana digital untuk menjual lagu, termasuk lewat teknologi non-fungible token (NFT). Hal ini antara lain dilakukan musisi Dewa Budjana.
Jumat (4/3/2022), Budjana merilis singel terbarunya berjudul ”Matahati”. Singel ini diciptakan Budjana kira-kira satu bulan lalu saat tengah berada di Banyuwangi, Jawa Timur. ”Saya dapat ide, kebetulan lagi ke Banyuwangi main dengan gandrung. Memang sempat ditampilkan dengan gamelan di Banyuwangi untuk pertama kalinya, tapi format itu saya enggak pakai untuk singel ini,” tutur Budjana di Jakarta.
Lagu instrumentalia berdurasi lebih kurang enam menit itu didominasi oleh permainan gitar Budjana yang kali ini terasa mengalir ringan-ringan saja. Kalaupun ada perubahan notasi nada, lagu tersebut tetap terasa ringan. Menyimak ”Matahati”, telinga dan rasa seolah dibuai dengan irama yang tenang, meneduhkan. Ibarat oase di tengah tekanan pandemi.
Menurut Budjana, ”Matahati” merupakan bagian kontemplasi, mencerminkan sebuah kejujuran sesungguhnya. ”Kalau mulut bicara kadang-kadang belum tentu sesuai. Kejujuran itu cuma ada di Matahati, saya anggap seperti itu,” papar Budjana.
Sebagai bagian kontemplasi sekaligus merefleksikan kejujuran, Budjana sengaja membuat lagu tersebut sesederhana mungkin dengan chord sangat dasar. Begitu pula dengan notasi yang dipakai.
”Sebelumnya saya masih berpikir polyrhythm, pop progressive chord. Ini chord-nya bener-bener basic banget, notasinya juga sedikit. Cuma memikirkan itu aja, sesimpel mungkin. Semoga dianggap simpel juga,” seloroh Budjana.
Selain dirilis dalam bentuk digital di sejumlah wahana musik digital, ”Matahati” menjadi lagu pertama di Indonesia dan Asia yang dirilis sebagai non-fungible token atau NFT melalui Netra. NFT adalah aset digital yang bisa dimiliki oleh siapa saja, mewakili barang berharga atau unik, dengan nilai tukar yang tidak bisa diganti. Dalam hal ini, NFT tersebut berupa lagu.
Di hari pertama perilisan ”Matahati” sebagai NFT pada Jumat (11/3/2022), NFT ”Matahati” sudah terjual sebanyak lebih kurang 500 buah. Setelah Budjana, akan menyusul musisi Indra Lesmana, Andra Ramadhan, dan Band Lalahuta yang menjadikan lagu mereka sebagai NFT bersama Netra.
Andra, melalui Andra Ramadhan Project-nya, menggandeng buah hatinya, Timur Zavier atau Zavi, merilis singel ”You’re Not Alone” sebagai NFT. Dalam kolaborasi bapak-anak ini, Andra menulis liriknya, sementara Zavi yang membuat musiknya.
”Ini bikin udah lama, awal-awal pandemi. Bercerita tentang kesendirian. Kan, waktu itu orang-orang, kan, enggak bisa ketemu, enggak bisa pergi. Tapi enggak sendiri. Kita semua mengalami itu. Jadi buat semangat,” ungkap Andra. Meski baginya NFT masih merupakan hal baru, Andra tertarik untuk mencoba.
Boni Eko, penggebuk drum Lalahuta, mengatakan, Lalahuta juga telah mempersiapkan lagu khusus untuk NFT bersama Netra. Meski ia juga masih awam, menurut dia, NFT adalah sebuah terobosan baru yang layak dicoba.
”Kita pengin coba juga gimana, sih, dunia baru ini. Apalagi pendengar kami ada di umur milenial yang lagi aktif di dunia digital. Ini hal baru, tapi kami sangat tertarik untuk mencoba,” tutur Boni.
Hapus penengah
Chief Operating Officer Netra Bryan Blach dalam kesempatan yang sama mengungkapkan, praktik yang selama ini berjalan di industri musik adalah label membayar sejumlah uang kepada artis, lalu mendapat hak master lagu untuk beberapa tahun. Label kemudian menjadi penengah dan mendistristribusikan kepada pendengar. Royalti akan masuk ke label, lalu akan diberikan kepada artis.
Akan tetapi, berdasarkan riset, artis di dunia hanya mendapatkan 15 persen dari seluruh pendapatannya di industri. Sisanya bisa masuk ke organisasi misalnya atau distribusi lainnya. Hal senada diungkapkan oleh Budjana.
”Soal pengalaman royalti banyak, tapi udah lewat. Sekarang zaman udah beda. Dengan kondisi pandemi dua tahun ini banyak hal kita dapat. Walau di rumah, tapi bisa bikin karya itu yang paling utama. Soal royalti lupain aja. Sekarang ada sistem yang baru, kita harus update,” kata Budjana.
Meski sejak dulu musisi selalu ”berbagi” royalti, dulu tidak pernah tahu ke mana. ”Kali ini menarik karena era digital, semua lebih jelas. Ketika dijelaskan tentang NFT, saya enggak tahu. Tapi ngomong soal musik dan kita bisa berkreasi, dan itu bisa dimiliki oleh fans yang loyal, enggak ada salahnya kita berbagi dengan mereka juga,” ujar Budjana.
Menurut Bryan, berbeda dengan model bisnis yang lama, Netra akan mendistribusikan musik secara adil dan transparan dengan kepemilikan abadi menggunakan teknologi web3. ”Kami akan hapus penengah dan kami akan hubungkan artis dan pendengar untuk menjadi lebih dekat. Artis bisa memberikan musiknya secara langsung dan artis bisa langsung dapat dari fans,” papar Bryan.
Nantinya, setiap lagu akan dipecah menjadi jutaan NFT dan setiap NFT akan dibagikan dan didistribusikan kepada yang ingin mendapatkan kepemilikan. ”Jadi, istilahnya seperti IPO, tapi ini untuk satu musik. Satu musik ini akan dibagikan saham yang akan dimiliki NFT holders dan akan mendapat dividen tiap tiga bulan, yaitu streaming royalty,” tutur Bryan.
Pemilik NFT bisa menikmati musik tersebut di berbagai wahana digital dan bila musik tersebut terus-terusan diputar, termasuk dengan cara mempromosikannya kepada pendengar lain, royaltinya akan turut bertumbuh. Pemilik pun dapat melihat seluruh laporan pada dashboard yang tersedia secara transparan setiap bulannya. Untuk tahap awal, Netra akan merilis satu lagu dan satu artis baru per minggunya.
Chief Executive Officer Netra Setiawan Winarto menambahkan, Netra ingin menjadi platform pertama dan partner untuk musisi Indonesia dan Asia untuk berkarya di dunia web3 dan mendapat penghasilan yang bagus agar bisa membuat mereka hidup sejahtera. Selama ini musisi yang merupakan kreator justru mendapat hasil paling kecil.
”Kami ingin mengubah itu. Jadi, nanti enggak seperti Om Bubi Chen yang saya hormati, yang main lagu request di lobi hotel. Atau seorang teman musisi harus jual gitar untuk beli sepeda listrik. Semoga enggak terjadi lagi,” kata pemilik Melodia Musik ini.
Hal lain, Netra juga ingin mengajak penikmat musik sebagai investor, sebagai pengikut kepemilikan. ”Jadi, kalau dulu beli CD, lalu paling banter ketemu artis idola, kita minta tanda tangan, terus pulang. Sekarang bisa NTF. Seperti beli CD, tapi juga punya saham, ownership terhadap streaming royalti-nya,” kata Setiawan. Semoga tak ada lagi Bubi Chen-Bubi Chen lainnya.