Memuja yang Usang yang Mati
Artis visual Fabiola Natasha melalui pameran dan peluncuran buku fotografi bertema ”Puja” memperlihatkan perjalanan spiritualitas bahwa benda-benda yang usang yang mati tetap memancarkan keagungan dan keindahan.

Artis visual Bernadette Godeliva Fabiola Natasha alias Kaze Kazumi memperlihatkan satu dari lima karya foto yang sedang dipamerkan di Visma Art Gallery, Surabaya, Jawa Timur, dan bisa dinikmati secara augmented reality (AR) melalui pemindaian pada aplikasi. Pameran fotografi bertema Puja berlangsung 11 Maret-11 April 2022. Selain pameran juga diluncurkan buku fotografi yang memuat 26 karya dan 8 haiku atau puisi bait gaya Jepang kuno.
di arunika
segalanya menyatu
murni dan damai
Sebait puisi karya Bernadette Godeliva Fabiola Natasha alias Kaze Kazumi tercetak pada kain putih yang tergantung pada langit ruang pameran Visma Art Gallery, Surabaya, Jawa Timur, di atas instalasi potongan batang dan sersah pohon yang dua-tiga pekan lalu dihantam badai.
Ada enam bait puisi yang tergantung di tiga kain putih bersama satu kain narasi tentang ”Puja”, tema pameran dan peluncuran buku fotografi karya Fabiola. Pameran berlangsung 11 Maret-11 April 2022 di ruang samping taman dengan rumput sintetis di bagian belakang Visma Art Gallery. Di ruang itu dipampang 13 foto dari 26 foto hitam putih, still life, dalam lingkaran, tidak berjudul, dan berbingkai kayu bekas, lapuk, kusam, usang, mati.…
Ketiga belas foto yang dipamerkan itu dipilih oleh Fabiola karena tidak memungkinkan memajang semua foto dalam ruang yang dirasa sempit. Kebetulan ruang pameran hendak direnovasi karena dinding yang terlihat retak dan kusam. Namun, Fabiola memohon agar renovasi ditunda sampai pameran selesai. ”Karena sesuai dengan tema pameran,” kata perempuan kelahiran Surabaya, 28 Desember 1975, ini.

Pengunjung menikmati foto-foto karya artis visual Bernadette Godeliva Fabiola Natasha alias Kaze Kazumi yang sedang dipamerkan di Visma Art Gallery, Surabaya, Jawa Timur.
Adapun buku yang diluncurkan dalam pameran itu memuat 26 foto yang 5 di antaranya bisa dipindai dengan aplikasi augmented reality (AR) ARYANNA karya pengembang Surabaya. Selain itu, ada 8 haiku atau puisi bait Jepang kuno. Ada beberapa lembar kosong untuk pemilik buku memberikan respons atau apa pun. Seluruh karya, foto, dan haiku, tidak berjudul agar setiap penikmat dapat bebas mendayakan imajinasi dan memberikan interpretasi. ”Sebab, setiap manusia memiliki perjalanan hidup yang berbeda,” ujar Fabiola yang berdarah Tionghoa-Belanda.
Di antara 13 foto yang dipajang, satu foto lebih besar daripada lainnya. Foto itu jelas amat berarti bagi pengalaman hidup dan batin Fabiola. Foto apa? Menyerupai bentukan gunung batu hitam. Mungkin bagi orang lain, tafsirnya macam-macam. Ada yang mengira batu, patung, kulit buah, bahkan anjing laut atau walrus. Padahal, obyek dalam lingkaran dan hitam putih itu adalah bagian pohon yang menghitam karena ditumbuhi lumut dan jamur di lingkungan kediaman dan diabadikan melalui kamera SLR secara macro.
Ada foto dengan obyek yang lebih mudah dikenali yang ternyata kencur, telah lama tersimpan dalam lemari es, lupa dimanfaatkan, disangka telah mati karena mengerut, tetapi ternyata terus tumbuh bersama daun. ”Saya terkejut melihat obyek itu dan tertarik mengabadikannya,” kata perempuan dengan keseharian sebagai penggiat seni visual dan guru seni ini.
Obyek lainnya ada yang abstrak sampai penulis terpaksa merayu untuk mengetahui jawabannya. Ternyata sarang laba-laba yang memenuhi salah satu sudut griya kediaman Fabiola. Foto itu merupakan satu dari lima obyek yang bisa dipindai melalui aplikasi augmented reality (AR) ARYANNA, karya pengembang dari Surabaya, dan kemudian memunculkan puisi, suara, dan gerak mengagumkan. Bagi penulis, foto sarang laba-laba itu seperti guguran salju meski dalam tawaran Fabiola seolah galaksi atau langit bertabur bintang-bintang dan gas yang bergerak.

Artis visual Bernadette Godeliva Fabiola Natasha alias Kaze Kazumi di samping foto karya yang dipamerkan di Visma Art Gallery, Surabaya, Jawa Timur. Pameran fotografi bertema Puja berlangsung 11 Maret-11 April 2022.
Filosofi
Fabiola terilhami spiritualitas Asia Timur, terutama dari China dan Jepang. Fotografi dipelajari secara otodidak sejak usia amat belia (3 tahun) yang ditunjang oleh orangtua yang seniman budayawan. Fabiola lebih dikenal sebagai perupa (pelukis) dengan medium kertas putih dan tinta hitam untuk karya kaligrafi serta lukisan gaya China dan Jepang.
”Puja”, lanjut Fabiola yang lulusan Universitas Kristen Petra, Surabaya, menjadi pameran ketiga fotografi. Pameran juga merupakan proyek dari keikutsertaan dirinya dalam PannaFoto Future Talent: One Year Mentorship 2021. ”Latar belakang saya melukis gaya China dan Jepang, hitam putih, karena spiritualitas yang mengilhami sehingga diwujudkan dalam pameran dan peluncuran buku fotografi,” kata perempuan sulung dari tiga bersaudara ini.
Bertahun-tahun terakhir, bahkan mungkin sepanjang hidup, Fabiola merasa terganggu dengan pertanyaan filosofis siapa saya, mengapa kami berjumpa, mengapa saya dihadirkan sebagai Fabiola, apa peran saya secara sosial, apa makna hidup saya? Ternyata, melukis bergaya spiritualitas merupakan upaya pencarian jawaban atas berbagai pertanyaan tadi.

Pengunjung mengabadikan foto-foto karya artis visual Bernadette Godeliva Fabiola Natasha alias Kaze Kazumi yang sedang dipamerkan di Visma Art Gallery, Surabaya, Jawa Timur. Pameran fotografi bertema Puja berlangsung 11 Maret-11 April 2022.
Fabiola menemukan dan jatuh cinta dengan filosofi wabi sabi bahwa ada keindahan dalam ketidaksempurnaan. Ada enso, laku meditatif hingga pencerahan (satori), dengan membuat lingkaran simbol keagungan semesta. Juga yin yang, hitam putih, zen, dan reinkarnasi. Fabiola merasa menerima dan menghargai kehidupan dengan segala isinya. Tiada yang tak sempurna, tiada yang tak berharga meski usang dan mati.
Itulah mengapa obyek fotonya adalah benda-benda yang ”dianggap” usang, mati, cela, dan terabaikan. Begitu pula bingkai foto dari kayu bekas pembongkaran. Hitam putih dikaitkan dengan yin yang, foto dalam lingkaran enso, keagungan. Obyek yang dianggap hina, rusak, dimuliakan, diberikan tempat yang tinggi, bahkan tertinggi, sehingga memancarkan keindahan, keagungan, dan menginspirasi.
Murni
Soetanto Soepiyadhy, budayawan, dalam sekapur sirih mengibaratkan pekerja seni ialah Odysseus dari Ithaka, pahlawan mitologi Yunani, yang seusai perang besar kembali ke negerinya melalui jalan lain atau terra incognita alias wilayah belum dikenal. Fabiola berinteraksi dengan benda-benda sehingga menembus wilayah belum dikenal, yakni memandang ketidaksempurnaan, ketidaklengkapan, kekurangan sebagai rahmat melalui kreativitas.
Mencukil filsuf Jacok Bronowski dalam Creativity, lanjut Soetanto, pencapaian manusia ialah creation, invention, dan discovery. Creation ialah kreativitas yang paling murni dan personal. Kreativitas lebih dekat ke jalan seni daripada penemuan dan pengungkapan yang mendekat ke jalan ilmu pengetahuan.

Pengunjung mengabadikan foto-foto karya artis visual Bernadette Godeliva Fabiola Natasha alias Kaze Kazumi yang sedang dipamerkan di Visma Art Gallery, Surabaya, Jawa Timur. Pameran fotografi bertema Puja berlangsung 11 Maret-11 April 2022.
Melalui mata batin yang peka, Fabiola melihat rahmat atau keindahan dalam benda-benda yang usang, kusam, dan mati. Itulah creation bukan invention atau discovery. ”Dengan segara kreativitasnya, sadar atau tidak, harus menukik ke dalam pengalaman itu dan menentukan pilihannya sehingga menemukan satu-kesatuan baru, yang diciptakan olehnya, adalah apa yang dinamakan karyanya,” kata Soetanto.
Heti Palestina Yunani, penulis, mengatakan, puja tak selalu identik dengan rangkaian cara menyembah sehingga dikerdilkan dalam agama. Puja perlu dipahami sebagai tindakan berbuah kebajikan karena dituntun oleh berbagai pertimbangan yang meluruskan niat seseorang. ”Puja sudah menjadi segala bentuk, segala hal yang dilakukan di mana saja dan berupa apa pun yang bisa diciptakannya,” katanya.
Puja juga bukan lagi dalam area privat. Tak lagi egois untuk manfaat dan kepentingan sendiri. Puja bisa dan perlu bermanfaat serta dinikmati secara luas. Lewat Puja, Heti memandang Fabiola bukan sekadar memaparkan pemahaman tentang Sang Ilahi, melainkan berbagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan filosofis kehidupan. Mungkin Tuhan sedang dihadirkan dalam rupa yang bisa dinikmati yang bagi Fabiola juga merupakan terapi atas luka batin kehidupan.