Drama Sang Pembunuh Bayaran
Di film Ava, Jessica Chastain tampil sebagai sosok perempuan pembunuh bayaran yang lebih manusiawi dengan sisi kehidupan pribadi yang penuh drama.
Di banyak film, sosok pembunuh bayaran kerap digambarkan dingin, sadis, tak manusiawi. Di film Ava, Jessica Chastain tampil sebagai sosok perempuan pembunuh bayaran yang lebih manusiawi dengan sisi kehidupan pribadi yang penuh drama.
Ava (Jessica Chastain) adalah seorang perempuan pembunuh bayaran andal. Dia cakap melakukan tugas-tugasnya hingga menjadi salah satu agen pembunuh terbaik di agensi tempatnya bernaung.
Selain jago menyelesaikan tugasnya nyaris selalu tanpa kesulitan berarti, Ava punya satu kebiasaan. Dia selalu bertanya tentang kesalahan si target sebelum menghabisi mereka.
Itu pula yang dilakukan Ava sebelum menghabisi Peter (Ioan Gruffudd), salah satu targetnya. “Apa kesalahanmu hingga aku harus membunuhmu?” tanya Ava pada Peter yang pucat pasi setelah mengetahui bahwa Ava adalah pembunuh bayaran. Begitu Peter mengakui kelakuan buruknya, Ava pun menghabisinya tanpa bertanya lagi.
Peter ditembak dari jarak dekat. Adegan berlangsung cepat, namun tak terlalu mengumbar darah dan kengerian berlebihan. Justru situasi emosional Ava yang gusar digambarkan lebih dominan saat supervisornya, Duke (John Malkovich) mengkonfirmasi status misi Ava.
Di agensi, perintah untuk Ava diterima melalui Duke. Keduanya pun digambarkan memiliki relasi yang erat dan saling percaya. Dalam dunia keras pembunuh bayaran, penggambaran relasi antara Ava dan Duke ini menjadi salah satu hal yang menarik di film yang disutradari oleh Tate Taylor ini.
Rupanya, kebiasaan Ava dalam menjalin komunikasi dengan target-targetnya itu diketahui agensi. Petinggi agensi tak menyukai kebiasaan itu karena dianggap melewati batas. Lazimnya, seorang pembunuh bayaran melakukan tugasnya tanpa banyak bicara.
Aksi Ava pada Peter diketahui oleh Camille (Diana Silvers) yang bertugas membuntutinya. Ini menjadi alasan bagi agensi yang dipimpin oleh Simon (Collin Farrel) untuk menjegal Ava. Misi Ava melenyapkan Gunther (Christoper J. Doming), seorang petinggi militer pun sengaja dicurangi. Ava tahu dia diincar untuk dilenyapkan.
Kehidupan pribadi
Di tengah upayanya untuk bertahan tetap berada di agensi, Ava juga harus menghadapi kehidupan pribadinya yang tak kalah rumit. Saat kembali ke rumahnya di Boston, Inggris, Ava harus menyelesaikan urusan yang ditinggalkannya sebelum tercebur ke dunia hitam menjadi seorang pembunuh bayaran.
Ava harus menghadapi sang ibu (Geena Davis) yang memusuhinya, juga Judy (Jess Weixler) sang adik yang marah karena pergi meninggalkannya. Ava bahkan harus menerima kenyataan bahwa sang adik telah menggantikan posisinya, menjadi pasangan bagi kekasih yang ditinggalkannya, Michael (Common).
Ava sang pembunuh bayaran, tak hanya harus berjuang untuk tetap bertahan hidup, tapi juga harus berupaya memenangkan konflik-konflik pribadinya. Dua wajah dan kehidupan Ava yang saling bertolak belakang, namun akhirnya berkelindan satu sama lain. Ava yang seorang pembunuh bayaran, adalah juga seorang perempuan asal Boston yang terbelit drama kehidupan.
Menyimak aksi perempuan jagoan di film-film laga produksi Hollywood, salah satunya seperti Ava, selalu menarik. Mungkin karena film-film laga yang berkonotasi keras, selama ini lebih banyak menghadirkan aktor laki-laki. Termasuk karakter-karakter jagoannya seperti karakter ikonik James Bond, Jason Bourne (Matt Damon), Jack Reacher (Tom Cruise), John Wick (Keanu Reeves) hingga Bryan Mills (Liam Neeson). Semuanya digambarkan sempurna, taktis dan strategis, nyaris tanpa cela.
Namun bila ditarik ke belakangan, sosok perempuan jagoan, juga dengan label pembunuh bayaran bahkan, sudah muncul sejak tahun 1990 melalui film La Femme Nikita yang diperankan oleh Anne Parillaud garapan sutradara asal Perancis, Luc Besson. Setelah La Femme Nikita, Besson juga menyutradari beberapa film yang mengangkat aksi perempuan jagoan seperti di The Messenger : The Story of Joan Arc (1999) yang diperankan oleh Milla Jovovich, Lucy (2014) yang diperankan oleh Scarlett Johansson, dan Anna (2019) yang diperankan oleh Sasha Luss.
Di film-film ini, karakter para perempuan jagoan digambarkan sangat ahli dan profesional. Namun, sangat sedikit cerita tentang kehidupan pribadi mereka. Ada sisi manusiawi mereka, namun minim. Eksplorasi kehidupan pribadi mereka tak dalam.
Ada juga Kill Bill yang menghadirkan aktris Uma Thurman, lalu Aeon Flux yang dibintangi oleh Charlize Theron, Underwold yang diperankan oleh Kate Beckinsale, dan Colombiana yang dibintangi Zoe Zaldana. Lagi-lagi mereka digambarkan ahli dan profesional, namun tak terlalu mengeksplorasi kehidupan pribadi mereka. Sosok-sosok perempuan jagoan itu selalu digambarkan asing, berada jauh dari jangkauan.
Ava, ditampilkan dengan wajah yang ‘sedikit’ lebih manusiawi dengan menghadirkan porsi drama kehidupan pribadinya yang cukup banyak. Ava misalnya, bisa dengan mudah digambarkan membuka percakapan mendalam dengan Duke, sang ibu, adik, dan mantan kekasihnya. Ini menunjukkan bila Ava bukanlah sosok pembunuh bayaran yang dingin, tak suka bicara, dan tak terjangkau.
Berkali-kali Ava juga digambarkan meneteskan air mata. Seperti saat dia berdialog dari hati ke hati dengan sang ibu. Ava juga digambarkan tak mampu menyembunyikan perasaannya terhadap kekasih yang telah ditinggalkannya, bahkan mengajak ‘rujuk’ dan memulai lagi dari awal.
Di banyak film tentang perempuan jagoan, relasi asmara serius, nyaris tak masuk hitungan. Sisi profesional mereka sebagai jagoan, biasanya ditampilkan lebih dominan. Bahkan Ava yang mantan pecandu alkohol pun digambarkan mengikuti terapi kelompok dan tak ragu membagi ceritanya kepada seluruh anggota kelompok.
Secara tampilan, sosok Ava tak mencerminkan sosok seorang pembunuh bayaran dengan kehidupan mewah dan penghasilan kelas tinggi. “Seragam’ wajibnya hanyalah celana jins, jaket yang sama sekali tak modis, dan sepatu olah raga.
Penonton hanya akan menyaksikan penampilan Chastain yang glamor dan berkelas khas Chastain seperti di film Miss Sloane dan Molly’s Game di bagian awal film saja. Selebihnya, Ava lebih mirip perempuan tetangga sebelah rumah yang berpenampilan biasa-biasa saja. Karakter yang kurang lebih mirip seperti Denzel Washington di The Equalizer.
Kekuatan dari sisi manusiawinya itu, sayangnya tak berbanding lurus dengan aksi laga dari sebuah film tentang seorang pembunuh bayaran. Aksi duel Ava, terutama saat berhadapan dengan Simon, terasa antiklimaks. Tak ada greget yang muncul dari aksi laga keduanya. Koreografi adegan laga terasa kurang digarap dengan serius.
Untuk seorang pemimpin agensi pembunuh bayaran, kematian Simon pun terlihat terlalu mudah. Minim perlawanan, apalagi strategi untuk memenangkan duel. Simon yang sadis, digambarkan terlalu lemah di hadapan Ava, meski Ava tak tampak menunjukkan aksi dan strategi luar biasa. Pujian diberikan untuk Malkovich yang kali ini tampil makin matang dan serius.
Tampaknya, aksi heroik ala superhero yang nyaris tanpa luka memang bukan menjadi target film ini. Ava, lebih memilih menonjolkan sisi manusiawi sang pembunuh bayaran yang lebih mirip tetangga sebelah rumah.