Kerja sama agen rahasia perempuan antarbangsa itu akhirnya membawa mereka ke sebuah petualangan rumit, yang penuh intrik, pengkhianatan, serta konspirasi.
Oleh
Wisnu Dewabrata
·5 menit baca
Sebuah senjata pamungkas terkuat di dunia pastinya bakal menjadi rebutan siapa saja, mulai entitas negara hingga para pemilik modal. Dengan senjata itu, semua sama-sama ingin memperkuat pengaruh dan dominasi mereka di dunia.
Dalam film laga spionase garapan sutradara Simon Kinberg terbaru, 355 (2022), senjata pamungkas canggih tadi digambarkan sederhana, tetapi berkemampuan sangat mengerikan. Walau tak berupa senjata pemusnah massal, alat itu bisa memicu Perang Dunia III.
Diceritakan di awal film, seorang anak bos kartel narkotika mampu membuat program komputer super canggih dan cerdas. Saking hebatnya, program itu mampu meretas sistem keamanan digital terhebat mana pun untuk diambil alih lalu dikuasai.
Apa pun selama terkoneksi secara digital bisa diretas dan dikuasai, mulai akun media sosial seseorang, nomor rekening bank individual, alih kontrol pesawat terbang yang sedang mengangkasa, hingga mengusai fasilitas militer super rahasia. Dengan kemampuan itu, siapa pun pengendalinya akan dapat dengan mudah menguasai dunia.
Untuk merebut alat itu, mata-mata sejumlah negara adidaya dikerahkan. Mereka saling bersaing. Awalnya agen rahasia AS, CIA, Mason ”Mace” Brown (Jessica Chastain) dan Nick Fowler (Sebastian Stan), ditugasi mencari dan membawa pulang senjata canggih itu ke AS. Dalam misinya, mereka bertemu dan bersaing dengan agen rahasia Jerman, DNB, Marie Schmidt (Diane Kruger).
Mace terluka parah dan Nick dikabarkan tewas. Mace terpaksa meminta bantuan sahabat karibnya, sesama agen rahasia dari MI6 Inggris dan ahli komputer, Khadijah Adiyeme (Lupita Nyong'o). Ternyata, tak hanya CIA, MI6, dan DNB yang menginginkan alat itu. Belakangan Mace dan Khadija harus berkolaborasi dengan Schmidt dan dua orang lainnya, yakni Graciela Rivera (Penélope Cruz), psikolog untuk dinas rahasia Colombia; dan Lin Mi Sheng (Bingbing Fan), dari Pemerintah China.
Cerita semakin menarik dan menegangkan lantaran banyak adegan tembak- menembak, ledakan, kejar-kejaran di tempat-tempat unik dan eksotik, seperti jalur kereta api bawah tanah, pasar ikan, dan pasar tradisional di Maroko.
Adegan perkelahian juga dilakukan intens dan hampir realistis. Dalam salah satu proses pengambilan gambar adegan perkelahian, Chastain cedera lumayan serius di bagian kepala. Hal itu diceritakannya saat diwawancara di akun Youtube situs AccessOnline.com.
”Saat itu adegan berkelahi dan saya salah penghitungan saat jatuh dengan kepala menghantam lantai marmer. Saya hanya mendengar suara keras seperti suara retakan. Saat bangun saya lihat wajah semua orang di sekitar tampak tegang memandang ke arah saya,” ujar Chastain tertawa. Ternyata bagian pelipis Chastain memar besar dan menonjol keluar. Salah seorang pemeran pengganti memberi pertolongan pertama. Chastain mengaku, saat itu ia melanjutkan proses pengambilan gambar hingga tuntas.
”Baru setelah itu saya mau dibawa ke rumah sakit. Itu pun setelah Penelope berhasil merayu saya,” ujarnya.
Multibahasa dan bangsa
Proses pengambilan gambar 355 digelar di banyak tempat mulai Washington DC, London, Maroko, Paris, dan Shanghai. Dialog-dialog dalam film menggunakan banyak bahasa selain bahasa Inggris, seperti Spanyol, Jerman, Arab, dan China.
Diane Kruger menggunakan bahasa ibunya dalam dialog, yakni Bahasa Jerman. Begitu juga Penelope Cruz dan Bingbing Fan, yang masing-masing punya dialog dalam Bahasa Spanyol dan China.
”Saya pikir sekarang masanya sudah berubah. Generasi sekarang lebih ingin merasakan semacam pelarian eksotis, dengan mendengar (dialog) dalam bahasa aslinya. Mereka juga tak takut untuk membaca teks terjemahan lantaran ingin merasakan sendiri (seolah) dipindahkan ke negara lain dan bepergian bersama kami lewat film ini,” ujar Kruger.
Kerja sama agen rahasia perempuan antarbangsa itu akhirnya membawa mereka ke sebuah petualangan rumit, yang penuh intrik, pengkhianatan, serta konspirasi. Namun, 355 juga bercerita tentang sisi lain dunia intelijen.
Agen rahasia di film ini digambarkan secara lumayan humanis. Tak hanya sekadar orang berkemampuan, pintar, dan berketerampilan fisik, mereka juga digambarkan sebagai individu dengan kepribadian normal, berkeluarga, dan punya masalah pribadi. Penggambaran yang lebih berwarna ini ditampilkan dengan baik oleh sang sutradara dalam sejumlah dialog dan adegan.
Film 355 adalah debut pertama Kinberg sebagai seorang sutradara. Sebelumnya, ia lebih dikenal sebagai seorang produser sejumlah film sukses, terutama yang bergenre pahlawan super dalam semesta Marvel, seperti X-Men: Dark Phoenix (2019), Logan (2017), X-Men: Apocalypse (2016), X-Men: Days of Future Past (2014), dan X-Men: First Class (2011), Deadpool 2 (2018) dan Deadpool (2016).
Ide film
Film 355 idenya berasal dari Jessica Chastain, yang disampaikannya ke Kinberg saat tengah menggarap produksi film X-Men: Dark Phoenix. Ide yang dilontarkan terkait film mata-mata perempuan dengan semangat serupa film spionase tenar macam Mission Impossible, Jason Bourne, atau James Bond.
Judul 355 diambil dari kisah nyata, yakni sekelompok agen rahasia perempuan yang direkrut dan ikut membantu Presiden George Washington di masa Revolusi Amerika. Kode nama 355 digunakan karena mereka tak ingin diketahui identitasnya.
Mengutip situs Dailymail.co.uk, Chastain berupaya meyakinkan kalau film bertemakan agen rahasia perempuan belum pernah digarap dengan serius dan khusus. Dia bahkan bersedia mencarikan dana untuk membiayai pembuatan film itu termasuk menggalang dukungan dari kalangan perempuan. “Dengan begitu kita akan menjadi pemilik dari film itu sendiri,” ujarnya.
Seperti dikutip oleh situs IMDB.com, film ini awalnya mendapat banyak perhatian saat proses penawaran di momen Festival Film Cannes pada Mei 2018. Baik Universal Pictures maupun Huayi Bros, masing-masing berani membayar 20 juta dollar AS untuk hak distribusi film itu.
Huayi Bros belakangan mundur menyusul skandal pajak salah satu aktor pemeran di film itu, Bingbing Fan. Hal itu sempat membuat film dengan anggaran sekitar 75 juta dollar AS ini berada dalam masalah.