Sewaktu masih kecil, Bertza Pradipta menggandrungi figur karakter. Seniman yang kerap disapa Echa itu mengidamkan banyak mainan, tapi tak mampu membelinya. ”Pas dewasa, saya koleksi. Terus, pengin buat sendiri,” katanya.
Oleh
DWI BAYU RADIUS
·3 menit baca
Bertza Pradipta (44) berkreativitas dengan menghasilkan miniatur pahlawan Indonesia sungguhan ataupun fiksi. Seniman yang akrab disapa Echa itu menggarap produknya secara manual. Jenderal Sudirman hingga Gatotkaca hanya sekelumit dari aneka kreasi tersebut yang sulit ditemukan di toko-toko.
Echa dengan teliti menyapu kuasnya ke wajah Pangeran Diponegoro. Muka pahlawan nasional yang tengah menunggang kuda hitam dengan gagah itu lantas bersemu cokelat. Tentu, bukan sosok yang sebenarnya. Warga Ciganjur, Jakarta, itu tengah membuat mainan di rumahnya, Jumat (8/10/2021).
Figur mini itu terlihat sedang menggenggam keris dengan sorban dan jubah putih kebesarannya. Tunggangan Diponegoro berderap di atas pasir hitam. ”Ceritanya, sedang perang,” kata Echa menjelaskan konflik yang berlangsung pada tahun 1825-1830 tersebut.
Ia kemudian menjelaskan asal mula karakternya. Putar otak hingga mengundang senyum tak jarang terjadi. Echa menyulap Cyclops, pahlawan super pelakon komik dan film X-Men. ”Sudah bekas. Lalu, saya cari kudanya di Pasar Kebayoran Lama (Jakarta). Dapat tapi kuda Barbie,” ujarnya seraya tergelak.
Echa harus merombak tampilan hewan imut-imut berwarna merah jambu milik putri cantik tersebut menjadi sangar. Ia menyebutkan harga Rp 1 juta untuk jerih payahnya itu. ”Saya juga bikin diorama Soeharto waktu Serangan Umum dan Jenderal Sudirman,” katanya.
Ia memulai debutnya pada tahun 2016. Echa memoles Spock, pentolan serial fiksi sains Star Trek, disusul mengerjakan blangkon, mantel, dan tongkat kecil. ”Jadi deh, Sudirman zaman gerilya. Latarnya, tulisan ’Merdeka atau Mati’ yang tercantum di tembok,” katanya.
Saat itu, Echa sedang menghadiri pameran mainan di Jakarta. Ia membeli mainan bekas untuk dimodifikasi dan dijual lagi. ”Tanya sepupu, dapat ide bikin pahlawan. Selesai dua hari dan dipajang di stan. Malah, banyak yang foto buat media sosial. Enggak nyangka, laku juga sekitar Rp 1 juta,” ucapnya.
Sementara Soeharto dibuat dari kertas aluminium, gips, dan kawat. Buah keterampilan Echa tak hanya diadaptasi dari tokoh-tokoh nyata. ”Saya buat hero-hero Tanah Air. Gundala, Godam, dan Rama Superman Indonesia. Pakai cat cap kuda terbang yang murah,” katanya sambil tersenyum.
Replika pesohor-pesohor pun tak ketinggalan dibidik, seperti Sandy Canester, Arya Element, hingga Rhoma Irama, lengkap dengan gitar buntungnya. ”Rhoma bisa dianggap pahlawan musik. Saya juga pernah bikin Gatotkaca waktu baru keluar dari Kawah Candradimuka,” ujarnya.
Banyak pesanan
Echa menjual karyanya seharga Rp 850.000-Rp 5 juta. Ia menegaskan pekerjaan tangannya yang berlainan dengan figur karakter atau action figure. ”Produk saya disebut custom figure karena nonmanufaktur yang tak memakai mesin. Kalau action figure dibuat secara massal atau pabrikan,” katanya.
Jika biasanya figur karakter macam Superman, Batman, dan Iron Man merajai pasaran, tidak demikian dengan custom figure. Beragam kriya Echa mustahil ditemukan di rak toko mainan. Ia malah keranjingan merampungkan order yang sarat dengan denyut nasionalis.
Ia bergabung dengan beberapa komunitas dan menonton tutorial untuk menggarap produk tersebut. Teman-teman Echa mulai tertarik. ”Mereka minta dibikinin. Saya kerjakan dengan trial and error (mencoba dan mengulangnya jika salah),” ujarnya.
Echa tak bisa memastikan pesanan yang sudah dipenuhi namun jumlahnya puluhan unit. Rata-rata, tinggi komoditas tersebut sekitar 18 sentimeter. ”Panjang dan lebar tergantung dioramanya. Saya bikin produk bukan yang mirip, tapi identik dengan individu benarannya,” katanya.
Sewaktu masih kecil, Echa mulai menggandrungi figur karakter. Ia mengidamkan banyak mainan, tetapi tak mampu membelinya. ”Pas dewasa, saya mulai koleksi. Sampai selemari besar dari dalam dan luar negeri. Terus, pengin buat sendiri,” ucapnya.
Lambat laun, ia terpikir melengkapi ciptaannya dengan latar belakang. Diorama akhirnya membedakan kekhasan Echa dengan dagangan lain. ”Saya pakai ampelas kasar dan halus. Pewarnaan dengan akrilik, vernis, dan sesekali odol buat dempul,” katanya.