Film karya insan perfilman Tanah Air kembali mengharumkan nama bangsa di pentas perfilman dunia. Kali ini, film ”Yuni” merebut penghargaan Platform Prize di Toronto International Film Festival (TIFF) 2021.
Oleh
Wisnu Dewabrata dan Dwi Bayu Radius
·3 menit baca
DOKUMENTASI FOURCOLORS FILMS
Sutradara Kamila Andini memenangi penghargaan Platform Prize di Toronto International Film Festival (TIFF) 2021 lewat filmnya, Yuni.
JAKARTA, KOMPAS — Kabar baik kembali datang dari industri perfilman Tanah Air. Minggu (19/9/2021), film Yuni garapan sutradara Kamila Andini menyabet penghargaan Platform Prize pada Toronto International Film Festival (TIFF) 2021 di Kanada.
Kamila melalui pesan singkat kepada Kompas dari Toronto mengatakan, Yuni memenangi penghargaan bergengsi yang dikhususkan untuk film-film bernilai artistik tinggi dan menunjukkan visi penyutradaraan kuat. ”Terima kasih, ya. Ini (saya) baru selesai (mengikuti) rangkaian acara,” tulis Kamila lewat pesan singkat daringnya, Minggu siang waktu Indonesia.
Dalam siaran pers, yang juga disampaikan saat pidato penerimaan penghargaan, Kamila menyebut film Yuni adalah film pendek ketiganya yang ia ikut sertakan dan hadirkan di ajang TIFF. Film pendek pertamanya ia ikut sertakan pada TIFF 2015.
”Sekarang saya kembali ke sini untuk ketiga kalinya membawa ’srikandi’ ke sinema dan TIFF. Saya melihat ini sebagai harapan untuk suara-suara perempuan di Indonesia ataupun dunia, yang masih terus berjuang mencari kebebasannya,” kata Kamila.
Lebih lanjut, Kamila menyampaikan rasa terima kasihnya kepada segenap kru, pemain, produser, rekanan, da semua pihak yang ikut memperjuangan film Yuni. Baginya, kemenangannya tidak hanya untuk Indonesia, tetapi juga untuk sinema Asia Tenggara. Film Yuni bercerita tentang gadis pintar dengan mimpi besar.
Kemenangan Yuni menambah catatan prestasi yang dibuat insan film Tanah Air pada masa pandemi ini. Pertengahan Agustus lalu, film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas (Vengeance Is Mine, All Others Pay Cash) besutan sutradara Edwin memenangi penghargaan tertinggi Golden Leopard di Locarno Film Festival di Swiss.
Edwin menjadi sutradara Indonesia pertama yang meraih penghargaan bergengsi yang diincar para sineas dari seluruh dunia itu. Film ini mengalahkan beberapa pesaing dari sejumlah negara. Salah satunya film garapan aktor Hollywood, Ethan Hawke, Zeros and Ones.
Pada akhir Agustus 2021, Watchdoc Documentary Maker meraih penghargaan Ramon Magsaysay untuk kategori Emergent Leadership. Penghargaan ini diberikan karena film-film dokumenter Watchdoc dianggap masuk dalam jurnalisme investigasi dengan platform baru dan kreatif yang menyoroti isu sosial, lingkungan, dan hak asasi manusia.
Ikut senang
Sejumlah ungkapan gembira juga disampaikan beberapa insan perfilman Tanah Air, seperti sutradara Makbul Mubarak dan produser Palari Films, Meiske Taurisia.
Menurut Makbul, kemenangan Yuni dan sebelumnya kemenangan Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas, membuktikan kualitas film Indonesia sekaligus memicu semangat sineas melahirkan karya-karya berkualitas dan memenangi ajang lain.
DOKUMENTASI FOURCOLOURS FILMS
Salah satu adegan dalam film Yuni arahan sutradara Kamila Andini, yang memenangi penghargaan Platform Prize di Toronto International Film Festival (TIFF) 2021.
Makbul kini tengah menuntaskan garapan terbarunya, Autobiography. Dia juga mengaku berkesempatan mengerjakan film tersebut berkat kiprahnya menjuarai Open Doors Hub di Locarno Film Festival pada 2019. Setelah Autobiography rampung, menurut rencana tahun 2022 Makbul akan mendaftarkan filmnya itu ke sejumlah festival film internasional.
”Memang tidak otomatis bisa ikut lomba karena kalau registrasi filmnya harus dikurasi dulu, tapi saya tetap tambah semangat mendaftar setelah dengar teman-teman bisa menyabet penghargaan di Locarno dan Toronto,” ujarnya.
Pada kesempatan terpisah, produser Palari Films, Meiske Taurisia, menyebutkan, sepanjang sejarah perfilman Indonesia, baru kali ini ada dua film Indonesia dalam satu tahun memenangi dua penghargaan film tertinggi dunia. Penghargaan Platform Prize di Toronto dan Golden Leopard di Locarno Film Festival, Swiss, pada Agustus 2021.
Kedua pencapaian tadi, kata Meiske, mencuatkan sinyal kuat film Indonesia punya daya saing atau kemampuan berkompetisi yang tinggi. Hal itu sekaligus menjadikan film Indonesia sangat berkompeten dalam skala perfilman dunia. ”Sudah saatnya Indonesia mempraktikkan strategi diplomasi budaya secara konkret lewat sektor film,” ujar Meiske, yang juga produser film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas.
Oleh karena itu, pemerintah pun diharapkan segera memberi dukungan lebih serius dan terstruktur melalui kebijakan, institusi, dan fasilitasi agar film Indonesia bisa berkualitas internasional. Prestasi film Indonesia di dunia, Meiske mengibaratkan bagai panen buah-buahan manis, yang seyogianya bisa bertambah lebih banyak lagi jika didukung perkebunan mumpuni dan terstruktur. Dari situ, panen buah-buahan manis bakal berkesinambungan.