Cerita Kecil Para Penghayat God Bless
Konser 48 Tahun God Bless: Mulai Hari Ini melibatkan banyak musisi lintas generasi. Selain para penampil itu, God Bless juga berpengaruh besar pada penggemar lain, yang lantas mengabdikan hidupnya pada musik rock.
Band rock God Bless gemilang berkiprah selama 48 tahun. Mereka menuai penggemar fanatik, yang juga bertarung di arena musik. Baik lagu-lagu God Bless maupun para personelnya tertoreh selamanya dalam karya para ”yunior” mereka ini. Mereka menghayati God Bless dengan caranya sendiri.
Dari lapak kaset di depan sebuah toko kelontong di sekitar pasar kota Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, Doddy Hamson kecil menemukan jati dirinya. Bocah berumur 11 tahun itu menimang kaset bersampul coklat kekuningan dengan tulisan ”Raksasa” di sisi bawah dan logo God Bless di sudut kiri atas. Itu album idamannya sejak tersirap lagu ”Kehidupan” di layar TVRI setahun silam. Tak perlu berlama-lama, sikat!
Fragmen dari tahun 1989 itu masih diingat betul oleh Doddy, yang kini usianya berkepala empat. Sejak dibeli dari jatah jajan kaset Rp 10.000 per bulan, kaset itu selalu berputar di kamarnya. ”Sampai sekarang juga masih sering kudengar, walau bukan dari kaset yang dulu, ya,” katanya dengan suara serak tapi berat, lewat sambungan telepon pada Kamis (19/8/2021) ketika malam makin larut.
Sejak menonton klip video ”Kehidupan”, yang sebenarnya berasal dari album Semut Hitam (1988), ditambah mengonsumsi agresivitas album Raksasa terus-menerus, Doddy nyaris tak pernah berpaling dari musik cadas. Dia jadi tahu begitulah wajah musik rock. Cakrawala rock-nya tiba-tiba membentang, dengan God Bless sebagai episentrum, pusat getaran.
Doddy adalah vokalis band hard rock/heavy metal bernama Komunal yang dia bentuk dengan sesama perantau di Bandung, Jawa Barat, sekitar tahun 2004. Empat anggota Komunal formasi terkini adalah penggemar God Bless, dengan dua di antaranya berada di level akut. ”Kalau lagi ngumpul, apalagi mau bikin lagu, album God Bless apa saja pasti kuputar, terutama Raksasa,” katanya.
Kecintaan mereka ditorehkan Doddy dalam lirik lagu ”Ngarbone” bikinannya dari album ketiga Gemuruh Musik Pertiwi (2012). Begini penggalan bait pertamanya, ”Kami memang gila/gila heavy metal/sekolah berantakan… Achmad Albar/dan Homicide/getarkan jiwa….” Doddy sengaja memakai kata ”Achmad Albar” demi vokalisasi saat dilantunkan.
”Mengacunya sebenarnya ke God Bless. Tapi, kalau dinyanyikan lebih enak pakai ’Achmad Albar’. Ya, sudah, dia sajalah. Kan, dia ikonnya,” katanya membela diri.
Lagu ”Ngarbone” itu adalah pengakuan riil band Komunal kepada publik perihal kecintaan mereka terhadap God Bless. Tapi, jika disimak lebih saksama, banyak lirik besutan Doddy di album ini yang mencomot atau memodifikasi lirik God Bless.
Pada nomor ”Lagu Berani” ada penggalan larik ”setan tertawa, berpesta pora”. Larik itu dia comot dari lagu ”Setan Tertawa” dari album perdana God Bless. Bukan cuma larik, ada nada yang juga ditiru. Mereka menyatakan ini di dalam sampul albumnya.
Menjelang pembuatan album kedua, Hitam Semesta (2008), Komunal juga mengkaji album-album God Bless. ”Album (pertama) Panorama itu cenderung metal. Di album kedua kami mau belokin nostalgia musik rock lagi. Referensinya, ya, itu semua album God Bless,” kata Doddy.
Album Hitam Semesta itu sukses, setidaknya menurut standar mereka. Di album ketiga, referensi mereka lebih spesifik, yaitu album Raksasa. Jejak-jejak Raksasa tersebar di sini. ”Album Gemuruh Musik Pertiwi memang diniatkan ’mencontek’ album Raksasa. Tapi, rupanya skill kami belum sampai. Gimana, ya, bikin album kayak Raksasa itu,” ujar Doddy terkekeh.
Cita-cita punya album sehebat Raksasa tetap mereka pegang dalam album baru yang sudah selesai direkam. Tapi, untuk pembuktiannya, penggemarnya mesti bersabar. Meski rekamannya sudah selesai pada 2020 lalu, proses mixing-nya tak kunjung kelar. ”Yang mixing lagi ingin santai, katanya. Waduuuh…,” keluh pengusaha sablon di Bandung ini.
Di luar pengaruh kuat lagu God Bless, Doddy adalah penulis lirik lagu rock jempolan. Kalimat-kalimatnya kokoh, bertenaga besar, dan cenderung sesumbar. Misalnya ini, ”Derap langkah bergema/hey, hey/menangkan perang ini” dari lagu wajib ”Pasukan Perang dari Rawa”. Atau ini, ”Sampah di depanku/menjadi avantgarde/Sungguh berkualitas/menjadi pilihan… Kamilah pembangkang/penolak rupiah” di lagu ”Disintregasi”. Atau refrain dari lagu ”Gemuruh Musik Pertiwi” yang bakal diserukan penonton setiap manggung, ”Di sini, uang dan politik tak ada artinya”.
Begitulah Komunal. Gerakan mereka—entah merilis singel ataupun manggung—tak seagresif lagu-lagunya. Memasang lagu di layanan streaming digital, misalnya, baru terjadi belakangan ini. Promo konser masih berupa poster cetak yang ditempelkan di pojok-pojok ruang publik, layaknya masa lalu, walau juga diunggah di Instagram dengan 12.000 pengikut. Meski tak banyak-banyak amat, penggemar Komunal ini berada di level fanatik, dan bangga.
Satu-dua tahun sebelum pandemi, mereka sebenarnya mulai aktif manggung. Salah satunya di acara De La Show di Jakarta pada 2019 yang diabadikan dalam keping CD. Gairah yang muncul saat itu tercekat pandemi. Mungkin Komunal memang butuh waktu merampungkan album baru.
Jika album itu keluar, mereka punya amunisi untuk membuktikan sesumbar ”rock ’n roll t’lah mati/kami yang menyelamatkan” di lagu ”Manusia Baja”. Psst, ada kepingan lagu ”Emosi” milik God Bless di lagu ini.
Terpesona ”Trauma”
Musisi Harlan Boer juga amat menggandrungi karya-karya God Bless, meski ia tidak bermain di kancah rock. Perkenalannya dengan God Bless justru dari film Ambisi besutan Nya’ Abbas Akup keluaran tahun 1973, tahun yang sama dengan kelahiran God Bless. Film itu dimainkan oleh Benyamin S—idola Harlan—dan Bing Slamet yang sama-sama berperan sebagai penyiar radio.
”Gue nonton tahun 1986. Sewa kaset video. God Bless bawain lagu-lagu band lain, seperti Free Ride dari The Edgar Winter Group,” katanya lewat sambungan telepon pada Senin (30/8/2021) pagi waktu Jakarta. Solois pop/folk ini sedang berada di Leiden, Belanda.
Ia kian tergila-gila saat God Bless meluncurkan album Semut Hitam. Nomor ”Trauma” begitu membekas sehingga Harlan memfavoritkannya lantaran lirik yang teramat lugas. Lirik lagu itu ditulis Iwan Fals.
Tanpa tedeng aling-aling, lagu itu mengisahkan pembunuhan, berikut kematian korbannya yang mendetail. Penggalan bait ”Waktu aku menikam dadamu/dan kubakar sekujur tubuhmu/kau menjerit saat melawan ajal” selintas menjalarkan horor tersendiri dalam benak Harlan kecil.
”Trauma” kemudian sangat kontekstual dengan judulnya. Cukup mengerikan sebenarnya. Namun, dalam konteks kultur tahun 1980-an, saat berita-berita kriminal disajikan secara sensasional di media massa, level kebengisan lagu itu masih tergolong ringan.
”Lagu seperti itu jarang. Keras, dalam, tapi bisa dituturkan dengan runut. Kayak dengar cerita. Buat gue, ’Trauma’ juga termasuk lagu paling ngebut,” ujarnya. Saking menyelaminya kreasi God Bless, Harlan tak lagi merapal lagu-lagu arus utama.
Ia lalu menyebut ”Orang dalam Kaca”. Bagi Harlan, lagu itu menyeruakkan kejutan. Betapa tidak, God Bless beraliran rock, tetapi mereka juga bisa berakapela dengan santai, lengkap dengan jentikkan jarinya. ”Enggak heran, soalnya barengan ’Trauma’, sentuhan Iwan Fals kentara banget,” ucapnya.
Iwan turut menggubah beberapa lagu dalam Semut Hitam, termasuk ”Damai yang Hilang”. Lagu God Bless kesukaan Harlan lainnya adalah ”Kehidupan”, dengan kata-kata yang menurut dia jenaka, namun sangat bermakna.
”Kalimat ’apa itu?/susu anakku’, waktu gue kecil kedengarannya lucu. Menggelitik. Belum tahu kalau serius. Tapi, pas dewasa relevan banget. Gue jadi paham,” katanya. Harlan sesekali bersenandung lagu-lagu God Bless di sela-sela percakapan, menyibak inspirasi pada lagu-lagu yang pernah ditulis Harlan.
Nomor ”Badut-badut Jakarta” dari album Semut Hitam, umpamanya, bernuansa serupa dengan lagu ”Sakit Generik” dari album Harlan bertitel sama. Dalam lagu yang dia rilis tahun 2012 itu, Harlan menulis ”lawan terus sakitmu hingga kebal di kota Jakarta/tawa keras sementara/sebelum warasmu mencari badut atau karaoke”. Pertalian ”Badut-badut Jakarta” dan ”Sakit Generik” adalah sama-sama mengisahkan cadasnya kehidupan metropolitan.
Karya Harlan lainnya, ”Tak Baik Maruk”, juga lekat dengan lagu ”Kehidupan”. Lagu-lagu God Bless lain ia ceritakan dengan fasih, seperti ”Huma di Atas Bukit”, ”Cendawan Kuning”, dan ”Menjilat Matahari”.
Harlan punya hampir semua album God Bless. Ia menyukai cara God Bless mengantarkan lagunya. Nomor ”Selamat Pagi Indonesia” dari album Cermin (1980) yang menyoal eksekusi Kusni Kasdut, contohnya, disampaikan dengan kontras yang teduh.
”(Itu lagu) Keren. Terus, kayaknya belum pernah ada juga musisi pakai bahasa prokem seperti ’Ogut Suping’. Lirik-liriknya sangat proletar, atau akar rumput banget,” ucapnya.
Harlan, yang kini berusia 44 tahun, telah menghasilkan enam album. Album termutakhirnya, Penembak Bayaran, dirilis di awal tahun 2021. Itu adalah album keempat yang ia keluarkan selama masa pandemi, menyusul Fidelitas Cinta 01, Fidelitas Cinta 02, dan Bersambung—ketiganya direkam secara sederhana menggunakan ponsel di rumah. Dia juga berceloteh dengan sobatnya, Unggul Kardjono, dalam seri siniar (podcast) ”Kena Pinggirnya”, yang umumnya bertopik budaya pop, sejak Maret 2020.
”Mencarter roket”
Berbeda dengan Harlan dan Doddy, Rizma Arizky (34) terpesona dengan proyek Duo Kribo, yang diotaki Achmad Albar dan Ucok Harahap dari grup AKA sebagai bintang. Musik Duo Kribo turut dikerjakan pula oleh beberapa personel God Bless, seperti Ian Antono dan Donny Fattah.
Salah satu lagu fenomenal mereka adalah ”Mencarter Roket”. Judul lagu itu menancap di benak Rizma sekitar tahun 2011. Pada masa itu, dia sedang gandrung pada musik-musik rock Indonesia tahun 1970-an yang cenderung bernuansa psikedelik.
Rizma, dan banyak anak muda Jakarta lainnya, sedang terpapar album kompilasi Those Shocking Shaking Days: Indonesian Hard Psychedelic Progressive and Funk 1970-1978 yang dirilis label independen asal AS, Now Again Records, dalam format piringan hitam dan CD. Isinya adalah 20 lagu dari band-band rock era itu, seperti Panbers, Koes Plus, Ivo’s, Trenchem, dan Ariesta Birawa.
Baik God Bless maupun Duo Kribo memang absen di album kompilasi tersebut. Tapi, corak musik rock sedemikian rupa mendorong pendengarnya untuk menggali lebih jauh band-band rock lain dari kurun waktu itu. ”Merespons musik kayak gitu (rock Indonesia era 1970-an) kayaknya seru juga bikin band yang terpengaruh aset lokal kita,” kata Rizma.
Rizma bukan pemusik, tapi ada di lingkungan pergaulan dengan musisi. Gagasan bikin band rock bergaya 1970-an dia sodorkan kepada beberapa temannya. Gitaris Reynaldo Marshall adalah yang pertama ditemui Rizma. Berikutnya berturut-turut adalah drumer I Gusti Gede Vikranta alias Viki dan basis/vokalis John Paul Patton alias Coki.
Pada akhir 2011 itulah, ketiga musisi itu bergabung dalam band bernama Kelompok Penerbang Roket (KPR). Rizma yang membentuk dan mengelola band ini. Peran Rizma mendekati George Martin bagi The Beatles atau Malcolm McLaren bagi Sex Pistols.
”Selera musik mereka rock, tapi berbeda-beda. Nah, ketemunya di Duo Kribo, yang ada DNA-nya God Bless juga,” kata Rizma. Formasi ini ideal karena postur Coki bisa menjadi ikon, layaknya God Bless dengan Achmad Albar. Polah tingkah mereka di panggung, khususnya Rey dan Viki, mewakili karakter kebebasan ekspresi setiap band rock. Di lain sisi, Viki, dengan kepekaannya pada audio menjaga groove band ini.
Demi merilis album KPR, Rizma membuat label bernama Berita Angkasa Records. Album perdana mereka, Teriakan Bocah, keluar pada 2015, dengan lagu jagoan ”Mati Muda” dan ”Di Mana Merdeka”. Tak lama berselang, mereka dapat proyek mengaransemen ulang lagu-lagu keras Panbers dalam album Haai. Betul, Panbers pernah bermain rock sebenar-benarnya.
Setelah mengumpulkan penggemar lewat panggung-panggung kecil—mereka pernah membuat sendiri seri pertunjukan bertajuk Huru-hara—KPR mulai dapat tawaran main di festival besar. Di tahap ini, Rizma merasa perlu lebih memperhatikan kualitas produksi suara mereka di panggung besar. Nama yang melintas di benaknya seketika adalah Abah Jaya, atau Jaya Roxx, karena dia mantan gitaris band rock disegani, Roxx.
Di kalangan teknisi audio panggung, nama Jaya sudah jadi jaminan mutu, sementara KPR baru menapaki reputasinya. Rizma nekat meminta Jaya untuk mengurusi produksi audio panggung KPR. Dengan reputasi dan karakternya, ternyata Jaya tak hanya berperan sebagai soundman, tapi juga mentor. ”Galaknya Abah Jaya cocok, nih, buat anak-anak (KPR),” kata Rizma.
Sebelum pandemi, KPR adalah salah satu band rock masa kini dengan jadwal panggung tersibuk. Mereka juga sempat mengundang Ian Antono main bareng membawakan lagu ”Mencarter Roket” di sebuah bar di kawasan Kemang pada Februari 2018.
Itu bukanlah pertunjukan dengan panggung megah seperti standar God Bless. Ukuran venue yang kecil membuat penonton dan band nyaris tak berjarak. Namun, Ian tetap main maksimal, dan memakai kaus ”Kelompok Penerbang Roket”. Lagu yang mereka mainkan malam itu direkam dalam bentuk piringan hitam 7 inci dengan ubahan judul menjadi ”Pencarter Roket”, seperti nama komunitas penggemar KPR.
KPR masih bertahan sebagai band rock hingga hari ini, meski sedang tidak terlalu sibuk. Belakangan, mereka mengeksplorasi nuansa luar angkasa pada musiknya, seperti yang terdengar dalam minialbum Galaksi Palapa (2018).
Label rekaman mereka, Berita Angkasa Records, juga berkembang dari semula hanya didirikan Rizma seorang, kini telah mempekerjakan 11 orang. Artis mereka pun bertambah selain KPR, yaitu drumer jazz Rafi Muhammad, solois rock/soul Morad, band rock Jangar dari Bali, dan yang terbaru adalah solois kawakan Anda Perdana.
”Rock selalu punya pasarnya sendiri. Tinggal dari skala saja, kadang besar, kadang kecil. Tapi, pasarnya selalu ada,” ucap Rizma, yang baru saja menambah unit usaha Berita Angkasa Studio, unit yang mengerjakan produk audio dan visual.
Doddy Hamson bersama Komunal, Harlan Boer, dan Kelompok Penerbang Roket memang tidak ada dalam daftar pengisi acara konser gemebyar 48 Tahun God Bless: Mulai Hari Ini produksi promotor Rockinlilo pada Selasa (31/8/2021). Namun, jelas karya-karya God Bless dan proyek turunannya mengalir dalam nadi mereka.
Tiket konser God Bless: https://gerai.kompas.id/belanja/uncategorized/kompas-digital-premium-2-bulan-gratis-tiket-konser-virtual-god-bless-48th-anniversary-voucer-belanja-gerai/