”Modern Love”, Bukan Cinta Biasa
Ragam cinta dengan lika-likunya kembali disuguhkan serial ”Modern Love” pada musim kedua penayangannya di Amazon Prime Video yang tayang perdana pada 13 Agustus 2021.
”All you need is love. Love is all you need.”
Sepenggal lirik lagu milik The Beatles yang tak lekang ini rasanya tidak pernah ketinggalan zaman. Cinta dalam ragam bentuknya selalu dicari. Kadang tanpa mencari, cinta pun mampu hadir mengisi. Meski penuh luka dan kerap menawarkan duka, cinta tetap bermakna, bahkan bermetamorfosis menjadi remedi.
Ragam cinta dengan lika-likunya kembali disuguhkan serial Modern Love pada musim kedua penayangannya di Amazon Prime Video yang tayang perdana pada 13 Agustus 2021. Sebanyak delapan episode menggugah lewat masing-masing perspektif tentang cinta. Dari jatuh cinta, memori indah, kesetiaan, hingga pengkhianatan.
Kali ini, John Carney yang merupakan produser eksekutif dari serial ini juga bertindak sebagai sutradara dan penulis untuk sejumlah episode. Mirip dengan pola pada musim pertama penayangannya pada 2019. Carney juga menggandeng beberapa rekan yang ia percaya untuk turut menggarap episode yang tak ditanganinya.
”Semua seperti tidak mungkin di masa pandemi ini. Tapi, kami mencoba untuk menghadirkan cinta yang mampu menggerakkan banyak orang. Di masa seperti ini, cinta dapat memberi semangat. Karena itu, menyenangkan dapat kembali membuat tayangan yang hangat bagi orang-orang yang tengah di rumah saja,” ungkap Carney dikutip dari The New York Times.
Kehadiran antologi serial Modern Love berawal dari kolom di The New York Times berjudul serupa yang muncul sejak 2004. Kemudian dilanjut dengan video animasi pada 2013 dan dikembangkan juga melalui podcast. Baru pada 2019, sejumlah kisah yang dituturkan dalam kolom tersebut disadur ke dalam serial televisi.
Jika di musim pertamanya banyak melibatkan aktor dan aktris ternama, seperti Anne Hathaway, Dev Patel, Tina Fey, dan Andy Garcia, musim kali ini sederet nama beken juga hadir, seperti Kit Harrington, Lucy Boynton, Anna Paquin, Minnie Driver, juga Tobias Menzies. Mereka memberi makna dalam cerita yang berasal dari tujuh esai dalam kolom Modern Love dan satu berasal dari kategori Tiny Love Story.
Seperti pada penayangan pertamanya, episode pembuka yang dibuat Carney berhasil menggetarkan hati. Apabila dua tahun lalu kisah ”When The Doorman is Your Main Man” mampu menghangatkan hati dan tersenyum, begitu pula pada episode pertama musim ini, yakni ”On The Serpentine Road with The Top Down”.
Dalam durasi 32 menit, cerita tentang Stephanie Curran (Minnie Driver) yang masih memelihara cinta pada mantan suaminya yang sudah meninggal saat dirinya telah menikah lagi menjadi inti. Wujud cinta yang sublim pada pasangan itu pun mengemuka.
Seketika membangkitkan ingatan juga pada adegan film Before Sunrise (1995) yang dibintangi Ethan Hawke dan Julie Delphy.
Pada episode ”Strangers on A (Dublin) Train”, sesaat terasa seperti menonton FTV remaja yang memperlihatkan manisnya cinta pada pandangan pertama dengan orang asing di sebuah kereta yang berujung pada sesi mengobrol akrab, lalu terpisah. Seketika membangkitkan ingatan juga pada adegan film Before Sunrise (1995) yang dibintangi Ethan Hawke dan Julie Delphy. Hal ini juga disebutkan oleh tokohnya.
Upaya pencarian jati diri dengan menggarisbawahi tentang self-love juga diangkat pada musim ini. Episode ”Am I...? Maybe This Quiz Game Will Tell Me”, misalnya, kerap dialami remaja, bahkan mungkin dewasa yang mengidentifikasi berbagai hal dalam diri hanya lewat hasil dari mengisi kuis daring.
Penerimaan
Akan tetapi, delapan episode kali ini memiliki satu tema yang saling berkaitan, yakni penerimaan. Bahkan, pada episode ”In The Waiting Room of Estranged Spouses”, penerimaan yang dilakukan Isabelle (Anna Paquin) terhadap perselingkuhan yang dilakukan suaminya dengan istri Spence (Garrett Hedlund) justru berbuah manis.
Dalam episode ”How Do You Remember Me?” menyentil orang yang pernah mengalami pengalaman ghosting dan kemudian bertemu lagi. Bukan amarah yang muncul atau pelampiasan kekecewaan yang disampaikan ketika tak sengaja bertemu. Namun, kemunculan memori indah saat bersama membantu penerimaan sehingga hanya senyum yang ada saat pertemuan singkat tak terencana terjadi.
Episode penutup, yakni ”A Second Embrace, with Hearts and Eyes Open”, pun seakan makin menguatkan tema penerimaan ini. Episode ini mengisahkan seorang mantan istri yang menolak mantan suaminya rujuk kembali pada saat ia terdiagnosis terkena kanker payudara stadium lanjut. Alasannya, ia tak ingin merepotkan.
Namun, pada perjalanannya, penerimaan bukan hal yang mudah. Apalagi setelah mengalami kesedihan, pengkhianatan, penolakan, bahkan pengabaian. Hal ini juga tidak bisa dipaksa atau diburu-buru. Alih-alih menggurui, Modern Love lebih memilih memberikan gambaran pengalaman yang dilalui hingga seseorang mencapai tahap penerimaannya.
Ada yang mampu kembali setelah melewati serangkaian kesempatan. Ada yang memilih berpisah atau cukup mengenang karena jalan penerimaan yang dipilihnya memang demikian. Tidak ada benar dan salah untuk hal ini. Setiap orang memiliki perspektif yang diyakininya membawa bahagia meski melalui luka atau perjuangan.
Namun, semuanya tetap bermuara pada satu kata, yaitu cinta. Entah apa pun bentuknya.
Pada akhirnya, seperti lagu milik The Beatles. Tak ada orang tak bisa diselamatkan. Tak ada hal yang tak bisa dilakukan. Bahkan, selalu ada tempat untuk siapa saja, di mana saja. Semua dengan berbekal cinta. Di masa sulit ini, cinta pun membuat apa pun lebih mudah. Selamat mencinta!
Pada akhirnya, seperti lagu milik The Beatles. Tak ada orang tak bisa diselamatkan. Tak ada hal yang tak bisa dilakukan.