Harta yang Paling Berharga adalah Metallica
Histeria Metallica makin menjalar ke mana-mana.
Album kelima Metallica bertitel Metallica—lebih dikenal sebagai The Black Album—dirilis pada 12 Agustus 1991. Meski dituding melembek, harus diakui ini adalah album tersukses mereka secara komersil. Piala Grammy disabet. Hingga sekarang, album ini laku lebih dari 30 juta keping di seluruh dunia. Histeria Metallica makin menjalar ke mana-mana.
Percikan album kelima muncul sekitar pukul tiga pagi, jam ketika banyak hal tak biasa terjadi. Kirk Hammet, sang gitaris, masih kelelahan dari rangkaian tur panjang Damaged Justice sebagai promosi album keempat …And Justice for All (dirilis 1988).
”Mataku rasanya masih menyala-nyala,” kata Hammet, seperti tertulis di buku Birth. School. Metallica. Death. (Da Capo Press, 2013) karya jurnalis Paul Brannigan dan Ian Winwood. Sebagian besar cerita dan kutipan di artikel ini bersumber dari buku itu, kecuali dinyatakan sumbernya.
Kepada majalah Classic Rock, Hammet berujar, seharian itu dia mendengar album Soundgarden, band hard rock Seattle yang sedang naik daun, yang juga digemari vokalis/gitaris James Hetfield. Ketimbang bengong di dini hari itu, ia memangku gitarnya, memainkan riff (rangkaian pola akor) yang terbayang di kepala berambut kriwil itu.
”Aku memang berniat membuat riff yang berat,” kata Hammet. Gerayangan jari pada senar gitarnya terekam kasar ke dalam kaset, yang kelak dibubuhi judul ”Riff Tape”. Pola akor dan nada itu adalah tulang belakang ”Enter Sandman”.
Lars Ulrich, sang drummer, mendengar kaset itu pertama kalinya pada 26 Mei 1990, malam seusai Metallica tampil di Glasgow, Skotlandia. Riff itu menempel di ingatannya. Sebagai personel yang berperan melengkapi bagian-bagian lagu, Ulrich membayangkan riff ini ibarat tirai pembuka bagi album kelima Metallica. Otaknya mulai bekerja.
”Ada sesuatu di lagu ini. Nadanya seperti berandalan,” ujar Ulrich. Metallica, terutama Lars Ulrich, merasa butuh lagu baru seperti itu: beringas dan ringkas. Tiga album awal Metallica sarat lagu semacam itu. Pada album keempat mereka pamer teknik lewat komposisi metal yang lebih njelimet, durasinya panjang-panjang.
Lars Ulrich pernah bangga mencantumkan durasi lagu berukuran sama besar dengan judul di sampul belakang album …And Justice for All. Sembilan nomor di album itu tak satu pun di bawah lima menit. Total durasinya 65 menit 24 detik. Lagu yang sering dipanggungkan, ”…And Justice for All” berdurasi 9 menit 44 detik, sementara ”One” 7 menit 24 detik. Sudahlah strukturnya kompleks, mainnya lama pula.
Ambisi besar
Ulrich ingin kembali bikin lagu langsung-menonjok-muka semacam ”Seek & Destroy” atau ”Fight Fire with Fire”; dua nomor thrashy penuh gejolak. Album baru diniatkan berbeda dari album keempat, lebih punya groove dengan struktur sangkil.
Ia mengacu pada album sukses Back in Black (1980) milik AC/DC. Mötley Crüe juga baru saja mengeluarkan album Dr Feelgood (1989) dengan keliaran serupa, yang kelak jadi album terlaris mereka. Album yang disebut terakhir ini diproduseri Bob Rock, yang pernah jadi teknisi rekaman album Slippery when Wet milik Bon Jovi.
Dapatkan Tiket dan Saksikan: Konser Virtual God Bless 48th Anniversary
Kepada Classic Rock, Hammet mengungkapkan ambisi mereka. ”Kami emoh menempuh jalan yang sama, butuh rute baru. Kami punya keinginan lebih besar. Waktu itu ada beberapa megaalbum (dengan penjualan) empat juta, sembilan juta keping seperti milik Bruce Springsteen, Bon Jovi, Def Leppard. Jelas kami ingin itu. Kami ingin (jadi) Back in Black,” ucap Hammet.
Kala itu Metallica mulai makmur, tak lagi berlatih di garasi berperedam tripleks. Ulrich baru pindah rumah yang ada studionya di dekat jembatan Golden Gate, San Francisco. Di sanalah kuartet ini biasa berkumpul. Manajemen mereka, Q Prime setuju kalau Bob Rock jadi produser album berikutnya.
Pria bernama asli Robert Jens Rock ini bukan penggemar Metallica dan aliran sebangsanya. Dia lebih banyak bekerja dengan band hard rock. Hasil karyanya cenderung ”ramah” bagi telinga orang kebanyakan, dus bagi radio dan televisi arus utama. Di luar itu, Bob Rock dikenal rewel terhadap artis-artisnya.
Pada pertemuan pertama dengan Lars dan James, Rock mengkritik, Metallica punya rekaman bagus, dan aksi panggung hebat. ”Tapi, kalian masih gagal mengadopsi nuansa panggung itu ke dalam rekaman,” kata Rock.
Lars Ulrich dan James Hetfield, dua pria berkarisma kuat, perfeksionis, dan keras kepala ini tersengat. ”Eh, maaf. Memangnya Anda siapa?” Ulrich bereaksi. Namun, mereka terpaksa akur karena Metallica kadung berambisi jadi band besar.
Baca juga: Band Rock yang Memetik Buah Manis Era Internet
Proses rekaman dimulai pada 6 Oktober 1990 di One on One Studio di Los Angeles, ketika AS sedang agresif ”memukul” Irak dari Kuwait di Perang Teluk.
”Perang kecil” juga terjadi di studio karena Metallica dan Rock sama-sama berkepala batu. Suasananya dinamis, eufimisme untuk perdebatan tak henti-henti. Rock, misalnya, minta Hetfield untuk lebih bernyanyi—sebuah permintaan yang mustahil terlontar dari rekan bandnya. Hetfield menggerutu, tapi dia pergi juga kursus olah vokal.
Hasil latihan vokal itu bisa disimak di nomor melodius ”Nothing Else Matters” yang tercetus dari James Hetfield. Bujangan ini—waktu itu—sedang kasmaran. Sementara Ulrich, Hammet, dan basis Jason Newstead tengah menghadapi masalah sama di waktu bersamaan: pernikahan mereka runtuh. Dengan cengengesan, proyek ini dinamai ”Kawin dengan Metal”.
Album yang konon berbiaya 1 juta dollar AS ini rampung pada Juni 1991, memuat 12 lagu. Mereka harus menentukan single pertama. Rock mengusulkan ”Holier Than Thou” yang trengginas seperti awalnya Metallica. Ulrich, atas nama band, memilih ”Enter Sandman”. Insting Ulrich jitu.
Melejit
Begitu meluncur pada 12 Agustus 1991, album ini langsung memuncaki tangga Billboard 200. Sampai 2021 pun, ia masih ada di jajaran itu, bertengger selama 615 pekan, mengungguli Abbey Road (1969) dari The Beatles dengan 418 pekan. Angka itu bisa diartikan bahwa album ini terus dibeli. Sah disebut bahwa album Metallica jadi harta paling berharga buat Metallica.
Selain wira-wiri di televisi dan radio umum, kegemilangan ini disokong tur masif ke penjuru dunia. Jakarta, yang waktu itu mereka sebut sebagai ”tempat baru di kawasan Pasifik” kebagian eforia Metallica pada 10 dan 11 April 1993. Mereka didatangkan oleh promotor Airo, yang dimotori pengusaha/pemusik Setiawan Djodi.
Konser di Stadion Lebak Bulus, Jakarta Selatan, ini diwarnai kerusuhan di luar arena pada hari pertama, bahkan sebelum Metallica naik panggung. Puluhan mobil serta warung dibakar dan dirusak. Kodam Jaya menyebut 13 orang luka berat dan 38 lainnya luka ringan (Kompas, 12 April 1993).
Berita Kompas itu juga menyebut harga tiket Rp 30.000 hingga Rp 150.000 tergolong mahal bagi penggemar Metallica yang rata-rata masih remaja. Di luar arena ada sekitar 5.000 orang yang tidak bisa masuk. Sebagai gambaran, karcis konser Sepultura asal Brasil di Surabaya, setahun sebelumnya, cuma Rp 6.000, meraup sekitar 20.000 penonton.
Baca juga: Montreux Jazz Festival Kembali Digelar Dengan Pembatasan
Kerusuhan mereda sekitar pukul 22.00, setelah panitia membuka pintu bagi mereka yang tidak punya tiket. Di dalam arena, konsernya menyenangkan. Band Rotor jadi pembuka pada jam 18.00. ”Enter Sandman” jadi lagu terakhir malam itu, mengisi kepala penonton sembari berjalan kaki berkilo-kilo meter karena tak ada angkutan umum mengitari arena.
Dalam film dokumenter Global Metal (2008), Ulrich mengaku melihat asap membubung di luar stadion, tapi tidak menyadari apa yang sedang terjadi. ”Lokasi konser ada di jantung kota tempat para politikus dan uang kotor mereka berputar. Orang-orang muak akan hal itu,” ucap Ulrich yang diwawancarai antropolog/sineas Sam Dunn.
Lagu-lagu di album Metallica beresonansi dengan kegelisahan warga jelata. Genjrengan ”Nothing Else Matters” terdengar dari tongkrongan kaum muda. Siluet wajah personel band—seperti yang ada di sampul kaset album ini—ditempel di angkot trayek antardesa. Judul artikel ini pun dicuplik dari lirik lagu ”Thrash” dari band grindcore Terapi Urine asal Bogor. Di Indonesia, Metallica setara dengan ikon pemberontak lain seperti Iwan Fals dan Slank.