God Bless, Rumah Terberkati bagi Para Raksasa
God Bless adalah sebuah legenda, sekaligus anomali. Pada 31 Agustus 2021 mendatang, mereka akan menggelar konser virtual 48 Tahun Godbless: Mulai Hari Ini.
God Bless adalah anomali di jagat musik nasional. Bisa jadi mereka adalah satu-satunya band aktif yang melintasi pergantian enam Presiden RI. Band rock internasional yang bertahan hampir setengah abad pun bisa dihitung dengan jari. Di antara pergantian personel sepanjang karirnya, mereka kini menemukan rumah.
Pada Sabtu (14/8/2021) lalu, vokalis Achmad Albar, basis Donny Fattah, kibordis Abadi Soesman, dan drumer Fajar Satritama berkumpul di studio sekaligus tempat tinggal gitaris Ian Antono di daerah Cibubur. Selama sekitar tiga jam, mereka berlatih menjelang konser bertajuk 48 Tahun Godbless: Mulai Hari Ini pada 31 Agustus mendatang.
Sebab masih dibekap pandemi Covid-19, konser itu bakal ditayangkan secara virtual berbayar. Ini adalah tantangan baru bagi God Bless yang lahir dari era panggung seadanya, pernah mencicipi kejayaan panggung bersponsor, dan kini bergelut di rimba digital. Di masa pagebluk ini, terobosan-terobosan perlu dihela untuk bertahan, tak terkecuali bagi mereka yang sudah pantas menyandang predikat legenda hidup ini.
”Saya bersyukur banget bisa kerja (manggung) lagi dalam situasi sulit seperti sekarang. Selama pandemi, paling kami manggung virtual dua-tiga kali saja untuk penggalangan dana bagi musisi dan masyarakat terdampak,” kata Iyek, panggilan akrab Achmad Albar, lewat sambungan telepon pada Rabu (18/8/2021).
Sepanjang karier God Bless, ini adalah paceklik panggung terlama mereka. Biasanya, kalau sedang vakum, masing-masing personel punya proyek di luar band. ”Nah, ini udah satu setengah tahun lebih enggak manggung. Bersyukurlah masih dapat kesempatan (manggung) lagi, bertepatan dengan peringatan ulang tahun ke-48 yang belum sempat dirayakan,” lanjut Iyek.
Iyek telah menyebut usia band ini: 48 tahun. Dia sendiri takjub bagaimana bisa band yang semula dibuat untuk menyalurkan hasrat bermusik belaka ternyata bertahan selama itu. Andai saja dia berkarier di militer atau politik, tentu saja jabatannya sudah mentereng. ”Teman sekelas saya di SMP Perguruan Cikini sudah pernah jadi Presiden, tuh, ha-ha-ha,” kata Iyek merujuk pada Megawati Soekarnoputri.
Dapatkan tiket dan saksikan: Konser Virtual God Bless 48th Anniversary
Abadi Soesman juga tak kalah takjub. ”Waduh, tahu-tahu usianya sudah segitu. Benar-benar anugerah, masih bisa berkumpul dan diberi kesempatan,” ujar pemain kibor yang debut karyanya tercetak di album Cermin (1980) ini. ”Kami tidak pernah menyangka bisa bertahan selama ini. Alhamdulillah saja,” imbuh Donny Fattah.
Donny mencoba mendedah resep keawetan God Bless. Meski terdengar klise, Donny berujar mereka bertemu di dunia yang sama; cita-citanya, impiannya, yaitu menggapai masa depan lewat musik. Resep lainnya adalah masalah keyakinan. ”Mungkin juga karena nama kami, God Bless, berkah Ilahi,” katanya. Bagi Donny, grup God Bless adalah sekumpulan orang-orang terberkahi. Iyek melengkapi, mereka adalah orang-orang tahan banting.
Bongkar-pasang
Betapa tidak, sepanjang karier, musibah, bongkar-pasang personel, dan konflik pernah mereka lewati. Setahun setelah terbentuk pada awal Mei 1973 di Jakarta, God Bless kehilangan dua anggota dalam kecelakaan lalu lintas, yaitu drumer Fuad Hassan dan kibordis Soman Lubis. Lepas dari masa berkabung, mereka memutuskan jalan lagi dengan mencari personel baru. Posisi drum dan kibor sempat diisi Nasution bersaudara: Keenan dan Debby dari grup Young Gipsy. Ini adalah formasi kelima.
Di masa itu, mereka sedang bersusah payah menjajaki panggung. Kata Donny, mereka masih manggung becek-becekan, menumpang truk dan bus umum, serta diinapkan di kompleks pelacuran.
Baca juga: Berkah Tuhan Selama 48 Tahun Kiprah God Bless
Popularitas band terkerek waktu main di acara Summer 28 tahun 1973, festival musik ala Woodstock di Jakarta, diikuti Summer 75 di Bandung. Puncaknya adalah jadi band pembuka grup rock beken Deep Purple pada Desember 1975.
Persinggungan dengan Deep Purple membuka cakrawala mereka, khususnya dalam mengemas pertunjukan. Properti panggung dibenahi. Kualitas suara diperbaiki. ”Setelah Deep Purple, operator audio kerjanya di hadapan panggung, tidak lagi di samping, jadi produksi suaranya lebih rata,” kata Iyek.
Ian Antono baru bergabung di God Bless pada 1975 ketika Iyek dan kawan-kawan bersiap masuk studio rekaman. Ian merantau ke Jakarta sejak 1969 jadi musisi di klub malam, salah satunya Marcopolo. Perantau dari Malang, Jatim, ini diajak kibordis kala itu, Jockie Surjoprajogo, masuk God Bless, yang sudah cukup punya nama di Ibu Kota.
”Awal main sama mereka itu saya belum bikin lagu. Main gitar banyak groginya. Saya latihan terus di kamar pakai gitar pinjaman. Tinggalnya masih pindah-pindah itu, kadang numpang di rumah Iyek, kadang di Jockie, kadang di Donny,” kenang Ian. Kedatangan Ian membawa masuk drumer Teddy Sujaya, rekannya dulu di band Bentoel.
Formasi Albar, Ian, Jockie, Donny, dan Teddy ini menghasilkan album perdana yang dirilis Pramaqua. Di album ini, Donny dan Jockie yang paling banyak bikin lagu. Ian menyumbang satu nomor ”Gadis Binal”, pengalamannya selama ngamen di klub malam. Album bertitel God Bless ini memuat hits ”Huma di Atas Bukit” yang liriknya ditulis sutradara Sjumandjaja untuk film Laela Majenun. Iyek menulis satu lagu ”She Passed Away” yang melankolis itu.
Yang banyak dilupakan orang dari album perdana ini adalah nomor “Rock di Udara” ciptaan Donny Fattah. Ini adalah lagu yang menggambarkan identitas mereka sebagai band rock, dan siap mengepakkan sayap rock setinggi-tingginya.
“Pengalaman main bareng Deep Purple masih sangat kuat menempel. Jadi warna musik dan aransemen masih condong ke sana (Deep Purple),” kata Donny. Penjelasan Donny akan dipahami jika menyimak nomor “Stormbringer” milik Deep Purple. Setelah album perdana keluar, frekuensi manggung tak berarti tambah sering.
Baca juga: Achmad Albar, Magnet God Bless
“Di masa itu, main sebulan sekali saja sudah bagus karena panggung enggak sebanyak sekarang. Masih susah dapat duit dari ngeband,” kata Ian. Masuk akal kalau sebagian anggota bikin proyek lain.
Iyek dan Ucok Harahap dari grup AKA main film Duo Kribo yang musiknya disokong anggota God Bless juga. Jockie terlibat proyek album-album pop dari Pramaqua, yang salah satunya mencuatkan Chrisye.
Paling idealis
Kerinduan bermusik bagi God Bless kembali muncul meski Jockie lebih konsentrasi pada proyeknya. Keyboardis Abadi Soesman dari kelompok Jack Lesmana Combo diajak gabung menggantikan peran Jockie. Abadi sempat tak percaya ketika Ian, kawan lamanya, menawari posisi di God Bless. Sebelumnya, Abadi juga terlibat di musik Duo Kribo.
“Siapa yang nggak mau gabung sama God Bless? Saya sebenarnya sudah dekat dengan para personelnya. Ikut menimbrung kalau mereka latihan dan nonton show. Bagi saya, God Bless waktu itu sudah supergroup,” kata Abadi.
Setelah Abadi gabung, band justru bingung mau main apa untuk show. Akhirnya mereka memutuskan bikin album baru, dan kebetulan dapat pemodal baru.
Iyek ingat, sang pemodal, Rudy Ram, tidak menuntut musiknya seperti apa. Lewat diskusi, diputuskan album itu akan menjadi karya paling idealis mereka. Kelak, albumnya berjudul Cermin.
“Kami ingin merekam genre lain. Kami berembuk: mau komersial atau idealis. Kami pilih idealis. Sombong boleh, dong. Akhirnya album itu enggak laku karena terlalu idealis,” ujar Abadi sambil tergelak. Abadi menyisipkan unsur gamelan Bali, yang menurut dia seirama dengan kerancakan rock.
Abadi bangga pada nomor “Cermin”. Struktur lagunya kompleks, dengan durasi panjang. Abadi sendiri kesusahan memainkannya di panggung karena membutuhkan instrumen lebih banyak.
Lagu kesukaan Donny di album ini adalah “Musisi”. Donny menulis lagu itu di paruh kedua dekade 1970-an ketika sedang gundah mau menyemplung di dunia musik, atau bidang pekerjaan lain yang dirasa lebih aman menghidupi keluarga—dia yang paling awal menikah. Maka dia menulis larik “Dengarlah ketuk nada dalam birama/Inilah getar jiwa bagi musisi.”
Struktur musik pada lagu ini juga sama kompleksnya dengan “Cermin”. Kelak, dua lagu ini lah yang sering jadi lagu wajib festival band rock. Harus diakui, lagu-lagu ini turut andil mencetak band rock berkualitas.
Meski sudah punya dua album, karir God Bless masih terasa mandek. Donny memutuskan cabut bekerja sebagai staf KJRI di Houston, AS. Di negara “Paman Sam” itu, dia justru bisa bertemu langsung dengan bintang-bintang rock, termasuk Eddie Van Halen.
Dia rindu main musik lagi bareng teman-temannya. Pada 1983, Donny ambil cuti dua bulan pulang ke Tanah Air. God Bless mulai jamming lagi. Ruh yang ditulis Donny pada lagu “Musisi” bergetar di dirinya sendiri. Ia tak lagi balik ke AS, dan bertahan di God Bless hingga hari ini.
Gelontoran dana promosi produsen rokok di dekade 1980-an berdampak besar pada kepulan asap dapur God Bless. Mereka mencetak album Semut Hitam dan Raksasa dalam waktu berdekatan. Promotor Log Zhelebour membawa mereka tur panjang ke berbagai pulau di Indonesia.
Dua album ini relatif bisa diterima dengan baik oleh pasar. Lagu-lagunya tak serumit dulu. Corak hard rock yang lebih simpel ala Van Halen adalah formula kelarisan album Semut Hitam. Warna di album Raksasa malah lebih agresif dengan masuknya Eet Syahranie, menggantikan Ian.
Ian keluar untuk bersolo karir, lantas mengerjakan proyek Gong 2000. “Warna musik Gong 2000 ini tidak cocok untuk God Bless,” kata Ian. Meski menyempal, proyek ini juga melibatkan Albar dan Donny. Pemain drumnya adalah Yaya Muktio.
Sadar bahwa Gong 2000 tak berumur panjang, God Bless kembali berkumpul dan menghasilkan album Apa Khabar? (1997). Ini adalah album yang “sangat gitar” karena menduetkan Ian dan Eet. “Warna God Bless memang jadi beda sekali dengan sebelumnya,” kata Ian.
Penjualan album kelima itu tersendat sebagai imbas dari pergolakan politik masa reformasi. Tur yang telah dirancang dibatalkan dengan alasan keamanan. Di awal milenium baru ada konflik besar dalam tubuh band yang enggan Ian beberkan. Konflik itu berujung pada mundurnya tiga anggota sekaligus: Jockie, Eet, dan Teddy. Hantaman lain datang ketika Albar tersandung urusan hukum.
Timbul lagi
Kelar dengan urusan hukum Albar, band ini kumpul lagi dengan Abadi, dan Yaya Muktio di posisi drum. “God Bless itu tambang emas. Ayolah, timbul lagi. Bangkit. Kami semangat,” kata Abadi. Semangat itu menghidupkan mereka kembali dengan merilis album 36 Tahun (2009). Tak lama Yaya mundur.
Ian mengajak gabung drummer bertenaga besar Fajar Satritama. Ketika God Bless dibentuk, drummer band Edane ini masih berumur tiga tahun. “Awalnya bimbang karena Edane sedang sibuk tur,” kata Fajar. Pada 2012, Fajar luluh juga ketika diminta mengiringi God Bless main di Java Jazz Festival dengan repertoire lagu-lagu progresif rock.
Personel God Bless kepincut dengan permainan Fajar. Dia pun direkrut untuk menggarap album Cermin 7, aransemen ulang dari album Cermin. Fajar berkontribusi menyusun aransemen barunya.
”Fajar ini mainnya all-out. Kami jadi ikut kebawa semangatnya,” kata Ian. Bagi Donny, dia seperti mendapat partner baru menjaga beat. ”Ada sesuatu di anak ini. Mainnya enak betul, memberi mood baru bagi kami. Drum dan bas, kan, nyawa bagi band rock. Sound dia cenderung modern seperti yang kami butuhkan,” ucap Donny.
Formasi ini bertahan hampir sepuluh tahun. Formasi ke-16 God Bless inilah yang paling awet. Ian merasakan band ini makin solid. Mereka bukan sekadar menjadi sebuah band, melainkan keluarga. Mereka punya jadwal rutin berkumpul di rumah Ian meski tak ada jadwal manggung. Tradisi ini pernah lama hilang. Kalau tidak latihan, makan-makan pun jadi. ”Saya paling suka kalau dimasakin rawon, ha-ha-ha,” seloroh Abadi.
Rutinitas berkumpul itu menghasilkan lagu baru ”Untuk Indonesiaku” pada 2020 dan yang teranyar ”Mulai Hari Ini”. Bagi Ian, kumpul-kumpul mengakrabkan mereka, juga para pasangan mereka. ”Rasanya benar-benar seperti keluarga,” kata Ian.
Kalau sudah begini, sukar memprediksi garis finis God Bless.
”Mungkin kalau di antara kami ada yang sakit berat atau sudah enggak kuat berdiri dua jam di atas panggung,” kata Iyek.
”Yang bisa menghentikan God Bless, ya, God Bless sendiri,” tukas Donny.
Begitulah para ”raksasa” rock Indonesia itu kini. Getar jiwa ”Musisi” tetap terpatri. Lagu ”Rumah Kita” pun bermakna lebih dalam bagi mereka. Rumah Donny, Ian, Albar, Abadi, dan Fajar adalah God Bless.
GOD BLESS
Formasi Terkini:
Achmad Albar (vokal)
Surabaya, 16 Juli 1946
Jusuf Antono Djojo / Ian Antono (gitar)
Malang, 29 Oktober 1950
Donny Fattah (bas)
Makassar, 24 September 1949
Abadi Soesman (keyboard)
Surakarta, 3 Januari 1949
Fajar Satritama (drum)
Jakarta, 11 Juli 1970
DISKOGRAFI ALBUM
- Godbless (1975)
- Cermin (1980)
- Semut Hitam (1988)
- Raksasa (1989)
- Apa Khabar? (1997)
- 36 Tahun (2009)
- Cermin 7 (2016)