Apakah Billie Sekarang Lebih Bahagia?
Celetukan Billie Eilish di film dokumenter ”Billie Eilish: The World’s a Little Blurry” seperti bertalian dengan titel album teranyarnya, ”Happier than Ever”.
Billie Eilish (19) berkelit dari tekanan popularitas mendadak dengan meluncurkan album kedua ”Happier than Ever” yang lebih bercorak. Tetap dikerjakan bareng abang tercintanya, Finneas O’Connell, album ini menyuguhkan cerita-cerita tak terungkap di album perdananya dua tahun lampau.
Pada suatu pagi menjelang akhir 2019, Billie dibangunkan ibunya, Maggie Baird. Sang ibu membacakan nominasi Piala Grammy untuk Billie yang baru saja diumumkan. Ayahnya, Patrick O’Connell, juga ada di tepi ranjang. Si bungsu itu masih membenamkan mukanya di tumpukan bantal, malas-malasan menanggapi.
Atas album perdana When We All Fall Asleep, Where do We Go? (2019), Billie dapat enam nominasi, ditambah satu lagi untuk Finneas sebagai Producer of The Year. Billie, dengan rambut kehijauan itu, akhirnya mengulet dan langsung menelepon Finneas. ”Ini yang kita mau, kan?”
Fragmen itu terletak menjelang akhir film dokumenter Billie Eilish: The World’s a Little Blurry garapan sutradara RJ Cutler yang ditayangkan di Apple TV sejak Februari 2021. Adegan lantas beralih ke dalam sedan Dodge Challenger hitam yang sedang disetiri sang bintang pop itu.
Sambil menyetir, dia bergumam, ”Aku dapat enam nominasi Piala Grammy. Aku punya mobil impian. Aku sedang tidak punya pacar, sih, tapi hubunganku dengan keluarga sangat bagus. Aku juga terkenal, sangat terkenal,” ujarnya setengah tergelak. ”Hidupku sedang amat baik,” kata penderita sindrom Tourette ini.
Sejarah lantas mencatat, Billie adalah pemenang Grammy termuda yang menyabet empat kategori puncak sekaligus: ”Song of the Year”, ”Record of the Year”, ”Album of the Year”, dan ”Best New Artist”. Satu piala lagi adalah kategori ”Best Pop Vocal Album”. Raihan piala dalam satu malam itu hanya selisih satu dari yang pernah dicapai Adele (2016), dan Beyonce (2009). Billie menjadi fenomena.
Kegemilangan pada Grammy ke-62, yang malam penganugerahannya terjadi pada 26 Januari 2020, masih berlanjut di tahun berikutnya. Pada malam 14 Maret 2021 itu, Billie menggenggam piala lagi untuk kategori puncak ”Record of the Year” untuk lagu ”Everything I Wanted”. Lagu lainnya, ”No Time to Die”, juga diganjar sebagai ”Best Song Written for Visual Media”.
Kesuksesan meroket pada debut album, apalagi dicapai dalam rentang karier cukup singkat, berisiko memberi beban mental dalam penciptaan karya berikutnya. Terlebih lagi, usia Billie tergolong belia. Piala Grammy pertama dia dapat ketika berumur 18 tahun. Namun, sepertinya beban itu tak dia alami. Setidaknya, begitulah yang dia akui kepada Apple Music.
Baca juga: Kesaksian Musisi tentang Pandemi
”Tanpa paksaan, tidak ada tekanan, dan tidak menakutkan. Prosesnya menyenangkan,” tutur Billie tentang pembuatan album kedua yang diproduksi Darkroom dan Interscope Records ini.
Paradoks
Celetukan ”hidupku sedang amat baik” di film dokumenter itu seperti bertalian dengan titel album teranyarnya, Happier than Ever. Bagi sebagian kita, judul itu terasa kurang empatik. Betapa tidak, album dirilis pada 30 Juli ketika virus korona varian Delta yang paling agresif menumbangkan banyak nyawa di mana-mana. Dunia sedang berduka. Tetapi tunggu dulu, bisa jadi Billie justru menyodorkan paradoks—kecenderungan yang banyak muncul di lagu-lagunya.
Album ini digarap sejak April 2020 sampai Januari 2021, benar-benar dikandung selama masa pandemi Covid-19. Billie dan Finneas mengerjakannya dari rumah, tepatnya kamar tidur Finneas. Ini adalah kebiasaan lama mereka, bahkan sejak lagu pertama Billie, ”Ocean Eyes”, menyeruak di internet pada 2013.
Cermati lekat-lekat sampul album dengan foto setengah badan Billie bernuansa coklat keemasan itu. Pandangannya kosong menerawang dengan jejak air mata mengalir dari pelupuk. Gestur dua tangannya pun seperti sedang memeluk diri sendiri. Dia tampak sedang mengasihi diri, yang dipertegas dengan bubuhan kalimat happier than ever (atau lebih bahagia sejak kapan pun) selayaknya mantra.
Lagu ”Getting Older” yang pelan itu tepat sebagai pembuka album. Ini ibarat Billie mengumumkan ada fase-fase lain dalam hidupnya yang hendak ia ceritakan dalam 15 lagu ke depan. Petikan terjemahan liriknya berbunyi, ”Aku punya sejumlah trauma/perilaku yang tak kusuka/terlalu takut menceritakannya/kupikir sekarang adalah saatnya”....
Judul album ini diambil dari lagu bertitel sama dengan durasi paling panjang. Lagu ini adalah refleksi dari kegagalan hubungan asmaranya dengan kekasih yang terlalu abai pada Billie dan dirinya sendiri. Begini lirik bagian chorus-nya, ”When I’m away from you/I’m happier than ever/Wish I could explain it better/I wish it wasn’t true”....
Lagu ini juga punya sisi musikalitas menarik, sama sekali berbeda dengan yang pernah mereka lakukan sebelumnya. Lagu yang nyaris lima menit ini seperti punya dua bagian. Bagian pertama bernuansa melankoli dengan bunyi instrumen akustik. Tensi meningkat di paruh kedua dengan distorsi kasar gaya indie rock, dan Billie berteriak.
Klip video yang disutradarai Billie menguatkan nuansa itu. Paruh kedua yang sarat distorsi itu menampilkan visual hujan badai disertai air bah, dengan Billie berteriak-teriak di atap rumah. Kata ”bahagia” pada judul lagu benar-benar paradoks berwujud bencana.
Kalem tetapi lantang
Di luar teriakannya pada akhir lagu itu, Billie sebenarnya lebih kalem sepanjang album ini dibandingkan album terdahulu. Dia bernyanyi balada lembut pada nomor ”Comet Halley”. Sementara di lagu ”My Future”, Billie menyesuaikan musik bergaya pop cenderung jazzy seperti Amy Winehouse.
Lagu ”Not My Responsibility” lebih kalem lagi. Diiringi bunyi spatial dari synthesizer, Billie tak bernyanyi, tetapi bergumam layaknya membaca puisi. Namun dari lagu yang paling senyap ini, pesannya justru paling lantang. Dia menyuarakan tudingan yang merendahkan perempuan berdasarkan bentuk tubuh, berdasarkan cara berpakaian.
Begini petikan liriknya dalam terjemahan bebas, ”Bila aku mengenakan (pakaian) yang nyaman, aku (dianggap) bukan perempuan/Bila aku menyingkap sedikit, aku dibilang jalang/meski kau tak pernah melihat tubuhku/kau tetap menghakimiku/mengapa?/…/apakah nilaiku hanya berdasarkan persepsimu?/....” Dia menutup lagu itu dengan sedikit mendesah tapi penuh kemenangan, ”opinimu tentangku bukan urusanku”.
Sementara di lagu ”Your Power”, Billie menceritakan relasi timpang jika berhubungan dengan orang yang jauh lebih berumur. Tema-tema lagu di album ini ibarat pengembangan kisah ”monster di bawah tempat tidur” pada album sebelumnya. Di album ini, ”monster” itu tak kalah mengerikan; ia berwujud relasi kuasa, hubungan toksik, dan pelecehan ketubuhan.
Dalam wawancara dengan podcaster Zane Lowe, Billie berucap, penulisan liriknya organik—tema yang mendatangi lagu. Dia dan abangnya ”hanya” berniat mengisi waktu selama wabah Covid-19 yang memaksa turnya distop dengan menulis lagu. Di sela-sela itu, Billie menjalani terapi psikologi saban Rabu.
”Ternyata banyak hal yang pernah kualami, banyak hal yang terjadi di sekitarku yang tidak sempat kuproses. Aku jadi lebih banyak berefleksi diri. Sesi terapi membantuku mengalirkan kisah-kisah itu. Begitu sebuah tema melekat pada lagu, rasanya ya ampuuun…,” katanya masih ceplas-ceplos.