Tujuh perupa spesialis tiga dimensi diundang untuk merespons sebuah alat penyeduh kopi manual bernama Artpresso. Karya-karya itu dipamerkan dalam 7 Artpresso-Where Art Meets Coffee, 7 Juli-7 Agustus 2021, di Yogyakarta.
Oleh
Nawa Tunggal
·4 menit baca
Artpresso bukan sekadar nama yang disematkan untuk sebuah alat penyeduh kopi hitam espreso manual tanpa listrik. Di situ bersemayam cita-cita dan seni menjaga kebahagiaan sederhana yang terlahir dari seduhan kopi.
Artpresso adalah sebuah alat manual untuk menyeduh kopi hasil rancangan Noor Asif, pemilik kedai kopi di selatan Kota Yogyakarta. Noor Asif merancang alat itu agar mudah digunakan pemilik kedai kopi di mana pun berada sekalipun di daerah yang belum terjangkau akses listrik.
Ia membuat semacam tabung air panas dengan tujuh sisi. Sisi sebanyak tujuh itu metafora makna kata dalam bahasa Jawa, yaitu pitu untuk angka tujuh. Kata pitu sebagai akronim kata pitulungan, yang bermakna ’pertolongan’. Lewat alat itu, termaktub sebuah doa Noor Asif yang dimohonkan kepada Yang Mahakuasa agar melancarkan bisnis kedai kopi.
Ia membuat semacam tabung air panas dengan tujuh sisi. Sisi sebanyak tujuh itu metafora makna kata dalam bahasa Jawa, yaitu pitu untuk angka tujuh. Kata pitu sebagai akronim kata pitulungan, yang bermakna ’pertolongan’.
Noor Asif kemudian mengundang tujuh seniman untuk membuat karya masing-masing berdasarkan Artpresso rancangannya. Seniman Hendra ”Blangkon” Priyadhani (40) memberi nama karya Artpresso-nya ”Guardian of Fun” atau Penjaga Kesenangan.
Hendra menjadi satu di antara tujuh seniman yang digandeng Noor Asif untuk merespons Artpresso, yang juga disebut sebagai Blackanswered itu. Sebutan ini merujuk alat tersebut sebagai jawaban untuk menghasilkan kopi hitam yang nikmat.
Para seniman yang dipilih untuk merespons Artpresso memiliki jejak karya tiga dimensi. Mereka diajak merespons dengan teknik assembling atau menambah dan merangkai benda untuk membentuk karya seni rupa tiga dimensi.
Pesan sederhana
Karya-karya itu dipamerkan di kedai kopi milik Noor Asif. Pameran bertajuk 7 Artpresso-Where Art Meets Coffee, 7 Juli-7 Agustus 2021, ini berlangsung di kedai kopinya yang ada di Desa Taman Tirto, Kecamatan Kasihan, Bantul.
Seduhan kopi pun bertemu dengan seni. Demikian kira-kira pesan sederhananya.
Para seniman lain yang diajak merespons Artpresso itu meliputi Ali Basarudin alias Ali Vespa, Arya Pandjalu, Bayu Widodo, Budi ”Bodhonk” Prakoso, Octo Cornelius Triandriatno, dan Stefanus Endry Pragusta.
”Guardian of Fun” karya Hendra ”Blangkon” memiliki sebuah patung anak kecil di dekat tuas pengungkit air kopi yang siap disajikan melalui pipa kecil ke cangkir.
Patung kecil itu disebut sebagai guardian atau penjaga rasa kesenangan. Hendra ingin merawat rasa bahagia setiap orang melalui seduhan kopi hitam yang dihidangkan dengan alat tersebut. Tambahan benda lain yang disematkan merupakan found object atau benda temuan, terutama dari bekas mainan anak-anak yang sudah terbuang atau tidak lagi dipakai.
”Di studio saya di Yogyakarta, saya memiliki bank untuk benda-benda temuan tadi. Saya memang menyiapkan benda-benda itu untuk karya-karya seni rupa tiga dimensi,” ujar Hendra dari tanah kelahirannya di Ponorogo, Jawa Timur, lewat telepon, Rabu (28/7/2021).
Patung guardian bocah kecil juga berasal dari peretelan boneka mainan anak- anak yang dikumpulkan Hendra. Selebihnya, ada tiga tuas pengungkit pada alat penyeduh kopi itu. Hendra merespons ketiganya dengan menempelkan bekas pegangan pintu. Di bagian lainnya, ia melekatkan ornamen-ornamen lubang kunci untuk tujuh sisi tabung air bagian bawah. Ornamen itu mempercantik karya.
Seniman lainnya, Bayu Widodo, menampilkan karya yang diberi judul ”Saudara Sekopi”. Ia merancang bentuk-bentuk patung figur manusia untuk tuas-tuas pengungkit ataupun ornamentasi tujuh sisi tabung air panasnya. ”Aku menambahi komikal figur-figur manusia untuk menunjukkan bahwa dengan kopi, kita bersaudara,” ujar Bayu yang mengelola sanggar seni rupa Survive Garage di Bantul.
Konsep karya ”Saudara Sekopi” begitu sederhana dan ringkas. Patung-patung figur manusia bertebaran di alat penyeduh kopi itu menunjukkan keinginan Bayu untuk sebuah persaudaraan lewat kopi.
Seniman peserta, Ali Basarudin, dengan teknik assembling-nya menebar kisah melalui karya Artpresso yang diberi judul ”Coffee for Everyone”. Arya Pandjalu membuat karya yang diberi judul ”Superhero”. Budi ”Bodhonk” pun menyajikan karya yang diberi judul ”Recycle in Peace (RIP)”. Octo Cornelius menghadirkan karya ”Happy Pressure”. Terakhir, Stefanus Endry dengan karyanya, ”The Covering”.
Kelangkaan
Setiap karya seni memiliki ikatan kebebasan yang otonom dari para seniman penciptanya. Namun, melalui pameran Artpresso ini, semua karya diberikan satu ikatan fungsional, yakni sebagai alat penyeduh kopi.
Kurator Sudjud Dartanto menyebutkan, pameran ini memiliki kelangkaan tersendiri. ”Mungkin baru pertama kali ini dibuat pameran karya para seniman yang merespons alat kerja sebuah kedai kopi,” ujar dosen ISI Yogyakarta tersebut.
Respons seniman tidak hanya sekadar menghadirkan kegairahan memodifikasi alat kerja. Mereka seperti menyemburkan oksigen lewat kisah dan filosofi karya.
Noor Asif tidak menduga konsep rancangan Artpresso-nya bisa disuguhkan menjadi bentuk-bentuk karya seni rupa yang berbeda. Ia mendirikan sebuah kedai kopi pada 2015 dan sejak itu tergerak merancang alat seduh sendiri. Pada 2016 jadilah Artpresso bikinannya sendiri.
Ternyata karya itu mengundang banyak peminat. Suatu kali pernah sampai menerima pemesanan 30 alat dalam satu bulan. Namun, seiring pandemi Covid-19, pemesanan itu pun kini makin meredup.
”Artpresso menjadi alat manual yang estetik. Semoga makin banyak pemilik kedai kopi yang bisa menggunakannya,” ujar Noor Asif yang pernah menempuh studi di Jurusan Seni Murni ISI Yogyakarta hingga tugas akhir yang tidak pernah dituntaskannya itu.