Budjana dan Pandemi yang Berwarna
Lima lagu yang tertuang di album ”Naurora” adalah sintesis perjalanan Dewa Budjana di dataran tinggi Jateng dan Jatim pada September 2020.
Gitaris Dewa Budjana merefleksikan masa penuh kecanggungan akibat pandemi ini lewat album teranyarnya, Naurora, yang dirilis pada 23 Juni. Lima lagu yang tertuang di album ini adalah sintesis perjalanannya di dataran tinggi Jateng dan Jatim pada September 2020 setelah ulang tahunnya yang ke-57.
Judul lagu yang dipakai sebagai judul album biasanya yang paling istimewa, setidaknya di mata pembuatnya. Kata ”naurora” adalah ciptaan Budjana yang berasal dari ”new” atau baru dan ”aurora” yang berarti cahaya. Arti gabungannya kira-kira adalah cahaya baru.
Karena dibuat dan dikeluarkan di masa pandemi, cahaya yang baru inilah yang nanti bakal bersinar ketika kekelaman pandemi berakhir. Entah kapan, Budjana pun tak bisa menjawabnya. Yang jelas, dia sudah membuat musik pengiringnya.
Nomor ”Naurora” dibuka dengan intro atmosferik yang tenang sekitar satu menit. Bagian ini diisi dengan denting piano dari Joey Alexander, nada panjang gitar akustik, juga mantra Tibet ”om ah hum” yang didaraskan penyanyi asal Malaysia Imee Ooi. Hening. Tempaan pelan Simon Phillips pada pucuk simbalnya memecah keheningan, ditambah pula dengan suara sampling tepukan kendang.
Lagu ini mulai menunjukan wajah sejatinya: struktur komposisi yang kompleks. Pola jazz dan rock berjejalin akrab, tanpa memusingkan mana yang lebih menonjol. Budjana menjelajahi gitar elektriknya dengan nada-nada tinggi. Sementara permainan piano Joey mengiringi penjelajahan nada Budjana dengan sabar, tak berpretensi dominan.
Sebagai lagu pembuka, ”Naurora” ibarat tulisan yang dimulai dengan kesimpulan. Gaya ini menuntut penjabaran pembuatnya. Budjana mematuhi tuntutan itu dengan empat nomor lainnya, ”Swarna Jingga”, ”Kmalasana”, ”Sabana Shanti”, dan ditutup dengan ”Blue Mansion”. Keempat lagu ini seolah menghadirkan fragmen-fragmen yang terbangun di ”Naurora”.
”Untuk lagu pembuka (album), saya memang memilih ’Naurora’ karena dirasa lebih universal, menggambarkan semesta ’baru’, warna-warni yang muncul setelah diselimuti kabut pandemi,” kata Budjana pada Kamis (22/7/2021). Jabaran itu terwakili pada sampul album—berlatar hitam dengan sosok Budjana berbalur bunga aneka warna.
Dari gunung
Inspirasi itu didapat Budjana setelah turun dari Gunung Lawu di Jateng, dan beberapa dataran tinggi lainnya pada September 2020. Dia meyakini, di tempat-tempat lain—pedesaan, perbukitan, dan gunung—ada ketenangan yang jauh dari hiruk-pikuk Covid-19.
”Saya merasa perlu melihat tempat dan suasana berbeda. Akhirnya saya jalan, naik gunung, keliling Jateng dan Jatim. Perasaan selama di tempat itu, juga warna-warni ajaib yang saya lihat di gunung jadi bahan cerita lewat lagu,” ucap gitaris yang sejak 1997 selalu merilis album solo, atau setidaknya mini album.
Nomor ”Kmalasana” menggambarkan pencariannya pada rasa tenang. Dia bilang, ”Kmalasana” adalah tempat untuk mencari tenang, dan bukan kebetulan, Kamalasana adalah nama desa tempat Empu Prapanca menyepi seperti yang dituturkan Kitab Negara Kertagama.
Ketenangan itu berdesau dalam lagu berdurasi sekitar tujuh menit. Lagunya mengalun pelan sejak awal. Petikan gitar akustik bertumpuk dengan gitar elektrik tanpa fret Budjana. Drummer Simon Phillips mengiringi ketenangan itu, dan baru main lebih ”lepas” di dua pertiga lagunya.
Setelah melewati hutan gelap, hitam, saya melihat sabana yang serba kuning semuanya, langitnya membiru. Tapi pemandangan cerah itu bisa hilang sekejap tertutup kabut
Sedangkan dalam lagu ”Sabana Shanti”, Budjana menggambarkan persinggahannya di padang rumput atau sabana saat menapaki Gunung Lawu. ”Setelah melewati hutan gelap, hitam, saya melihat sabana yang serba kuning semuanya, langitnya membiru. Tapi pemandangan cerah itu bisa hilang sekejap tertutup kabut,” ujarnya.
Citra kebiruan di sekitar sabana itu dituliskan sebagai judul lagu ”Blue Mansion”. Sementara imaji jingga tertuang di lagu ”Swarna Jingga”. Menurut Budjana kepada Kompas pada Maret 2021, jingga adalah spektrum warna yang menguatkan kehidupan.
Lagu ”Naurora” bersama ”Sabana Shanti” dirilis berbarengan dengan albumnya. Tiga lagu lainnya telah mengudara duluan sejak Oktober 2020 (”Kmalasana”), Desember 2020 (”Blue Mansion”), dan Maret 2021 (“Swarna Jingga”) sebagai singel.
Album ini diproduksi label Mehsada, dengan distribusi dalam negeri oleh Demajors. Sedangkan pasar internasional dikelola Moonjune Records yang berbasis di New York, AS. Saat ini, yang telah beredar adalah album berformat digital, CD, dan kaset. Format piringan hitam segera menyusul.
Rekaman di rumah
Seperti meneruskan kebiasaan sejak album Samsara (2002), Budjana selalu mengajak musisi internasional mengiringi karyanya. Di album solonya yang ke-12 ini, ada 10 pemusik lintas negara. Selain yang sudah disebut, nama lainnya adalah Ben Williams (bas), Dave Weckl (drum), Gary Husband (piano dan synthesizer), Jimmy Johnson (bas), Mateus Asato (gitar), dan Paul McCandless (saksofon sopran).
Isian setiap musisi dikerjakan dan direkam dari rumah atau studio masing-masing. Budjana mengirimkan komposisi panduan melalui surel kepada musisi yang sudah menganggukan kepala menerima pinangannya. “Rekaman jarak jauh adalah solusi bagi musisi di masa pandemi ini untuk terus berkarya,” ucap gitaris band Gigi ini.
Rekaman bareng hanya terjadi dengan Joey Alexander ketika pianis itu mudik ke tanah air, Februari silam. ”Awalnya sama Joey itu cuma satu lagu (‘Naurora’). Tapi saya tawarin main satu lagu lagi (‘Sabana Shanti’) dia mau. Lagu ‘Naurora’ itu empat kali take bagian solo Joey, walau akhirnya yang disepakati dipakai adalah take pertama juga, ha-ha-ha,” katanya.
Pelibatan musisi internasional bereputasi baik adalah keniscayaan bagi Budjana. Dia ingin album solonya ditorehkan ”tanda tangan” para musisi berpengaruh, selain untuk memperkaya musikalitasnya. Drummer sarat pengalaman Dave Weckl dan Simon Phillips, misalnya, ”mengajari” Budjana membangun pondasi komposisi lagu. Sedangkan keterlibatan saksofonis Paul McCandles bermuatan sentimental.
”Umurnya (Paul) sudah 70 tahun lebih. Saya pengagum dia sudah lama, baik karya solo dan band Oregon-nya. Tiupan dia itu seperti membuat suasana adem,” kata Budjana yang berjumpa langsung dengan Paul pada perhelatan Jazz Gunung tahun 2017.
Tiupan adem Paul bisa disimak di nomor ”Sabana Shanti”. Di pertengahan lagu, Budjana seperti mengalah memberi ruang bersolo untuk Paul, yang disambung dengan bagian solo Joey dengan piano akustiknya. Ben Williams dengan kalem mengiringi ”komunikasi” pemusik antargenerasi itu pakai bas upright. Memang adem, sih.