EKI Dance Company, Menari Senada Perubahan Zaman
Perjalanan panjang yang disertai kreativitas, semangat kekeluargaan, dan kedisiplinan membawa Sanggar Tari Eksotika Karmawibhangga Indonesia (EKI Dance Company) memasuki usia 25 tahun.
Perjalanan panjang yang disertai kreativitas, semangat kekeluargaan, dan kedisiplinan membawa Sanggar Tari Eksotika Karmawibhangga Indonesia (EKI Dance Company) memasuki usia 25 tahun. Kini, di tengah perubahan zaman dan tantangan pandemi, perusahaan tari ini berusaha beradaptasi demi kecintaan mereka pada dunia seni.
Semangat menyambut perubahan itu terasa pada perayaan 25 tahun Eki Dance Company ”Cerita Dari Manggarai” sekaligus peluncuran logo baru yang diselenggarakan pada Sabtu (3/7/2021). Acara yang disiarkan secara virtual ini dihadiri oleh pendiri EKI Dance, Aiko Senosoenoto dan Rusdy Rukmarata. Hadir pula Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid, serta perwakilan penari Ara Aji Siwi dan Kresna ”Peceng” Wijaya.
Direktur Artistik EKI Dance Company Rusdy Rukmarata mengatakan, lima tahun sebelum pandemi, perubahan sudah terasa. Pertunjukan seni yang biasanya mengandalkan cara-cara lama berkembang menjadi lebih modern. Ekspektasi penonton juga berkembang pesat.
Perubahan ini, selain menghadirkan antusiasme, juga membawa tantangan. ”Masuk ke era milenial ini, kami enggak ada referensi harus bagaimana. Padahal ada sarana, fasilitas, dan penonton-penonton baru. Mereka datang dengan ekspektasi yang baru,” ujar Rusdy.
Beruntunglah, perusahaan tari ini mempunyai seniman-seniman muda yang menjadi bagian dari perubahan. Akhirnya, bersama para seniman, musisi, dan penari, ia mempelajari platform pertunjukan baru termasuk pertunjukan virtual yang dianggap akan menjadi bagian dari normal baru. Dengan semangat perubahan ini, EKI Dance Company bersiap menyambut 25 tahun kedua, bahkan kalau bisa, menurut Rusdy, mencapai usia 100 tahun.
Menurut Direktur Utama EKI Dance Company Aiko Senosoenoto, kunci kesuksesan EKI Dance Company terletak pada semangat kekeluargaan selain kreativitas dalam berkesenian. Di tengah perubahan zaman ini, menurut dia, regenerasi penari menjadi penting untuk memastikan perusahaan ini terus berjalan. Selain itu, pendekatan perusahaan juga dipilih untuk memastikan EKI tetap berjalan dan tidak lagi bergantung kepada pendirinya.
Untuk membuktikan kesungguhannya dalam menyambut perubahan, selama beberapa tahun terakhir EKI beradaptasi menciptakan pementasan-pementasan virtual. Bekerja sama dengan Indonesia Kaya, misalnya, perusahaan tari ini menciptakan pementasan musikal berjudul Lutung Kasarung. Dalam pementasan ini, Rusdy berperan sebagai sutradara teater dan koreografer. Ia menggandeng Nia Dinata sebagai sutradara film. Drama musikal ini diperankan oleh EKI Dance Company, Gusty Pratama, dan Beyon Destiano.
Dalam pertunjukan virtual ini, penonton diajak menikmati pertunjukan tari ibarat menonton film musikal. Gerakan tari, pencahayaan, tata panggung, dan aransemen musik disesuaikan dengan kebutuhan tayangan untuk gawai. Detail ekspresi penari serta naik turunnya emosi membuat penonton betah menyaksikan pertunjukan meskipun mereka ada di rumah saja.
Lutung Kasarung ditayangkan pertama kali pada 27 Agustus 2020 di akun Youtube Indonesia Kaya. Hingga Juli 2021, drama musikal ini sudah disaksikan 768.000 kali. Tayangan ini disukai 5.400 orang. Sebanyak 639 orang meninggalkan komentar.
Salah satu penonton, Herrisya Puja Meidina, menuliskan, ”SUKA BANGEEETTTTTT. Tolong dibuat cerita yang seperti ini lagi plisss biar adik-adik milenials kita bisa menikmati cerita dongeng masa kecilnya seperti era 1990-2000-an duluuu”.
Selain kolaborasi dalam pementasan virtual, EKI juga menyelenggarakan workshop tari virtual dan menciptakan konten menarik yang ditayangkan di platform sosial media, seperti Youtube, Instagram, dan Tiktok. Untuk merayakan usia 25 tahun, EKI berencana membuat Reenactment Musikal-Musikal EKI (2021) dan Musikal Kendedes (2022).
Putus sekolah
Perjalanan seperempat abad EKI Dance Company bermula dari keprihatinan Rusdy dan Aiko pada generasi muda yang terjerat narkoba dan hubungan seksual tidak aman. Sebagian anak muda juga hidup dalam keluarga broken home, putus sekolah, atau bahkan hidup di jalanan.
Pada 1996, pasangan ini mengajak anak-anak muda tersebut ke rumah mereka. Rusdy, yang berprofesi sebagai koreografer, melatih anak-anak muda menari. Dalam perjalanannya, banyak tokoh seni Indonesia yang juga berpartisipasi. Pada 1997, Sujiwo Tejo pernah melatih drama dan vokal. Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid juga pernah mengajar di awal-awal terbentuknya EKI Dance Company.
Di EKI Dance Company, generasi muda ditempa menjadi sosok yang kreatif. Mereka tinggal di asrama dan berlatih bersama di studio yang terletak di daerah Manggarai, Jakarta Selatan. Saat ini, sebagian generasi muda sudah menjadi seniman profesional. Mereka mewarnai panggung pertunjukan Indonesia sebagai penari, aktor, dan musisi. Hal ini menunjukkan bahwa EKI Dance Company telah menjadi kanopi budaya dan seni di Indonesia.
Dalam 20 tahun perjalanannya, EKI telah melahirkan sejumlah pementasan yang sebagian besar berupa pertunjukan musikal, seperti seperti Ken Dedes (1997), Laki-laki (1999), Madame Dasima (2001), China Moon (2003), Lovers and Liars (2004), Battle of Love (2005), Freakin’ Crazy You (2006), Miss Kadaluwarsa (2007), Jakarta Love Riot (2010), Kabaret Oriental (2012), Lagu Rama Ragu (2016), Hwana Punya Story in New York (2017), Ada Apa dengan Sinta? (2018).
Di tengah pandemi, perubahan semakin terasa mengingat banyak pementasan berhenti dan gedung-gedung pertunjukan juga mendadak sepi. Namun, memasuki usia ke-25, EKI Dance bertahan. Mereka berkolaborasi dan tetap berkarya menghasilkan beberapa film musikal, antara lain Jaka Tarub (2020), Calon Arang (2020), dan Lutung Kasarung (2020).
Penari EKI Dance Company, Kresna ”Peceng” Wijaya, bergabung dengan EKI sejak 15 tahun lalu. Semula, ia bergabung sebagai kru pertunjukan. Oleh Rusdy dan Aiko, ia lalu diajak berlatih sebagai penari latar. Bergabung dengan EKI memberikan kebahagiaan untuk Peceng.
”Menari di hadapan banyak orang, dengan respons positif penonton yang luar biasa, ini adalah kebahagiaan tersendiri. Selain itu, di EKI Dance aku merasa menemukan keluarga dan bisa terus mengembangkan diri,” ujar penari asal Bali ini.
Menari di hadapan banyak orang, dengan respons positif penonton yang luar biasa, ini adalah kebahagiaan tersendiri. Selain itu, di EKI Dance aku merasa menemukan keluarga dan bisa terus mengembangkan diri.
Peceng menceritakan, awal mula bergabung dengan EKI Dance Company, tawaran untuk manggung masih sedikit. Pendapatan juga pas-pasan. Sekarang, proyek pertunjukan semakin banyak. Semakin lama berlatih, Peceng semakin tertantang karena dari 30 penari EKI Dance Company, sebanyak 60 persennya merupakan penari-penari baru.
Mereka punya referensi tari dan skill yang luar biasa. Untuk mempelajari gerakan dance K-pop dan hip-hop, misalnya, generasi muda cepat memahami. Peceng, sebagai salah satu penari senior, merasa tertantang untuk bisa mengimbangi kemampuan ”adik-adiknya”. Ia juga tertantang mengikuti dunia yang terus berkembang. ”Sekarang aku harus rajin ngobrol dengan penari muda mengenai apa yang sedang viral,” katanya.
Sementara itu, Ara merasa EKI Dance telah membantunya mencintai diri sendiri. Ara bergabung dengan EKI saat ia berusia 13 tahun. Saat itu, ia merasa tidak nyaman dengan tubuhnya yang lebih besar dari teman-teman seusianya. Oleh orangtua, Ara diminta berlatih balet. ”Awalnya aku merasa enggak bisa, that’s not me. Anehnya, setelah latihan, aku merasa happy dan lebih percaya diri dalam bergaul,” ujar penari yang kini berusia 21 tahun itu.
Di tengah perubahan zaman ini, menurut Ara, seorang koreografer tidak cukup membuat gerakan tari yang enak dilihat dalam pertunjukan di panggung. ”Kalau mau dibuat pementasan virtual, kita juga harus memperhatikan banyak aspek lainnya, seperti posisi kamera,” ujarnya.
Perayaan usia ke-25 ini, menurut Ara, harus menjadi momentum agar perusahaan tari itu bisa lebih siap menyambut perubahan zaman. Selain itu, usia 25 tahun ini juga menjadi tanda bahwa kesenian di Indonesia akan terus berkembang. ”Buktinya, jumlah penari di EKI Dance sekarang lebih banyak yang muda-muda. Ini berarti regenerasi kesenian berjalan dan kesenian Indonesia punya masa depan,” katanya.
Bagi Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid, EKI Dance mempunyai nilai yang lebih dari sekadar kesenian. ”Dilihat dari latar belakangnya saja, ada anak-anak muda putus sekolah yang menghadapi masalah-masalah sosial. Tetapi, energi anak muda itu apabila diolah dengan baik dapat menjadi seni pertunjukan yang luar biasa,” katanya.
Keberadaan EKI Dance, menurut dia, sangat penting apalagi di tengah pandemi yang tidak pasti. ”Situasi pandemi ini kita tidak tahu kapan berakhir. Namun, di tengah pandemi ini, kita merasakan pentingnya gerakan kebudayaan, seperti seni pertunjukan, film, dan sastra, untuk membantu kita bertahan,” ujarnya.