Di Era ”Streaming”, Cerita Otentik Menjadi Kekuatan Film
Seiring hadirnya medium ”streaming”, pembuat film tidak perlu bernafsu membuat film yang bisa diterima masyarakat global. Pembuat film justru perlu melihat kembali kisah-kisah otentik yang ada di sekitarnya.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kehadiran platform streaming membuat film dari berbagai negara dapat diakses penonton di seluruh dunia. Fenomena ini turut memicu banjir konten. Agar bisa bersaing, film perlu mengedepankan cerita otentik lokal guna menarik minat penonton global.
SEA Content Director Netflix Malobika Banerji mengatakan, terdapat miskonsepsi mengenai cara membuat sebuah film agar menjadi fenomena global. Pembuat film sesungguhnya tidak perlu berkarya dengan pola pikir bahwa film yang dibuat harus menyasar pasar global.
”Yang utama adalah cerita yang otentik terhadap tempat, budaya, dan pembuat film serta sudut pandang jelas yang ingin disampaikan kreator. Jika membuat film dengan tujuan global, mereka akan berkompromi sehingga memengaruhi bagaimana film beresonansi kepada penonton,” kata Banerji dalam diskusi virtual Netflix, ”Bringing Best-in-Class Local Stories to the World”, Rabu (23/6/2021).
Banerji melanjutkan, banyak kasus telah menunjukan keberhasilan film selain dari Hollywood yang akhirnya terkenal karena kuat dari segi cerita. Selain Korea Selatan, konten dari Thailand, seperti serial Girl From Nowhere (2018-sekarang) di Netflix telah mendapat sambutan menarik karena keunikan ceritanya.
Produser Base Entertainment, Shanty Harmayn, menambahkan, pola konsumsi dan produksi film telah berubah karena kehadiran platform streaming. Penonton kini memiliki akses untuk mencari film baru, segar, dan beragam. ”Penonton global bisa menemukan relevansi dan kebaruan meskipun dalam bahasa lain,” ujarnya.
Menurut dia, dalam membuat film yang relevan, pembuat film tidak perlu membuat karya berdasarkan konteks luas agar diterima masyarakat global. Pembuat film justru perlu melihat kembali cerita-cerita intim tentang koneksi manusia yang ada di kehidupan lokal, misalnya tentang hubungan ibu dan anak, aspirasi perempuan muda, atau kegemaran ibu paruh baya.
Selain itu, lanjutnya, pembuat film tidak perlu mengikuti formula film-film yang telah sukses sebelumnya. Setiap film memiliki standar sendiri agar ruang kreativitas untuk bereksplorasi tidak terbelenggu.
Karena itu, pembuat film perlu mengobservasi karakter nyata yang ada di sekitar. Sineas muda perlu memahami dan menebalkan keterampilan dalam storytelling. ”Film yang sudah bagus dan true to itself akan bersinar,” ujar Shanty.
Produser Palari Films, Meiske ”Dede” Taurisia, mencontohkan, film Ali & Ratu Ratu Queens yang tayang di Netflix membahas potret seorang pemuda yang merindukan koneksi dengan ibunya. Meskipun berlatar di New York, Amerika Serikat, film ini tetap mengambil sudut pandang diaspora Indonesia yang tinggal di New York.
Posisi Indonesia
Banerji menyebutkan, Netflix baru mulai mengeksplorasi industri perfilman Indonesia. Untuk itu, perusahaan asal Amerika Serikat ini masih fokus mencari tahu apa yang ingin disampaikan pembuat film dan jenis konten yang bisa menjadi prioritas.
Netflix mencari konten dalam berbagai genre dan format, yaitu film, animasi, dokumenter, serial, dan serial pendek, untuk mengakomodasi selera semua penonton. Selain itu, Netflix juga akan mendukung pembentukan ekosistem di Indonesia, baik dari segi keahlian, sumber daya, maupun alat, demi mewujudkan konten-konten tersebut.
”Apa yang saya tahu adalah banyak cerita dan talenta yang menunggu untuk disentuh dan ini yang membuat kami bersemangat di Indonesia. Indonesia memiliki populasi 276 juta orang dan ini berarti ada 276 juta cerita yang menunggu diceritakan,” tutur Banerji.
Karena baru mengeksplorasi, Banerji mengatakan, tidak adil untuk membandingkan Indonesia dengan pasar-pasar yang sudah mapan, seperti Amerika Serikat dan Korea Selatan. Kedua negara ini menjadi contoh bahwa ekosistem yang kokoh tidak bisa terwujud secara instan. Hollywood dan Hallyuwood saat ini adalah hasil investasi selama puluhan tahun.
Shanti turut menyoroti pentingnya pembuat film di Indonesia meraih kesempatan saat ini untuk menghadirkan film terbaik karena sudah banyak platform streaming tersedia untuk distribusi film. Namun, pembuat film perlu mempersiapkan ide yang matang terlebih dulu.
”Ide yang sangat kuat harus melalui proses pematangan terlebih dulu. Jangan melempar ide mentah karena bisa kandas terlalu pagi. Ide itu harus kuat dan baik dengan sudut pandang menarik,” ujarnya.