Sebanyak 104 galeri dari 23 negara di dunia mengikuti Art Basel Hong Kong 2021 dan dikemas hadir di ruang pamer dengan konsep satelit. Ruang pamer itu ibarat satelit yang dikendalikan dari jarak jauh.
Oleh
Nawa Tunggal
·5 menit baca
Susunan balok es dibentuk menyerupai figur manusia berkaca mata. Proses melelehnya selama tujuh jam direkam dari berbagai sudut, kemudian rekaman dimampatkan menjadi tiga video pendek untuk dihadirkan di Art Basel Hong Kong 2021.
Ini satu-satunya karya fisik yang dihadirkan di ruang pamer satelit galeri ROH Projects di pameran seni rupa kontemporer kelas dunia yang berlangsung di Hong Kong Convention and Exhibition Centre (HKCEC), 19 – 23 Mei 2021. ROH Projects tercatat pula sebagai satu-satunya galeri asal Indonesia yang turut serta di ajang Art Basel Hongkong ke sembilan tersebut.
Sebanyak 104 galeri dari 23 negara di dunia mengikuti Art Basel Hong Kong 2021 dan dikemas hadir di ruang pamer dengan konsep satelit. Ruang pamer itu ibarat satelit yang dikendalikan dari jarak jauh. Para pemilik galeri dan kru penyelenggara maupun senimannya tidak perlu hadir.
Pandemi Covid-19 membuat ajang seni ini harus mencari cara agar tetap terlaksana. Otoritas Hong Kong mewajibkan setiap pendatang dari negara lain harus menjalani masa karantina cukup lama, yakni 21 hari.
Pihak penyelenggara kemudian bekerja sama dengan para awak penerbangan yang banyak menganggur selama pandemi. Mereka melibatkan dan melatih para pramugari yang selama pandemi Covid-19 ini tidak bekerja untuk menjadi bagian dari pelaksana Art Basel Hong Kong 2021. Kolaborasi dan inovasi menjadi kunci menarik penyelenggaraan pameran ini.
Selain karya seni yang dihadirkan secara fisik, juga digelar pameran daring. Beragam situs dan aplikasi pun secara mudah dapat diakses dari mana saja. Keikutsertaan ROH Projects di Art Basel Hongkong 2021 ini untuk ke tujuh kalinya.
Dengan aplikasi Art Basel yang diunduh melalui telepon seluler Android, bisa dilihat deretan 104 galeri peserta Art Basel Hong Kong 2021 masih didominasi karya-karya dua dimensi seperti lukisan. Gajah Gallery yang berbasis di Yogyakarta dan Singapura, di layar gawai tampak menampilkan deretan lukisan para seniman Asia Tenggara yang digandeng, meliputi Ashley Bickerton, Erizal As, Jane Lee, Rudi Mantofani, Suzann Victor, dan Yunizar.
Selain lukisan, karya eksperimental juga ditampilkan, seperti oleh Arario Gallery dari Seoul, Korea Selatan. Di layar gawai tampak sebuah gitar dengan dawai-dawainya digantikan lembar kertas gulungan yang dipasang seperti pada mesin pencetak kuitansi belanja. Ada nada satire di dalam karya eksperimental tersebut. Gitar bukan lagi menghasilkan nada petikan dawai, melainkan lembar catatan belanja.
Asia Art Center menyuguhkan karya-karya abstrak Fadjar Sidik (1930 – 2004) asal Indonesia dan Lee Tsai-chien (kelahiran 1928) asal Taiwan. Aplikasi di ponsel itu menyediakan telusur detail untuk setiap karya.
Begitu pula disediakan sarana konektivitas terhadap setiap galeri dengan menyertakan alamat surat elektronik, nomor telepon yang bisa dihubungi, atau lewat media pesan yang tersedia. Interaksi seperti penawaran harga dilakukan melalui sarana ini dan begitu kental terasa menyiratkan pesan relevan dengan ruang pamer satelit yang meniadakan perjumpaan secara fisik.
Karya satelit
Rekaman video es meleleh berjudul “Companion”, merupakan karya kolaborasi seniman Gary-Ross Pastrana yang berbasis di Manila, Filipina, bersama Tromarama dan Davy Linggar yang berbasis di Jakarta. “Proses pengerjaannya juga secara satelit. Gary dari Manila tidak perlu hadir di Jakarta,” ujar Davy Linggar, Selasa (18/5/2021) di Jakarta.
Karya “Companion” berawal dari gagasan Gary untuk merespons situasi yang berkembang seperti pandemi Covid-19 saat ini. Gary menyampaikan gagasan antropomorfisme berupa karakteristik manusia yang dipindahkan kepada sesuatu bukan manusia.
Kemudian lahirlah ide untuk menggunakan media balok es yang dibentuk menyerupai figur manusia. Gagasan itu lalu dieksekusi Davy Linggar bersama Tromarama di Jakarta.
Balok-balok es disusun meninggi. Beberapa imbuhan seperti kacamata, dedaunan dan ranting, potongan benda berbentuk telapak tangan, dan sebagainya, disematkan di bangunan es balok tersebut. Bentuknya manusia setinggi sekitar 150 sentimeter.
Kami tidak memberikan pesan apa-apa atas karya ini, supaya para penikmatnya bebas menginterpretasikan. -- Davy Linggar
“Balok-balok es disusun di atas kaca. Setiap balok es memiliki dimensi sekitar 20 X 10 sentimeter dengan panjang beragam. Susunan balok es tidak ada yang dipahat,” ujar Davy Linggar.
Setelah tersusun, balok-balok es itu dibiarkan meleleh. Davy Linggar bersama Tromarama menggunakan empat kamera untuk merekamnya. Satu kamera digunakan untuk posisi diam merekam dari depan, satu kamera merekam diam dari posisi bawah. Dua kamera berikutnya digunakan bergerak untuk merekam secara detail proses pelelehan.
Proses pengambilan gambar selama es balok meleleh sampai habis memakan waktu tujuh jam. Video rekaman kemudian dimampatkan dan dipecah menjadi tiga rekaman video dengan isi dan durasi berbeda-beda, berkisar antara tiga hingga enam menit. Ketiga video inilah yang kemudian dipamerkan di ruang pamer galeri ROH Projects di Art Basel Hong Kong. Penikmat karya pun bisa menikmati melalui tiga layar televisi.
“Kami tidak memberikan pesan apa-apa atas karya ini, supaya para penikmatnya bebas menginterpretasikan,” ujar Davy Linggar.
Direktur ROH Projects Jun Tirtadji mengatakan, “Companion” sebagai respons dan ekspresi terhadap situasi pandemi Covid-19 selama ini. Proses es meleleh sebagai perubahan dari wujud padat menjadi cair dan gas ibarat situasi di masa pandemi yang mengubah, bahkan menghilangkan relasi bersama satu sama lain.
“Bagi saya, karya ini membicarakan persoalan memori. Memori itu misalnya, ada banyak teman di masa pandemi yang tidak bisa bersama lagi, kemudian ada lagi soal keinginan menjadi sesuatu yang berbeda di masa pandemi atau setelahnya nanti,” ujar Jun.
Setelah tahun kedua berada di tengah-tengah tekanan pandemi Covid-19, para pemilik galeri dan seniman, perlahan menemukan bahasa baru melalui keniscayaan teknologi. Ratusan galeri berkolaborasi dengan para seniman dari seluruh dunia untuk menyajikan pameran secara virtual.
Art Basel Hong Kong bahkan setiap hari menyelenggarakan siaran langsung dari ruang pameran. Karya-karya para seniman sebagian besar merupakan respons terhadap “kebuntuan” inter-relasi manusia selama pandemi. Kendati begitu, seniman tak boleh menyerah, karena teknologi menjadi media baru yang menyediakan banyak kemungkinan untuk berekspresi dan berkomunikasi.