Seni untuk Berbagi
Pameran itu bertajuk ”AGSI Berbagi Kasih dari Seni”, berlangsung 24 April hingga 5 Mei 2021.
Pandemi Covid-19 belum berlalu, tetapi musibah dari beragam bencana alam pun tak terelakkan. Asosiasi Galeri Seluruh Indonesia atau AGSI bergerak untuk sebisa mungkin membantu lewat seni. Betapa indahnya berbagi.
Sebuah patung berbahan perunggu seperti figur orang yang sedang melambaikan tangan. Lambaian itu untuk membahagiakan sesamanya.
Itulah patung karya Yani Mariani Sastranegara. Yani memberi judul karya itu Lagu Gembira (2009). Patung ini berbahan perunggu dengan dimensi 53 sentimeter x 65 sentimeter x 105 sentimeter.
”Karya saya ini mengejawantahkan rasa sukacita, karya yang menerbitkan rasa gembira,” ujar Yani Mariani, Kamis (29/4/2021).
Yani memungut makna lambaian tangan sebagai ungkapan kegembiraan, lambaian tangan sebagai lagu gembira.
Patung perunggu Lagu Gembira itu dengan dua penopang kaki. Di bagian atasnya terdapat tubuh, tetapi tanpa kepala. Bagian kepalanya tergantikan dengan enam lengan berjajar seperti tangan-tangan seorang dirigen atau konduktor yang sedang mengorkestrasi komposisi lagu. Keenam lengan tangan itu melambai penuh riang.
”Bukankah sebuah lambaian tangan itu tanda gembira?” tanya Yani.
Karya patung Yani sebagai salah satu karya yang dihadirkan dalam pameran daring atau dalam jaringan yang diselenggarakan AGSI. Pameran itu bertajuk ”AGSI Berbagi Kasih dari Seni”, berlangsung 24 April hingga 5 Mei 2021.
”Sudah ada beberapa karya yang mendapat apresiasi publik. Sebagian hasilnya ingin disumbangkan kepada masyarakat yang terdampak bencana alam akhir-akhir ini,” tutur Ketua AGSI Maya Sudjatmiko.
Ada sembilan dari 15 galeri anggota AGSI yang berpartisipasi dengan menghadirkan koleksi karya para seniman. Sebagian besar karya berupa lukisan dari para seniman yang meliputi Adi Kaneko, Aditya Novali, Anastasia Astika, Anggar Prasetyo, Anton Subiyanto, Ardison, Arie Diyanto, Ayu Arista Murti, Bambang BP, Bob Sick Yudhita Agung, Dadan Setiawan, Dadang Rukmana, Djoeari Soebardja, Ella Wijt, Gabriel Aris, Guntur Timur, Gusmen Heriadi, Hojatul, Hono Sugeng Nugroho, Januri, Ketut Teja Astawa, Ketut Susena, Loli Rusman, Marisa R Mouna, Nurhidayat, Pratomo Sugeng, Redha Sorana, Rendy Raka Pramudya, Rieswandi, Rizal Hasan, Soni Irawan, Tommy Wondra, Yerry Padang, Yuki Nakayama, dan Yani Mariani.
Ada sejumlah karya yang beraneka dari sekitar 37 seniman dihadirkan. Maya Sudjatmiko mengutarakan, beberapa nama merupakan seniman yang telah lama tidak hadir di dalam pameran-pameran sekarang ini.
”Pameran ini sekaligus mengajak kembali para seniman untuk bangkit dan berbagi kepada sesamanya,” ujar Maya.
Tidak spesifik
Karya-karya yang dipamerkan tidak mengambil tema spesifik. Ragam tema pun mengalir dari yang ringan dan santai hingga ke tema-tema persoalan sosial terkini.
Seniman Gusmen Heriadi menghadirkan lukisan yang diberi judul News #8 (2012), media cat akrilik di atas kanvas berukuran 140 sentimeter x 140 sentimeter. Gusmen menghadirkan tema sosial di era informasi.
Gusmen melukis seseorang yang hanya tampak kedua kakinya sedang duduk di kursi panjang. Tubuhnya tertutup koran-koran yang sedang dibacanya.
Gusmen melukiskan banyak tangan memegang banyak helai koran. Gusmen ingin mengesankan betapa banyak informasi yang begitu mudah dilahap setiap orang. Zaman sekarang telah berubah.
”Masyarakat dan media massa adalah dua hal yang selalu berkaitan. Bagaimana ketika seorang individu atau masyarakat tidak memiliki filter dari setiap informasi yang diterima?” ujar Gusmen.
Gusmen mengkhawatirkan perubahan dari pesatnya perkembangan teknologi media dan informasi. Di antaranya ada ragam informasi yang bisa menyesatkan masyarakat sehingga dibutuhkan filter atau penyaring bagi setiap informasi.
Seniman Hojatul menampilkan karya lukisan yang diberi judul Berita Hari Ini (2010) dengan media cat akrilik di atas kanvas 140 sentimeter x 160 sentimeter. Hojatul melukiskan dua boneka putih. Satu boneka di sebelah kiri berukuran lebih besar sebagai figur yang sedang duduk dan tertunduk. Di sebelahnya Hojatul melukiskan figur boneka Marionette dengan benang penggerak dari atas. Boneka ini ukurannya lebih kecil.
Seperti Gusmen, karya Hojatul menyiratkan satire di era informasi. Kini, beragam berita selalu hadir dan berubah dengan begitu cepat. Lukisan Berita Hari Ini mengisahkan tentang berita yang seperti boneka Marionette. Ia bergerak dan hadir di tengah kita tanpa kita tahu siapa yang menggerakkannya.
Boneka besar adalah kita yang kerap tertunduk dan lesu ketika dicekoki beragam berita tertuang di beragam media. Apalagi ketika berita itu seperti boneka Marionette yang bisa dimain-mainkan oleh orang tertentu.
Kepenuhan berita di otak kerap menjadi tekanan tersendiri. Seniman Loli Rusman menyiruk kepada persoalan memori yang penuh dan perlu dihapus, maka lahirlah lukisan bercorak abstrak berjudul Hapus Memori (2018), media cat akrilik di atas kanvas berukuran 200 sentimeter x 150 sentimeter.
Berita-berita yang tidak diperlukan bisa merasuki dan memenuhi ingatan dan pikiran kita. Makanya perlu dihapus.
Keseharian
Karya-karya lain banyak yang bertumpu pada peristiwa-peristiwa keseharian. Seperti seniman Anton Subiyanto memetik peristiwa pertemuan keluarga dengan karya lukisan berjudul Family Day (2010), media cat akrilik di atas kanvas berukuran 140 sentimeter x 200 sentimeter.
Anton menorehkan figur manusia-manusia berparuh sedang berkumpul dan berbincang. Meski tampak sebagai peristiwa keseharian, Anton memberikan latar lukisan berupa sketsa ular besar di balik mereka yang sedang berkumpul.
Gambar ular besar menjadi sebuah metafora ancaman. Di ruang keseharian kita memang tidaklah jarang terjadi ancaman yang selalu mengintip suatu kebersamaan.
Arie Diyanto menyuguhkan lukisan berjudul Whole (2010), dengan media campuran berukuran 200 sentimeter x 150 sentimeter. Arie melukiskan tubuh manusia tergeletak dan tertembus banyak anak panah. Di sekelilingnya terdapat selimut-selimut aneka warna. Karya Arie ini mengiaskan naas yang tak terhindar dari ruang nyaman kita.
Sedikit bermain imajinasi liar, seniman Ardison menampilkan karya lukisan berjudul Buto Ijo (2000), media cat akrilik di atas kanvas 100 sentimeter x 100 sentimeter. Ada figur manusia berbaju putih bercelana biru dengan tangan tertelungkup di tengkuk yang bajunya dicengkeram oleh seseorang bertubuh hijau. Mungkin inilah Buto Ijo.
Figur bertubuh hijau menenteng sebuah tongkat pemukul. Di sisi paling kanan terdapat figur lain yang terjatuh di lantai. Ardison bermain-main dengan metafora mistik Buto Ijo, tentang manusia yang sesungguhnya bisa berubah menjadi ancaman bagi manusia lainnya.
Kejenakaan juga menjadi tema karya lukisan yang dipamerkan, seperti karya Ayu Arista Murti. Ayu menghadirkan lukisan yang diberi judul Miss Cleaning Service (2001), media campuran berukuran 100 sentimeter x 60 sentimeter.
Ayu menghadirkan keriangan seorang perempuan yang sedang menyapu halaman dengan sapu lidinya. Di situ ada aneka buah bergantungan. Karya Ayu mengingatkan bahwa setiap pekerjaan apa pun jenisnya haruslah dijalani dengan penuh keriangan.
Pameran ”AGSI Berbagi Kasih dari Seni” mampu menjadi jendela imajinasi para seniman. Karya-karya ditawarkan untuk keriangan berbagi.