Sejumlah sineas keturunan Asia bersinar di penghargaan Oscar ke-93 pada Minggu (25/4/2021) atau Senin pagi WIB. Mereka membawa pulang piala ketika kekerasan terhadap warga keturunan Asia di AS kian mengkhawatirkan.
Oleh
HERLAMBANG JALUARDI
·5 menit baca
Sejumlah sineas keturunan Asia bersinar di penghargaan Oscar ke-93 pada Minggu (25/4/2021) atau Senin pagi WIB. Sutradara kelahiran Beijing Chloé Zhao dan aktris asal Korea Youn Yuh-jung adalah dua di antaranya. Mereka membawa pulang piala ketika kekerasan terhadap warga keturunan Asia di AS makin mengkhawatirkan.
Kemenangan film Nomadland besutan Chloé Zhao sebagai Film Terbaik, serta piala untuk Youn Yuh-jung sebagai Aktris Pendukung Terbaik seperti déjà vu pada Piala Oscar tahun lalu. Ketika itu, film berbahasa Korea, Parasite, memuncaki berbagai acara penghargaan film di AS.
Bong Joon-ho, sutradara Parasite, melontarkan saran menarik ketika filmnya memenangi Piala Golden Globe. ”Jika berhasil meruntuhkan batas bahasa, kita akan dipertemukan pada lebih banyak lagi film menakjubkan,” kata Bong ketika itu. Di ajang Piala Oscar 2020, Parasite menggondol empat piala; dua di antaranya untuk kategori Film Terbaik dan Sutradara Terbaik.
Saran dari Bong sepertinya bertuah. The Academy, dewan penyelenggara Piala Oscar, memasukkan film Minari—hampir seluruh dialognya berbahasa Korea—ke kategori film terbaik. Di ajang Golden Globe, film bikinan rumah produksi AS, Plan B Entertainment dan A24, ini ”hanya” bertarung dan menang di kategori film berbahasa asing.
Tim produksi Minari, yang dipimpin Christina Oh, memang harus merelakan piala itu untuk Nomadland. Film yang menggambarkan pergulatan warga nomaden di AS itu juga memberikan piala Sutradara Terbaik bagi Chloé Zhao. Zhao menjadi perempuan sutradara Asia pertama yang pernah memenangi piala itu. Ini prestasi langka bagi perempuan sutradara di mana pun.
Namun, film Minari yang seluruh karakter sentralnya diperankan pelakon keturunan Korea, ini, juga menorehkan catatan penting dalam perjalanan Piala Oscar.
Aktor utamanya, Steven Yeun, adalah pria Asia kedua yang dinominasikan sebagai aktor terbaik setelah Ben Kingsley (bangsa Inggris keturunan India) menang untuk film Gandhi (1983). Yeun urung menang karena pialanya dianugerahkan kepada aktor kawakan Anthony Hopkins di film TheFather.
Sementara aktris Youn Yuh-jung memecah kebuntuan bagi pelakon Asia perempuan di kategori aktris pendukung terbaik. Terakhir kalinya piala kategori ini jatuh ke tangan perempuan Asia terjadi pada 63 tahun silam untuk Miyoshi Umeki (keturunan Jepang) yang berakting dalam film Sayonara.
Kemenangan Youn menjadi penanda penting di ranah penokohan perempuan Asia. Peran Youn sebagai nenek di keluarga perantau Korea di AS boleh dibilang autentik, di luar penggambaran umum perempuan Asia. David, tokoh cucu dalam film itu, bilang dia tidak seperti nenek-nenek (kebanyakan) yang pintar memasak makanan enak. ”(Nenek) sering ngomong jorok dan pakai celana dalam untuk laki-laki,” kata David dalam salah satu adegan.
Sosiolog Nancy Wang Yuen, seperti dimuat di time.com, mengatakan, kebanyakan film Hollywood menyamaratakan karakter perempuan Asia. ”Sangat jarang film Hollywood yang benar-benar menggambarkan perempuan Asia selain sebagai obyek seksual maupun peran remeh-temeh yang mustahil menang penghargaan,” ujar penulis buku Reel Inequality: Hollywood Actors and Racism ini.
Nancy memaparkan, tokoh Katsumi yang diperankan Miyoshi Umeki kala itu adalah sebagai perempuan yang menjalin cinta terlarang dengan pilot AS di masa perang Korea. Dalam suatu adegan, Katsumi memandikan dan memakaikan handuk buat pilot AS lainnya. Bagi Nancy, Piala Oscar untuk Umeki saat itu adalah ironi. ”Dia adalah satu-satunya perempuan Asia pemenang Oscar dan menjadi representasi karakter perempuan Asia di Hollywood,” katanya.
Peran Youn di film Minari bertolak belakang dengan itu. ”Dia masih memegang tradisi dan budaya negara asalnya, tapi disajikan dalam konteks kisah pergulatan imigran Korea di Amerika Serikat,” lanjut Nancy.
Kisah dalam film Minari adalah refleksi hidup dari sutradara dan penulis naskahnya, Lee Isaac Chung. Orangtua Isaac adalah perantau dari Korea yang ngotot membeli lahan di AS dan menanaminya dengan sayur-mayur khas negaranya. Film drama ini menggambarkan geliat menghidupkan ”mimpi Amerika”.
Christina Oh, produser muda dari rumah produksi Plan B yang turut dibangun oleh Brad Pitt, terpikat dengan skenario garapan Isaac. Drama di kisah itu dia rasakan serupa dengan pergulatan keluarganya. Terlebih lagi, ujar Oh, Isaac nyaris kapok menjadi sineas.
”Entahlah apakah aku membuat film yang menceritakan kisah orang Asia sesungguhnya. Namun bagiku, jika tidak memfilmkan kisah seperti ini sekarang, entah kapan lagi,” kata Oh, yang turut memproduseri film Okja (2017) besutan Bong Joon-ho ini.
Entahlah apakah aku membuat film yang menceritakan kisah orang Asia sesungguhnya. Namun bagiku, jika tidak memfilmkan kisah seperti ini sekarang, entah kapan lagi. (Christina Oh)
Sinyal perubahan?
Gemilang sineas Asia di ajang penganugerahan film paling bergengsi di Hollywood dalam dua tahun berturut-turut ini seolah memberi sinyal baik bagi keberagaman. Setidaknya ada sembilan aktor dan aktris berkulit berwarna jadi nomine kategori akting.
Terbilang 15 perempuan memenangi 17 piala di berbagai kategori. Baru pertama kali pula terjadi dua aktris berkulit hitam, Viola Davis dan Andra Day, bersaing di kategori aktris terbaik, walau akhirnya dimenangi Frances McDormand (Nomadland).
Angin perubahan ini boleh jadi adalah buah dari desakan publik lewat tagar #OscarsSoWhite. Sebelumnya, The Academy menominasikan aktor dan aktris berkulit putih di seluruh kategori akting pada 2015 dan 2016. Gerakan itu mendesak The Academy untuk menambah anggota perempuan dan kulit berwarna yang berhak mengikuti penilaian film.
Lembaga itu berbenah. Berkaitan atau tidak, film Mank (disutradarai David Fincher) yang menceritakan keglamoran industri film Hollywood hanya membawa dua piala dari 10 nominasi. Itu pun untuk kategori teknis, yaitu sinematografi serta desain produksi. Sementara karya sineas berkulit berwarna menorehkan banyak sejarah.
Bagi Brian Hu, asisten profesor di jurusan perfilman Universitas San Diego, catatan sejarah baru itu tidak semerta-merta mewakili perubahan sesungguhnya. Dia berkaca pada kemenangan Umeki di tahun 1968 yang tak berdampak banyak bagi pengembangan karakter Asia-Amerika pada tahun-tahun berikutnya. Piala untuk aktor Haing S Ngor (Aktor Pendukung Terbaik di film The Killing Fields, 1984) masih menjadikannya satu-satunya aktor Asia Tenggara yang dinominasikan.
Polemik ini tak terlalu mengemuka ketika Youn Yuh-jung menerima piala dari Brad Pitt yang menjadi pewara. Dia senang akhirnya bisa bertemu Pitt, bos bagi produksi Minari, yang tak pernah melongok ke lokasi shooting. Aktris yang telah malang melintang di dunia perfilman selama lebih dari 40 tahun ini juga tak percaya bisa mengungguli Glenn Close, aktris kawakan dari Hollywood.
”Mungkin aku lebih beruntung darimu (Glenn). Mungkin juga ini bentuk keramahtamahan Amerika buat aktor/aktris Korea,” kata Youn. Penggalan ini menyiratkan ironi lainnya. Pertengahan Maret lalu, delapan orang terbunuh dalam penembakan membabi buta di sebuah spa di Atlanta, Georgia. Enam dari mereka adalah perempuan Asia. (time.com/oscars.org/HEI)
Mungkin aku lebih beruntung darimu (Glenn). Mungkin juga ini bentuk keramahtamahan Amerika buat aktor/aktris Korea. (Youn Yuh-jung)