Debar-debar Sang Pembaca Kabar
Pengalaman baru Zengel di Hollywood ini juga ada kisah lucu. Sang sutradara bercerita, satu waktu dirinya tak sengaja mendengar obrolan antara Zengel dan Hanks lewat alat komunikasi yang sepertinya lupa dimatikan
Peperangan selalu menyisakan sakit hati, kekacauan, dan rasa saling tak percaya. Meninggalkan luka yang sewaktu-waktu bisa berdarah lagi. Namun, rasa kemanusiaan dan kebaikan hati masih bisa jadi pemberi harapan.
Kisah kemanusiaan menjadi tema sentral dalam film News of the World yang berlatar waktu lima tahun usai Perang Saudara di Amerika Serikat (1861-1865).
Dalam film itu aktor Tom Hanks berperan sebagai seorang veteran perang dari kubu yang kalah, Kapten Jefferson Kyle Kidd. Seusai perang, komandan pasukan Konfederasi itu memilih berkelana mendatangi kota demi kota di kawasan Selatan, terutama Texas, yang dikenal sebagai kubu kalah perang.
Perang Saudara AS, terutama dipicu isu perbudakan di mana sejumlah negara bagian terutama di kawasan Selatan pro-perbudakan dan memilih memisahkan diri menjadi negara konfederasi. Perang brutal yang menewaskan ratusan ribu orang itu tercatat menjadi sejarah kelam masa lalu Negeri Paman Sam.
Profesi pembaca berita surat kabar, yang dijalani Kapten Kidd seusai perang, mungkin tak terbayangkan di masa sekarang. Akan tetapi, di masa lalu, terutama di akhir abad ke-19 saat masih sedikit orang melek huruf, pekerjaan itu bahkan bisa menjadi mata pencarian.
Dengan berbekal dua ekor kuda, perbekalan, senapan berpeluru sembur tak berproyektil, serta gulungan beberapa eksemplar beberapa surat kabar terbaru, Kapten Kidd berkeliling. Digambarkan, ia membacakan berita seperti seorang penceramah atau pencerita yang pintar berkisah tentang kejadian nyata.
Mereka yang tertarik pun datang berkumpul dalam satu ruang pertemuan, duduk rapi mendengarkan, sesekali tertawa, mengumpat, atau bereaksi saat beberapa berita pilihan dibacakan. Kapten Kidd piawai memilih dan menyajikan kabar yang akan dibacanya dengan menggunakan kacamata pembesar di bawah cahaya pelita yang remang-remang saat malam hari.
Ada beragam kabar tentang bencana banjir dan jembatan terputus, wabah kolera mematikan yang memakan korban jiwa, atau kecelakaan tambang batubara yang menewaskan puluhan pekerjanya. Para warga yang datang mendengarkan memang sangat haus akan apa pun informasi tentang kejadian di luar kota mereka.
Upah sepuluh sen per telinga orang, dimasukkan ke dalam kaleng kosong sebelum berita dibacakan. Itu terbilang cukup sebagai uang jasa membacakan kabar.
Meskipun begitu, perjalanan kisah Kapten Kidd, yang awalnya terasa rutin, berubah drastis saat dirinya berjumpa anak perempuan usia 10 tahun secara tak sengaja. Johanna Leonberger (Helena Zengel) adalah anak yatim piatu yang dua kali dipaksa kehilangan keluarga.
Saat berusia tiga tahun keluarganya yang imigran Jerman mencoba peruntungan membuka lahan di tanah milik suku Indian Kiowa. Mereka diserang dan dibunuh dengan brutal. Johanna dipungut anak oleh suku Indian tadi.
Setelah enam tahun dibesarkan suku Indian Kiowa Johanna, yang diberi nama Indian Cicada, kembali menjadi yatim piatu setelah keluarga suku Indiannya dibunuh gerombolan kulit putih. Johanna selamat dan semula akan diantarkan ke keluarganya asal Jerman yang masih ada di kota lain.
Sayangnya, petugas kulit hitam yang mengantar Johanna dibunuh akibat sentimen antikulit berwarna, yang marak pada masa itu. Kapten Kidd mau tak mau mengurus dan mengantarkan Johanna ke keluarganya. Dari perjalanan itulah cerita berkembang dan menggundang debar.
Reuni
Film hasil adaptasi novel best seller berjudul sama karya Paulette Jiles pada 2016 itu sekaligus menjadi reuni Hanks dengan sutradara Paul Greengrass. Keduanya pernah terlibat dalam kerja sama ciamik pada film Captain Phillips (2013), yang sempat masuk nominasi Academy Awards untuk kategori The Best Picture.
Walau berlatar waktu 1870-an, film ini menurut sang sutradara justru masih sangat terhubung dengan kondisi AS saat ini. Boleh jadi Greengrass mengacu ke perpecahan terkini akibat kepemimpinan Presiden Donald Trump dengan banyak kebijakannya kontroversial dan menimbulkan segregasi.
”Tetangga, keluarga, dan komunitas berada dalam konflik yang sengit dan sering kali menimbulkan kekerasan satu sama lain. Untuk itu orang Amerika perlu memutuskan siapa mereka sebagai orang Amerika,” papar Greengrass dalam sebuah wawancara.
Mengutip situs The Hollywood Reporter, Greengrass juga memaparkan kesulitan awal dalam menentukan siapa pemeran Johanna. Beruntung sang produser, Gail Mutrux, menemukan bakat mengagumkan Zengel, kini berusia 12 tahun. Zengel bermain bagus di film drama Jerman, System Crasher (2019).
Filmnya kali ini adalah debutan Zengel di perfilman internasional, terutama Hollywood. Dia merasa sangat menikmati bekerja sama dengan bintang besar seperti Tom Hanks. Zengel bahkan memuji Hanks jauh lebih baik daripada yang dia bayangkan.
”Perannya sangat berat karena di situ aku tidak terlalu banyak mendapat dialog. Aku harus banyak berbicara melalui mata dan menunjukkan emosi. Aku bisa berbicara (bahasa Kiowa), tetapi Kapten Kidd tak mengerti,” ujar Zengel.
Pengalaman baru Zengel di Hollywood ini juga menghadirkan kisah lucu. Sang sutradara bercerita, satu waktu dirinya tak sengaja mendengar obrolan antara Zengel dan Hanks lewat alat komunikasi yang sepertinya lupa dimatikan. Dalam percakapan itu, Zengel dengan lugu bertanya ke Hanks, apakah semua orang di set pengambilan gambar film Amerika memang terbiasa selalu mengumpat.
Beberapa pekan sebelum proses syuting dimulai, baik Hanks, Zengel, maupun Greengrass mengikuti kursus singkat bahasa dan budaya Kiowa. Mereka belajar dari Dr Laurel J Watkins, Professor Linguistik di Colorado College.
Watkins juga dilibatkan langsung untuk memastikan penggambaran elemen Kiowa dalam film itu benar-benar akurat. Dia juga mengikutsertakan penasihat kuncinya, Dorothy Whitehorse Delaune, dari Oklahoma Kiowa, tetua suku, yang mengajari sistem kepercayaan, penghormatan pada alam, serta relevansi budayanya terhadap dunia.
Dalam wawancara di akun Youtube, Stream Wars, Hanks memuji kemampuan berakting lawan main ciliknya. Ia juga bercerita bagaimana mereka membangun kedekatan dan keakraban selama proses pengambilan gambar.
”Kami mengobrol tentang apapun, bernyanyi, dan menjalani banyak kesenangan. Dia (Zengel) benar-benar berperan menjadi dirinya sendiri. Ketika di antara kami terjadi semacam klik atau ikatan (kedekatan), semua itu pasti akan terlihat di layar. Hal itu akan tampak di momen-momen kecil dan penonton akan juga melihat itu,” ujar Hanks.
Proses pengambilan gambar untuk film ini banyak dilakukan di alam terbuka di New Mexico.