Setiap tayangan ”Mola Living Live” memang tak hanya menghadirkan bintang tamu yang menarik. Mereka yang duduk sebagai pewawancara di depan layar besar pun adalah tokoh-tokoh yang bisa menyuguhkan keunikan perspektif.
Oleh
Mawar Kusuma
·5 menit baca
Platform hiburan Mola TV melalui kanal Mola Living menawarkan tayangan wawancara mendalam dengan tokoh-tokoh yang bisa dibilang ada di kasta tertinggi dalam bidangnya. Penonton siaran langsung ini pun bisa berinteraksi dengan mengirimkan pertanyaan bagi pesohor seperti Mike Tyson, Luc Besson, Sharon Stone, dan Spike Lee.
Ramuan wawancara mendalam yang bisa ditonton secara langsung ataupun dalam tayangan ulang terbukti berhasil memikat penonton. Mirwan Suwarso, perwakilan Mola TV, menyebut produser sampai kewalahan karena ada 900 lebih pertanyaan dari penonton per tayangan langsung. Mereka yang menonton wawancara dengan Luc Besson dan Sharon Stone, misalnya, tercatat 80.000-an.
Tingginya minat itulah yang membuat tayangan wawancara bertajuk Mola Living Live ini diagendakan dua kali dalam sebulan. Tayangan langsungnya bisa berlangsung pada pagi hari atau malam hari mengikuti jadwal si narasumber yang hampir semuanya berada di belahan bumi lain, seperti Eropa atau Amerika Serikat. Tak hanya dari dunia film, ke depan, Mola Living Live juga akan menghadirkan musisi hingga olahragawan dunia.
”Yang kira-kira masyarakat penasaran dan pengin mengenal mereka. Kita mengambil pengalaman hidup orang-orang yang sudah mencicipi sukses. Saya ingin apa yang disampaikan mereka bisa menjadi pelajaran dan bermanfaat bagi siapa pun yang mendengarkan,” kata Mirwan ketika dihubungi, akhir November lalu.
Mola Living Live edisi Jumat (4/12/2020), misalnya, menghadirkan bintang tamu sutradara pemenang Oscar, Spike Lee. Lee adalah seorang produser, penulis naskah, dan aktor yang telah mengantongi banyak penghargaan, mulai dari Academy Award, BAFTA Award, Emmy Awards, hingga Cannes Grand Prix. Film-filmnya selalu memuat isu sosial, rasialisme, politik, dan kemanusiaan.
Keberaniannya dalam menyuarakan isu-isu sensitif dalam karyanya membuat Spike Lee menjadi sineas yang diakui dan dihormati di seluruh dunia serta sering kali menjadi inspirasi bagi sineas lainnya. Tayangan ini menjadi semakin istimewa karena dipandu oleh mantan Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia Dino Patti Djalal dan aktor Reza Rahadian.
Setiap tayangan Mola Living Live memang tak hanya menghadirkan bintang tamu yang menarik. Mereka yang duduk sebagai pewawancara di depan layar besar pun adalah tokoh-tokoh yang bisa menyuguhkan keunikan perspektif dari pertanyan-pertanyaan yang dilontarkan. Mike Tyson, misalnya, diwawancarai oleh mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Karena bukan petinju, Susi bisa mewakili keingintahuan pemirsa yang belum tentu semuanya paham dunia tinju. Ketika mewawancarai Sharon Stone, Reza yang ditemani produser dan penulis skenario Rayya Makarim, juga tidak menempatkan diri sebagai aktor. Bersama Rayya, Mirwan juga menempati kursi pewawancara ketika menghadirkan Luc Besson sebagai bintang tamu.
Dua sisi
Dengan beragamnya pewawancara, beragam pula warna yang disuguhkan dalam Mola Living Live. ”Alangkah baiknya agar bisa dapat dua sisi dari acara. Bisa melihat pewawancaranya dan bisa melihat narsum-nya juga. Untung-untungan karena kita enggak bisa lihat chemistry-nya nanti akan seperti apa,” kata Mirwan.
Pertalian ketertarikan yang kuat antara pewawancara dan bintang tamu itu, antara lain, sangat terasa ketika Reza dan Rayya mewawancarai Sharon Stone. Saking nyamannya dengan perbincangan yang berlangsung hampir dua jam itu, Sharon sempat izin untuk pergi ke toilet di tengah-tengah wawancara. ”Apakah kita sedang live streaming? Bisakah kita berhenti sebentar karena saya harus pergi ke toilet,” ujarnya, Sabtu (7/11/2020).
Sapaan akrab sudah dilontarkan dari sejak awal tayangan ketika Rayya menanyakan kabar tiga anak Stone. Memakai jaket kulit coklat dengan rambut diikat ke belakang, Stone tampak nyaman duduk di ruangan dengan pencahayaan temaram lampu kuning dengan dekorasi vas bunga mirip anggrek bulan. Sebuah lukisan tampak ada di ruang itu yang hanya menampilkan warna pink, lalu tulisan di pojok bawah: ”woman?”.
”Mereka ketakutan. Mereka tidak menerimanya begitu baik. Terutama ayah saya menganggap itu menyia-nyiakan kepintaran saya. Ayah saya seorang feminis dan dia menganggap itu bukan cara paling tepat untuk menggunakan inteligensia saya,” kata Stone menjawab pertanyaan tentang bagaimana reaksi orangtuanya ketika ia terjun ke dunia hiburan.
Namun, karena kakaknya pencandu narkoba dan terancam masuk penjara, Stone yang adalah gadis desa dari Pennsylvania akhirnya diperbolehkan menekuni modeling ke New York. Di era 90-an, Stone mendapatkan perhatian dan berbagai pujian ataupun kritik saat berperan di film Basic Instinct yang melambungkan namanya. Terkait peran Stone di Basic Instinct, Reza pun bertanya tentang bagaimana ia memandang kariernya setelah dipandang sebagai simbol seks.
Ternyata, butuh persiapan hingga 8-9 bulan untuk audisi berulang kali sebelum ia mendapat peran di Basic Instinct. Demi memperoleh peran itu, Stone mempelajari watak psikopat. ”Saya menyimpan naskah tersebut di atas lemari es. Setiap kali saya ke lemari es, saya bilang: tidak kamu tidak boleh makan itu. Jika kamu mendapatkan peran itu, kamu harus melepas pakaian kamu. Jadi tutup pintu lemari esnya dan ambil naskahnya. Dan naiklah ke treadmill. Jadi saya siap dan berharap,” ujarnya.
Makna ketenaran
Lebih dari sekadar aktris papan atas Hollywood, Stone juga merupakan ikon di dunia mode, aktivis lingkungan, kesehatan, perdamaian, dan isu perempuan. ”Saya seperti narapidana ketenaran. Enggak bisa pergi ke mana-mana, kemudian saya menemukan saya tidak terlalu menikmatinya. Saya kemudian mencoba untuk keluar dari lampu ketenaran dan menghentikannya,” katanya.
Tak melulu kisah sukses, Stone juga bercerita tentang pengalaman nyaris mati. Pada usia 40 tahun, ia mengalami stroke pendarahan di otak. Pengalaman itu kemudian menggugah Sharon untuk melakukan aktivitas sosial di bidang kemanusiaan dan, antara lain, mendapatkan Peace Summit Award pada 2013. Kini, di usianya yang sudah 62 tahun, ia masih terlihat bugar.
Dari Luc Besson, sutradara asal Perancis yang menciptakan film-film box office, seperti Taken, Transporter, dan The Professional, penonton juga bisa menyaksikan jatuh bangun perjuangannya hingga bisa menembus pasar film internasional. Besson merampungkan film pertamanya pada usia 20 tahun dengan bantuan pendanaan dari temannya.
”Empat orang yang membantu saya: 1 bekerja di toko sepatu, 1 agen travel, orang ketiga memberikan asuransinya karena dia sempat mengalami kecelakaan dan kehilangan kakinya. Yang satu lagi karena neneknya meninggal dan dia memberikan sedikit bagian warisannya. Dengan cara itulah saya memproduksi film pertama saya,” kata Besson.
Sisi-sisi manusia yang muncul dari para tokoh global ini menjadi salah satu keunggulan dari tayangan Mola Living Live. Banyak pelajaran yang relevan untuk mengatasi beragam tantangan yang bisa diambil dari keuletan mereka.