Festival Film untuk Mempromosikan Kasih Sayang dan Kesetaraan
Festival Film 100% Manusia digelar secara virtual untuk pertama kali. Festival yang berlangsung pada 3-10 Desember 2020 ini menampilkan 11 film internasional.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Festival Film 100% Manusia yang berlangsung pada 3-10 Desember 2020 diselenggarakan secara virtual untuk pertama kali. Ini merupakan respons terhadap situasi pandemi Covid-19. Walau pelaksanannya terbatas, publik diharapkan terinspirasi oleh film-film yang ditayangkan.
”Tahun ini, Festival Film 100% Manusia digelar secara daring. Walau diselenggarakan dalam format daring, kami harap festival ini masih bisa memberi dampak menuju perubahan yang lebih baik, mempromosikan rasa hormat, kasih sayang, dan kesetaraan untuk semua,” kata Direktur Festival Film 100% Manusia Rain Cuaca dalam acara daring, Rabu (3/12/2020).
Ini merupakan gelaran Festival Film 100% Manusia keempat. Festival tersebut selama ini fokus meningkatkan kesadaran publik terhadap beragam isu sosial lewat film. Isu yang dimaksud mencakup hak asasi manusia, jender, disabilitas, kesehatan mental, HIV/AIDS, anak, warga lansia, dan keberagaman.
Tema yang diangkat tahun ini adalah ”Courage” atau keberanian. Rain mengatakan, tema itu sesuai dengan kondisi tahun ini ketika ada banyak orang pemberani yang mempertaruhkan hidup mereka untuk orang lain.
”Menjadi berani bisa diartikan ke banyak hal, misalnya orang-orang yang angkat suara terhadap kebijakan yang merugikan publik. Bisa juga keberanian orang-orang yang tidak bisa bekerja dari rumah atau tenaga kesehatan yang membantu orang selama ini,” kata Rain.
Ada 11 film yang akan ditampilkan. Dari jumlah itu, sepuluh film adalah film panjang dari sepuluh negara, sedangkan satu film lain merupakan kompilasi film pendek internasional. Film-film itu akan ditayangkan secara daring melalui laman Festivalscope.com.
Menjadi berani bisa diartikan ke banyak hal, misalnya orang-orang yang angkat suara terhadap kebijakan yang merugikan publik. Bisa juga keberanian orang-orang yang tidak bisa bekerja dari rumah atau tenaga kesehatan yang membantu orang selama ini.
Publik dapat mengakses film-film yang ada secara gratis. Sebelumnya, calon penonton harus membuat akun di platform Festival Scope dan memesan tiket. Satu film dapat ditonton hingga 30 jam ke depan sejak diputar pertama kali.
”Dengan keterbatasan akibat pandemi, festival ini akan tetap hadir dengan keberanian dalam berekspresi dan berpendapat secara tepat serta bertanggung jawab. Kami harap festival ini dapat terus berlanjut dan membawa perubahan untuk Indonesia yang toleran,” kata Ketua Yayasan Bhinneka Cipta Setara Kurnia Dwi Jayanto.
Selain pemutaran film, publik juga bisa mengikuti berbagai diskusi daring. Ada pula program baru yang memfasilitasi penonton untuk berbincang dengan psikolog selama satu jam melalui panggilan video.
Penayangan film Stars by the Pound (2018) akan membuka festival ini. Film yang diproduksi di Perancis ini bercerita tentang persahabatan empat remaja perempuan. Film karya sutradara Marie-Sophie Chamborn ini mengangkat isu perempuan, kesehatan mental, dan disabilitas.
Film tersebut telah diputar dalam festival film di sejumlah negara. Film ini juga meraih penghargaan Jury Prize pada Mon Premier Festival 2018.
”Kami percaya bahwa festival film ini saluran tepat untuk meningkatkan kesadaran akan persamaan hak bagi setiap orang tanpa memandang latar belakang, status, atau fisik. Kedutaan besar dan pusat kebudayaan Perancis mendukung penuh festival ini,” kata Duta Besar Perancis untuk Indonesia Olivier Chambard.
Selain Stars by the Pound, ada pula film Too Far Away, A Gift from God, Stage Mother, Sawah, dan August.