Elegi Kaum Rural
Plot nonfiksi yang kaya konten psike ditambah akting mumpuni dari beberapa bintang mendudukkan ”Hillbilly Elegy” bagai oase ditengah maraknya film-film pahlawan super.
Hillbilly Elegy mengetengahkan disfungsi keluarga yang tak hanya mengandung makna afeksi tetapi juga muatan sosial. Film itu bisa dinikmati sebagai hiburan bertema psikologi, tetapi boleh juga didalami kultur lokalnya. Hubungan orangtua dan anak dikisahkan dengan pasang surut emosi.
Tahun 1997, masa yang indah bagi JD Vance (Gabriel Basso). Di pegunungan yang hijau, remaja itu kerap menghabiskan waktu untuk menikmati hobinya berenang di sungai. Ia selalu menikmati liburan musim panasnya di Jackson, Kentucky, Amerika Serikat.
Perundungan anak-anak kampung sekitar dengan membenamkan Vance saat berendam menguak Hillbilly Elegy yang diwarnai psikosomatik. Ia menetap di Ohio, Amerika Serikat, bersama kakaknya, Lindsay (Haley Bennett), dan ibu mereka, Bev (Amy Adams).
Bev yang enteng melontarkan sumpah serapah, diperparah tetangga-tetangga dengan tabiat kasar, menyingkap ketidakhamonisan keluarga. Tabiat ini dipicu kecanduan narkoba. Ia perawat yang ramah tetapi sering menilap obat-obatan pasiennya.
Ulah Bev bermain sepatu roda di lorong-lorong rumah sakit saat teler berujung pemecatannya. Kemahirannya berkelit dengan menimpakan kesalahan kepada orang lain jelas menunjukkan ia punya masalah kejiwaan. Orangtua tunggal itu selalu punya alasan untuk berkelit.
Sementara, Vance sebenarnya murid yang cerdas. Ia pun punya minat besar menyimak berita-berita dalam dan luar negeri. Lazimnya korban keluarga yang berantakan dan persekusi, Vance sempat mengutil, terlibat kriminalitas, dan nilai pelajarannya jeblok.
Relasi famili lantas menjadi teramat rumit dengan intervensi sang nenek, Mamaw (Glenn Close) dan kakek, Papaw (Bo Hopkins). Kelabilan emosi Bev berpangkal dari pertikaian orangtuanya yang juga saling menyakiti, baik verbal maupun fisik.
Film berdurasi sekitar dua jam itu beralur mundur maju. Sesekali, Vance yang sudah dewasa mengenang masa remajanya. Bagaimanapun, Hillbilly Elegy punya dua sisi, tak hanya soal problem keluarga tetapi juga pelajarannya untuk menghargai sanak saudara tanpa pamrih.
Kelas pekerja
Film itu diangkat dari buku berjudul sama karya Vance yang diluncurkan pada tahun 2016. Memoar tersebut mengangkat krisis keluarga, berikut budaya yang melingkupinya. Tak urung Hillbilly Elegy memuat bobot lebih, lantaran turut merefleksikan kelas pekerja kulit putih Amerika Serikat.
Vance, misalnya, mengatakan perjuangan lolos dari kompleksitas masalah mental keluarga. Bekerja paruh waktu di toserba, dilakoni sambil membantu Mamaw. Ia meneguhkan tekad tak cengeng dan mewujudkan mimpinya menempuh pendidikan hukum di Universitas Yale, Connecticut, Amerika Serikat.
Persoalan bukan berarti usai. Belajar di perguruan tinggi bergengsi itu biayanya sudah tentu selangit. Vance harus jumpalitan membanting tulang mengambil tiga pekerjaan sekaligus, itu pun penghasilannya belum memadai untuk membayar uang kuliah.
Keuangan Vance makin kembang kempis tatkala harus merogoh saku lebih dalam karena ibunya direhabilitasi. Ia juga bergabung dengan korps marinir Amerika Serikat selepas SMA, bertugas di Irak, dan menggunakan tabungan demi jenjang akademisnya.
Film itu meletakkan pula fundamen sosial dengan latar stereotip penduduk Kentucky yang mencari nafkah di pertambangan-pertambangan.
”Apakah keluargamu, bekerja sebagai petambang?” tanya Phillip Roseman (Stephen Kunken), penentu kelulusan Vance untuk bisa magang pada musim panas.
Vance butuh uang dari magang untuk melanjutkan studinya. Roseman berucap dengan sedikit terbata karena pertanyaan itu memang tergolong klise. ”Sebenarnya, kakek saya pindah ke utara dan bekerja sebagai buruh pabrik baja seperti kebanyakan warga Appalachia,” jawabnya.
Roseman dan mereka yang ikut berbincang spontan terbungkam. Vance lalu memecah keheningan dengan menjelaskan keluarganya yang berdarah ningrat hillbilly. Appalachia adalah kawasan di Amerika Serikat yang dibahas dalam novel Hillbilly Elegy.
Sementara, hillbilly merujuk kepada masyarakat rural, terutama di pegunungan. Tak heran, jargon itu dipakai untuk mengolok-olok kalangan tertentu yang udik. Tensi obrolan pun meningkat ketika Rich (Ed Amatrudo), kolega Roseman, menggunakan istilah redneck yang dianggap Vance, merendahkan.
Film berbiaya 45 juta dollar AS atau sekitar Rp 630 miliar itu ditayangkan Netflix mulai 24 November 2020. Ron Howard yang sebelumnya berkiprah lewat Apollo 13, A Beautiful Mind, dan The Da Vinci Code, menyutradarai Hillbilly Elegy setelah mendapatkan hak pada tahun 2017 untuk memfilmkannya.
Tiga juta
Berdasarkan artikel What to Know About J.D. Vance’s Hillbilly Elegy as the Movie Hits Netflix yang dimuat situs berita Time dan ditayangkan pada 24 November 2020, buku itu sudah terjual 3 juta kopi. Vance jelas tak menduga sama sekali karyanya bakal laku keras.
Data HarperCollins yang menerbitkan elegi itu juga menunjukkan, cetakan pertama hanya disiapkan 10.000 kopi. Tak sekadar laris, Hillbilly Elegy juga mengundang kontroversi. Sejumlah sejarawan dan jurnalis mempersoalkan penggambaran Vance.
Ia dianggap mendeksripsikan warga Appalachia pemalas. Dicantumkan dalam buku itu mengenai lebih banyak orang yang membicarakan pekerjaan ketimbang benar-benar melakukannya. Perdebatan tersebut selaras dengan momentum perilisan Hillbilly Elegy sehingga penjualannya terdongkrak.
Catatan itu ternyata menjadi referensi untuk memahami basis pemilih Donald Trump pada pemilihan presiden Amerika Serikat, empat tahun lalu. Hasil wawancara Vance yang dimuat The American Conservative begitu banyak diakses sampai-sampai situs web tersebut macet.
Editor senior Rod Dreher yang mewawancarai Vance mengemukakan kemungkinan Hillbilly Elegy adalah buku terpenting pada tahun itu. ”Hingga saat ini, artikel soal Vance paling banyak dibaca di The American Conservative,” katanya.
Jennifer Senior yang ikut menulis dalam situs berita The New York Times, mengutarakan resensinya dengan judul review: In ’Hillbilly Elegy’, a Tough Love Analysis of the Poor Who Back Trump. Ia memuji buku itu sebagai khazanah untuk Demokrat dan Republik.
Plot nonfiksi yang kaya konten psike ditambah akting mumpuni dari beberapa bintang berkaliber nomine peraih penghargaan Academy Awards berkali-kali seperti Adams dan Close, mendudukkan Hillbilly Elegy bagai oase ditengah maraknya film-film pahlawan super.
Vance, meski mengakui keluarganya tak sempurna, tetap mengungkapkan syukur. Tanpa mereka, ia tak mungkin menjadi dirinya saat ini. ”Keluargaku bahkan memberikan kesempatan, padahal mereka tak pernah mencobanya. Masa depanku, apa pun itu, adalah warisan kami bersama,” ujarnya.