Menari Cara Berdaya
IDF juga mengemban tanggung jawab terhadap edukasi generasi muda di bidang seni tari kontemporer. Ini diwujudkan ke dalam program Kampana sebagai ruang inkubator para koreografer muda.
Menari menjadi mode atau cara untuk berdaya, terlebih di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini. Sebuah festival tari kontemporer virtual, Indonesian Dance Festival (IDF) 2020 bertema Daya: Cari Cara, sedikitnya mengajarkan hal menarik seperti itu.
Coba, simaklah #SKJ2020 oleh Gymnastik Emporium di kanal Youtube IDF2020. Salah satu peserta festival ini menyajikan tarian yang disebut #SKJ2020. Ini singkatan dari Senam Keragaman Jasmani 2020.
Tari kontemporer #SKJ2020 mengambil gerak dasar Senam Kesegaran Jasmani (SKJ) yang pernah dipopulerkan pemerintah Orde Baru. Sebagai karya tari kontemporer, gerakannya sama sekali terlepas dari sebuah tari yang mungkin kita bayangkan sebelumnya. Gerakan tari tersebut justru nyaris persis sebuah gerakan olah raga senam. Akan tetapi, dalam hal ini tetaplah #SKJ2020 sebagai tarian kontemporer.
Koreografer Abdi Karya dan Ari Dwianto menciptakan #SKJ2020 dengan menggandeng lima guru pendidikan olah raga di Yogyakarta. Mereka meliputi Andreas Agus Arjatmo, Budi Santosa, Ervinamurti Kurnisetyowati, Kinanti Sekar Rahina, dan Umi Hariyani.
Tarian disuguhkan secara virtual di hari ke lima IDF 2020 yang berlangsung selama delapan hari antara 7-14 November 2020. Berikutnya, #SKJ2020 dapat disimak melalui kanal Youtube.
#SKJ2020 diiringi musik mirip dengan iringan senam kesegaran jasmani yang dirintis Orde Baru. Di situ para guru olah raga memiliki kesempatan menyampaikan pengalaman masing-masing. Ada yang mengutarakan semasa duduk di bangku SD, pernah diminta memimpin senam ini. Ia merasa seperti menari dan ditonton banyak orang.
Proses penciptaan tari kontemporer ini sangat menarik. Tarian ini melepaskan diri dari seni tari mana pun atau seni tari tradisional yang selama ini kerap muncul sebagai pijakan proses penciptaan tari kontemporer.
Ada guru lainnya yang mengungkapkan senam ini sebagai gerakan dengan istilah “bersih lingkungan”. Ia menceritakan, di masa Orde Baru ada senam yang masih memiliki istilah China, maka dilaranglah itu demi bersih lingkungan atau penyeragaman.
Rencana Pembangunan Lima Tahun atau Repelita di masa Orde Baru, tampaknya menjadi penanda bagi lahirnya setiap versi senam ini. Salah satu guru menuturkan hal ini.
Pada tahun 1975 senam pertama kali lahir disebut sebagai Senam Pagi Indonesia. Kemudian di tahun 1984 lahirlah Senam Kesegaran Jasmani (SKJ) 84, disusul SKJ 88, SKJ 92, dan SKJ 96. Demikian karya seni tari kontemporer #SKJ2020. Tarian ini mengunggah dimensi politik Orde Baru sampai merambah dimensi ketubuhan setiap warga melalui senam.
“Proses penciptaan tari kontemporer ini sangat menarik. Tarian ini melepaskan diri dari seni tari mana pun atau seni tari tradisional yang selama ini kerap muncul sebagai pijakan proses penciptaan tari kontemporer,” ujar Maria Darmaningsih, anggota Komite Pengarah IDF2020.zip.
Agenda IDF2020 virtual mengambil pendekatan arsip digital komputer dengan format.zip. Kemudian tahun ini secara resmi namanya menjadi IDF2020.zip. IDF 2020 memiliki dua anggota Komite Pengarah lainnya, meliputi Melina Surya Dewi dan Nungki Kusumastuti. Ketiganya merintis IDF sejak tahun 1992 dan bertahan diselenggarakan dua tahunan sampai sekarang.
Mode bertahan hidup
Di dalam catatan kuratorial IDF2020.zip Daya: Cari Cara, dipaparkan hal demikian. Hampir seluruh penduduk dunia sekarang dalam mode bertahan hidup di masa pandemi covid-19. Ini mengingatkan esensi dan konstruksi tubuh sebagai wadah suatu keberadaan, sekaligus tubuh yang diatur berbagai jenis kuasa, bahkan sebagai tubuh yang “dicurigai”.
Karya #SKJ2020 sangat jelas menampakkan esensi dan konstruksi tubuh yang diatur dan dikuasai pemerintah di zaman Orde Baru. Para kurator meliputi Arco Renz, Linda Mayasari, Nia Agustina, dan Rebecca Kezia, menulis, bahwa kita adalah bagian dari koreografi masif yang diatur kebijakan, norma, nilai, dan wacana.
Mereka pun mengingatkan, tetapi tubuh tetaplah menyimpan daya. Daya untuk menempuh negosiasi terhadap “penjara”, atau daya untuk menciptakan tegangan di antara kedaulatan dan keterkungkungan; suatu tegangan di antara suasana kebebasan dan keterpenjaraan.
Di sinilah medan pengembangan seni tari IDF 2020 berada. Maka lahirlah beragam respon gagasan, medium, dan moda presentasi karya.
Manajer Program IDF2020.zip Ratri Anindyajati menyebutkan, pemaknaan tema juga dijabarkan melalui karya 1’59 Project Indonesia oleh Eun-Me Ahn dari Korea Selatan. Eun-Me Ahn melibatkan 50 pecinta tari dari Indonesia untuk menciptakan tarian dengan durasi masing-masing satu menit 59 detik menjadi 50 video.
“Proyek tarian satu menit 59 detik ini ditampilkan untuk pembukaan IDF 2020,” kata Ratri.
Pembukaan IDF2020.zip di Galeri Dialogue, Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (7/11/2020). Di situ disuguhkan beberapa tarian dalam proyek 1’59 secara langsung, selebihnya dihadirkan secara virtual.
Karya tari dalam proyek 1’59 ini dimaksudkan menjadi mini karya warna dan reflektif. Sekaligus menggambarkan kompleksitas dan keberagaman sosial di Indonesia.
Karya 1’59 Project Indonesia mengisi panggung utama yang disusul dengan tari kontemporer Sila karya Hari Ghulur, #SKJ2020, dan Li Tu Tu oleh Ayu Permata Sari di hari penutupan IDF2020.zip, Sabtu kemarin.
Karya Sila mengambil gerak dasar duduk bersila sebagai ikhtiar mencapai puncak emosi dan spiritual. Di posisi seperti inilah sebuah daya bekerja.
Karya Li Tu Tu digarap dengan mengambil gerak dasar tari tradisi yang berkembang di Lampung utara. Gerak tangan menyeimbangkan dan melemparkan piring tari kuadai suku Semendo sebagai pintu masuk tarian ini.
Karya ini juga tergerak dari tradisi tunggu tubang, di mana anak perempuan pertama suku Semendo berperan mengatur dan menjaga harta warisan keluarga. Tari Li Tu Tu seolah meninjau ulang dan mengkritisi hal tersebut. Tetapi, selanjutnya diserahkan interpretasinya kepada khalayak.
Kampana
IDF juga mengemban tanggung jawab terhadap edukasi generasi muda di bidang seni tari kontemporer. Ini diwujudkan ke dalam program Kampana sebagai ruang inkubator para koreografer muda.
Sebanyak enam koreografer muda dilibatkan dalam program Kampana ini. Karya-karya mereka kemudian ditampilkan di IDF2020.zip.
Para koreografer muda itu meliputi Anis Harliani, Eka Wahyuni, Eyi Lesar, Irfan Setiawan, Gege Diaz, dan Puri Senja. Beberapa karya koreografer peserta Kampana menunjukkan kreativitas masing-masing di dalam merespon situasi sosial.
Seperti Eyi Lesar dalam karya Virtual WAY (Who Are You). Melalui tubuh di layar virtual, Eyi Lesar menumbuhkan teror, ketakutan, dan kecemasan, sebagai konsekuensi persekusi dan alienasi massa di dunia maya.
Koreografer muda Irfan Setiawan menyuguhkan karya Re-reading Impact. Seni geraknya mengeksplorasi sebuah kontras dari dua hal yang berbenturan. Seperti di masa pandemi Covid-19, terjadi benturan kontras antara sains dan keyakinan, atau praktik kapitalisasi obat dan vaksin demi kemanusiaan.
Begitu pula, dalam keseharian banyak terjadi benturan akibat kontras suatu keadaan. Melalui karya itu Irfan mengajak untuk menelusuri, bahkan menanti benturan-benturan lain yang menanti.
Koreografer Puri Senja dalam karya The Other Half, menyuguhkan trauma pelecehan seksualitas yang membekas pada tubuh. Puri membongkar dan memanggil kembali memori tubuh atas suatu pelecahan seksual.
Beragam gagasan telah muncul menjadi karya tari kontemporer yang disuguhkan kedalam IDF 2020. Karya-karya tari itu bukan hadir semata sebagai hiburan. Tetapi, hadir penuh imajinasi dan menjadi seni gerak menari supaya kita makin berdaya.