Art Jakarta Virtual
Oppo Art Jakarta Virtual 2020 menampung karya-karya dari 27 galeri dalam negeri dan 11 galeri dari luar negeri. Pasar seni ini berlangsung selama dua bulan dan masih terbuka kemungkinan diperpanjang.
Pameran seni rupa virtual berbasis layar di era pandemi Covid 19 makin tak terelakkan. Perhelatan seni rupa tahunan Art Jakarta 2020 ke-12 pun menempuh itu. Ada suasana yang hilang, tetapi datang pula suasana baru, semangat baru, dan harapan baru.
Ketika masuk ruang pameran virtual yang tahun ini diberi tajuk ”Oppo Art Jakarta Virtual 2020”, keseluruhan panel lukisan segera tampak. Sebanyak 27 galeri dari Indonesia dan 11 galeri dari luar negeri berpartisipasi mengisi dinding-dinding panel tersebut.
Sebanyak 16 komunitas pegiat seni dari semjumlah kota di Indonesia juga diberi kesempatan menampilkan karya lukisan di ruang pamer tersebut. Sudut pandang dari atas dan menyamping, bisa berputar 360 derajat.
Sekeliling ruang pamer mudah dijelajahi. Setiap dinding panel terlihat kotak-kotak kecil. Ketika diklik, citra lukisan dari kotak kecil itu berubah menjadi lebih besar dan memenuhi layer kita. Terpampang kemudian sebuah karya lukisan berikut keterangannya.
Judul lukisan, seniman pencipta, media, dimensi, tahun pembuatan, serta situs galeri, alamat surat elektronik, dan nomor kontak yang bisa dihubungi melalui aplikasi Whatsapp terpampang jelas. Maklum, Art Jakarta adalah sebuah art fair, sebuah infrastruktur seni yang bersifat pasar. Informasi diberikan sejelas-jelasnya dengan tujuan menggaet penikmat karya seni untuk segera membeli.
Oppo Art Jakarta Virtual 2020 berlangsung selama sekitar dua bulan, dari 19 Oktober sampai 15 Desember 2020. Ada peluang penyelenggaraannya diperpanjang hingga dua bulan ke depan.
Lukisan tidak terlalu banyak dihadirkan oleh setiap galeri. Namun, setiap galeri diperbolehkan mengganti lukisan yang dipajang, terutama jika lukisan itu sudah laku.
Saat pembukaan Art Jakarta ini, Direktur Jenderal Kebudayaan pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid menyebutkan, penyelenggaraan pameran virtual ini sebagai langkah sigap mengadaptasi diri dengan situasi pandemi Covid-19.
Direktur Artistik Art Jakarta Enin Supriyanto menceritakan, protokol kesehatan di masa pandemi mendorong supaya warga, termasuk seniman, sebisa mungkin tetap tinggal di rumah. ”Selama pandemi, seniman banyak di rumah dan beralih perhatian ke hal-hal khusus di rumah,” ujar Enin.
Enin mencontohkan Agan Harahap. Agan menjadi satu di antara 10 seniman yang dipilih sponsor perusahaan Oppo untuk program khusus mereka. Oppo menjalin kerja sama untuk tiga program, meliputi pembuatan karya lukisan orisinal untuk dilelang, menuangkan karya seniman di bagian tertentu produk telepon seluler, dan mencetak karya seniman secara digital untuk penjualan langsung. Ini bentuk kebaruan karya.
Agan terpilih bersama sembilan seniman lain, yaitu Aditya Novali, Agung ”Agugn” Prabowo, Arin Dwihartanto Sunaryo, Heri Dono, Mella Jaarsma, Naufal Abshar, RE Hartanto, Syagini Ratna Wulan, dan Uji ”Hahan” Handoko.
Agan menampilkan karya fotografi dari hal-hal sepele yang dijumpai di dapur rumah. Ia memotret bumbu-bumbu dapur dengan lensa dan pencahayaan khusus. Hasil akhirnya dipresentasikan sebagai karya fotografi kesemestaan berupa gugusan bintang, atau benda-benda langit yang berpendaran.
Pengalaman baru
Pameran virtual memberikan pengalaman baru. ”Beban biaya yang harus dikeluarkan menjadi sangat ringan dibandingkan dengan biaya untuk mengikuti pameran konvensional. Untuk mengikuti Art Jakarta 2020 ini, pengeluaran sekitar 10 persen dibandingkan dengan biaya pameran konvensional pada tahun sebelumnya,” tutur Christiana Gouw, pemilik Galeri CGartspace.
Pemilik Galeri Nadi, Biantoro Santoso, mengakui hal serupa. Dengan booth atau ajang pamer seluas 5 x 5 meter persegi dikenai beban biaya sekitar Rp 14 juta. ”Tidak ada biaya yang lainnya lagi. Peserta juga dimudahkan. Tinggal mengirim foto lukisan yang ingin dipajang,” ujar Biantoro.
Namun, penyelenggaraan pameran virtual menghilangkan momentum perjumpaan secara langsung antara para seniman dan penikmat seni. Kemudian meski beban biaya kepesertaan lebih ringan, setiap peserta makin dihadapkan pada risiko penurunan nilai penjualan di masa pandemi ini. Karya yang ditampilkan juga tidak bisa terlampau banyak.
”Saya menampilkan empat lukisan abstrak karya seniman Kemal Ezedine dari Bali. Beberapa klien, terutama kolektor fanatik karya Kemal, sudah menghubungi untuk mengetahui harga karya,” ujar Christiana.
Begitu pula Biantoro, mendapati beberapa klien menghubungi dan menanyakan tentang lukisan yang sedang dipajang di Art Jakarta. Biantoro memajang lukisan karya Agus Suwage, Agung Santosa, dan Ronal Efendi.
”Tetapi, belum ada klien baru yang menanyakan koleksi yang dipajang,” ujar Biantoro.
Christiana Gouw dan Biantoro tidak jarang menerima keluhan dari para klien yang menghubunginya. Rata-rata, keluhan mereka berkisar pada persoalan aksesibilitas yang lambat ketika membuka layar pameran virtual tersebut.
”Bahkan, ada pemilik galeri yang mengeluhkan tidak bisa membuka layar untuk mengetahui ruang pamerannya sendiri,” ujar Christiana.
Era pandemi Covid 19 yang berlangsung hampir setahun ini menimbulkan resesi ekonomi. Ini berdampak pula pada rendahnya penjualan beragam komoditas, termasuk karya seni rupa.
Direktur Pameran Art Jakarta Tom Tandio mengakui hal itu. ”Seni rupa membutuhkan dukungan,” ujar Tom.
Antusiasme seniman
Sisi lain dari kondisi lemahnya pasar seni rupa ialah menampakkan antusiasme para seniman. ”Saya melihat internet menjadi dunia baru, begitu pula internet memberikan komodifikasi baru. Ada pergeseran kekuasaan seni rupa yang menjadi lebih demokratis,” ujar Hahan, sapaan akrab Uji ”Hahan” Handoko.
Bagi Hahan, pandemi Covid 19 menghadirkan global break, semacam momentum yang menegaskan bahwa galeri bagi seniman sekarang berpindah di tangan. Setiap orang bisa mengaksesnya.
RE Hartanto menyebutkan, pameran virtual makin memudahkan akses. Namun, kompleksitas karya hanya dapat dijumpai ketika berhadapan langsung dengan karya-karya aslinya. ”Pameran virtual membuat kita terputus dengan realitas di sekitarnya,” ujar Hartanto.
Art Jakarta juga memfasilitasi komunitas-komunitas. Seniman Gusmen Heriadi mewakili komunitas RuangDalam dari Yogyakarta. Ia mengatakan, Art Jakarta menjadi momentum untuk mengenalkan para perupa muda.
Penyelenggara Art Jakarta memberikan ruang pamer virtual secara cuma-cuma kepada 16 komunitas pegiat seni. Inilah momentum para perupa muda anggota komunitas untuk tampil di Art Jakarta. RuangDalam menghadirkan lukisan karya tujuh seniman muda meliputi Syam Terrajana, Dias Prabu, Enggar Romadhioni, Desy Gitary, Oktaviyani, Oky Antonius, dan Laila Tifah.
Di sisi lain, pameran lukisan secara virtual memberi kemudahan distribusi penjualan bagi karya-karya seniman yang sudah mapan. Peluang ini yang memaksa kelompok seniman muda harus bekerja lebih keras dalam menghadirkan karya-karyanya di pameran virtual.
”Pameran virtual lebih menguntungkan bagi seniman yang karya-karyanya sudah dikenal masyarakat luas,” ujar Biantoro Santoso, pemilik Galeri Nadi.
Pameran virtual memberikan kemungkinan perubahan bagi pengelolaan sebuah galeri. Di masa mendatang, galeri secara fisik mungkin tidak lagi dominan. Galeri secara virtual akan lebih mendominasi.
Galeri-galeri fisik dipergunakan untuk sekadar pertemuan berdasarkan perjanjian. Galeri-galeri fisik tidak lagi membutuhkan ruang besar. Pameran besar akan jauh lebih efisien untuk digelar di pameran virtual.
Oppo Art Jakarta Virtual 2020 membuka jalan itu.