Pesta Boneka #7: Bergandeng Tangan Meneguk Kebahagiaan
Festival teater boneka internasional dua tahunan, Pesta Boneka, hadir secara virtual akibat pandemi. Meski lewat layar, kebahagiaan dari aneka pertunjukan, diskusi, dan lokakarya, tetap menyentuh.
Oleh
Fransisca Romana Ninik
·5 menit baca
Ada yang berbeda dari Pesta Boneka tahun ini. Pandemi menggeser festival teater boneka internasional dua tahunan ini ke ranah virtual. Walakin, semangatnya untuk membagikan seteguk kebahagiaan di masa krisis tersampaikan melintas format dan ruang.
Yang menarik, skala penyelenggaraan Pesta Boneka yang ketujuh kalinya ini justru semakin luas. Dari sisi pelaksanaan, festival tahun ini berlangsung selama tujuh hari, 5-11 Oktober 2020. Tahun 2018, Pesta Boneka digelar selama tiga hari di Yogyakarta. Keikutsertaan peserta juga bertambah, dari 16 negara menjadi 22 negara.
Demikian pula jangkauan penonton. Dari sejumlah pementasan, tercatat banyak penonton berasal dari wilayah timur Indonesia, juga dari mancanegara. Mereka tidak perlu mengeluarkan biaya perjalanan ke Yogyakarta, jantung perhelatan Pesta Boneka, untuk bisa turut menikmati beragam program festival, seperti pertunjukan teater boneka, panel dan diskusi buku, lokakarya, dan kunjungan studio.
Maria Tri Sulistyani, Direktur Artistik Papermoon Puppet Theatre, selaku penyelenggara Pesta Boneka, semula tak yakin bakal tetap menggelar acara ini. Apakah akan ada yang merespons acara yang digelar secara daring ini. ”Ternyata responsnya luar biasa. Membuat festival secara daring bukan perkara mudah, tetapi dengan kerja sama banyak pihak, bisa terwujud,” ujarnya.
Setidaknya 40 seniman lintas negara, baik individu maupun kelompok, memeriahkan Pesta Boneka #7. Pesta Boneka kali ini bertajuk ”A Sip of Joy”. Semula, kata Ria, tema yang diangkat adalah ”Remembrance”, yang mengulik soal ingatan atau kenangan. Namun, di tengah situasi krisis akibat pandemi Covid-19, kebahagiaan, betapa pun kecilnya, akan sangat berarti.
Ketika kita tidak bisa berbuat banyak atau tidak punya pilihan, dan harus bertahan di tengah ketidakpastian, mungkin seteguk kebahagiaan bisa memberikan kekuatan. Berjalan bersama, bergandengan, berbagi, meskipun dari ruang yang berbeda, diyakini bisa menjadi kekuatan untuk bertahan dan mencari peluang baru.
”Itulah mengapa pilihan tema ’A Sip of Joy’ kami rasa tepat untuk memberikan harapan baik atas apa yang tengah terjadi pada seluruh manusia hari ini. Festival ini tetap berjalan meskipun dengan formula berbeda dengan tujuan untuk menjaga semangat dan kreativitas para seniman dan pencinta teater boneka agar tetap mengalir,” paparnya.
Inilah yang tecermin dalam sejumlah pementasan yang digelar sejak pembukaan acara pada 5 Oktober 2020 malam. Kolaborasi tiga kelompok dari Yogyakarta, yakni Flying Balloons Puppet, Komunitas Sakatoya, dan Papermoon Puppet Theatre, membuka festival dengan pertunjukan menawan.
Menikmati teh
Pertunjukan itu tidak direkam, tetapi disiarkan secara langsung. Di tepi sungai kecil, makhluk-makhluk bertopeng ingin berkumpul bersama menikmati teh. Teh itu dibawa Abak, boneka berukuran raksasa yang pernah hadir dalam konser penyanyi Tulus, Monokrom. Tegukan teh bersama-sama itu membuat makhluk-makhluk itu berbahagia.
”Ini momen terbaik untuk bergandengan tangan sesama seniman,” ujar Ria, saat jumpa pers sebelum malam pembukaan.
Setelah menikmati suguhan ritual pembukaan, penonton diajak menikmati pertunjukan virtual I Know Somenthing That You Don’t Know karya Papermoon Puppet Theatre. Kisahnya tentang kehilangan, tetapi tidak melulu mengeksploitasi kesedihan. Sang kakek yang tampaknya hanya duduk diam, tak mengacuhkan apa yang terjadi di sekitarnya, rupanya tengah merajut kenangan bersama sang nenek yang telah pergi selama-lamanya. Berbagai kenangan yang hanya mereka berdua yang tahu.
I Know Something That You Don’t Know Ini merupakan pertunjukan binaural dari topeng dan teater boneka yang bereksperimen pada bunyi dan cahaya. Dengan bantuan earphone atau headset, pengalaman menonton menjadi sangat nyata berkat permainan suara. Sudut pandang penonton pada layar pun selaras dengan pandangan sang kakek, bahkan seakan-akan penontonlah yang menjadi sang kakek itu sendiri.
Hari berikutnya, serangkaian pentas menghibur penonton dengan kekhasan kelompok masing-masing. Misalnya Lost Found yang dibawakan Jae Sirikarn Buntongjad, pendiri Puppets by Jae asal Thailand. Ceritanya sederhana, tentang seekor beruang yang kehilangan syal merah dan berusaha untuk menemukannya. Rupanya syal itu telah ditemukan binatang-binatang lain yang lalu membagikannya di antara mereka. Semula berebutan, akhirnya mereka semua sama-sama bergembira.
Cerita oleh Marsha Diane Arnold itu dimainkan dengan teknik table-top puppet, crankie (moving backdrop), dan permainan bayangan. Bentuknya nonverbal, tetapi sangat mudah dicerna penonton, anak kecil sekali pun.
Ada juga Balik-Balik, pertunjukan daring multilaman yang menggabungkan elemen permainan bayangan, proyeksi video, dan bunyi karya Prodjx Artist Community. Ini merupakan kolaborasi seniman dari Malaysia, Indonesia, Jepang, dan Filipina yang mengeksplorasi pengalaman ruang dan waktu selama pandemi.
Balik-Balik berkisah tentang hari-hari yang berulang tanpa akhir selama gelombang karantina dan pembatasan sosial. Ruang dikompresi melalui teknologi digital. Lewat matahari yang terbit dan terbenam, arak-arakan awan yang berubah-ubah, penonton diajak mencari makna hidup selagi berada di dalam bayang-bayang pandemi.
Alceste by Bycicle mengisahkan boneka tua Alceste yang suka bepergian dan bertemu orang. Musim panas 2020 ini, Alceste bersepeda dari Vaulx-en-Velin ke Avignon di Perancis. Dibawakan oleh seniman Celine Pagniez, yang seperti ”menggendong” boneka tersebut, untuk menunjukkan kekuatan boneka di lingkungan nyata.
Di layar tampak Alceste bertemu dengan orang-orang dan berkegiatan layaknya manusia. Mereka bertukar sesuatu yang menjadi bagian hidup mereka.
Meracik makanan
Di luar pertunjukan, penonton Pesta Boneka #7 bisa menikmati aneka program lainnya. Lewat program Studio Visit, penonton diajak mengintip studio-studio sejumlah seniman teater di beberapa negara, seperti milik Bernd Ogrodnik di Eslandia, Phantom Limb Company di Amerika Serikat, dan Peter Balkwill di Kanada.
Kegiatan favorit saat penyelenggaraan Pesta Boneka luring adalah When Puppeteers Cook, yang kali ini berganti menjadi tayangan video memasak. Para seniman teater boneka ini tak hanya menampilkan kepiawaian meracik cerita, tetapi juga terampil mengolah bahan makanan.
Ada menu arancini di riso, jajanan bola nasi khas Pulau Sisilia, Italia, yang dibawakan Nereidi. Menu pie apel disuguhkan Matt Jackson Studios dari Belanda; ayam suwir sambal matah disajikan Kacak Kicak Puppet Theater asal Indonesia; okonomiyaki diolah Nemuridori dari Jepang; dan makanan khas Rohingya, yakni rakhine moodi (sup mi ikan), diperkenalkan oleh Prodjx Artist Community.
Penonton juga bisa menambah wawasan dan keterampilan melalui lokakarya, di antaranya membuat buku pop-up untuk pertunjukan teater boneka dan teater bayangan, origami puppet, dan petualangan cerita boneka partisipatif. Tak ketinggalan program diskusi terkait teater boneka, seperti puppetry and ecology, women and puppetry, dan puppetry for babies.
Selama 12 tahun penyelenggaraan, Pesta Boneka memilih lokasi beragam lokasi. Dengan keterbatasan akibat pandemi, ”lokasi” virtual tak terelakkan. Namun, kebahagiaan rupanya tidak terbatasi oleh sekotak layar.