Kuasa Uang dan Perangkap Kapitalisme
Tema kuasa uang dan perangkap kapitalisme yang menjadi pilihan berangkat dari kondisi mutakhir saat ini, termasuk dalam kondisi sulit seperti pandemi, yang semuanya selalu berujung pada uang.
Pandemi Covid -19 membuat para personel .Feast melihat lebih dalam peristiwa di sekitar mereka. Hasilnya mewujud dalam album mini Uang Muka. Kali ini tentang isu sosial yang lebih personal: kuasa uang dan perangkap kapitalisme. Lirik-liriknya menyentil, musiknya tetap mengentak keras.
Album Uang Muka dirilis secara digital pada Jumat (11/9/2020) pukul 00.00 WIB. Album mini yang dikerjakan selama lebih kurang 2,5 bulan itu terdiri dari lima lagu dengan tambahan intro, yang tidak terlalu relevan juga berisi kata sumpahan, serta outro.
Intro berupa kata pengantar dari penyanyi Jason Ranti menyatu dengan lagu ”Dapur Keluarga”. Lalu, ”Komodifikasi”, ”Cicilan 12 Bulan (Iklan)”, ”Belalang Sembah”, dan ”Kembali ke Posisi Masing-masing” yang menjadi satu dengan outro, ”Apa Boleh Buat”.
Kelima lagu ditulis oleh setiap personel. Ini di luar kebiasaan .Feast yang diawaki oleh Baskara Putra (vokal), Adnan Satyanugraha (gitar), Dicky Renanda (gitar), Fadli Fikriawan (bas), dan Ryo ”Bodat” (drum).
Masa pandemi yang memaksa kelima personel berada di rumah membuat Uang Muka dikerjakan secara berbeda. Masing-masing punya kesempatan membuat satu lagu sesuai fokus perhatian mereka. Namun, kelima lagu punya benang merah yang sama. Sama-sama bicara soal kuasa uang dan perangkap kapitalisme.
”Dapur Keluarga” yang ditulis Baskara berbicara tentang uang yang dengan digdayanya memperdaya manusia hingga rela melakukan apa pun untuk mendapatkannya. Adapun ”Komodifikasi” yang ditulis oleh Adnan berbicara tentang komodifikasi berbagai hal yang ada dan terjadi di media sosial.
Masih senada, ”Cicilan 12 Bulan (Iklan)” yang ditulis oleh Fikriawan bicara tentang belanja daring dan hal-hal yang berbau kebendaan. ”Belalang Sembah” yang ditulis oleh Dicky bicara soal kebutuhan akan cinta yang ternyata juga bisa dikapitalisasi. Sementara ”Kembali ke Posisi Masing-masing” yang ditulis oleh Bodat bicara tentang ketenangan dalam hidup dan mensyukuri seberapa pun yang dimiliki.
Tema tentang kuasa uang dan perangkap kapitalisme ini menjadi manuver .Feast di tengah pengerjaan album mereka bertajuk Membangun dan Menghancurkan. Mestinya, album ketiga .Feast ini selesai awal tahun 2020. Pandemi Covid-19 menyebabkan sejumlah kendala dalam proses pembuatan album sehingga .Feast memilih untuk rehat dari Membangun dan Menghancurkan, lalu berbelok mengerjakan Uang Muka.
”Kalau kita memaksakan untuk bikin materi-materi lagu untuk M & M (Membangun dan Menghancurkan), berat pressure-nya. Karena bikin album, kan, emang enggak bisa cuma kumpulan lagu-lagu,” tutur Adnan dalam hearing session Uang Muka secara daring, Kamis (10/9/2020).
Album mini yang digarap dengan lebih lepas dan lebih leluasa, juga tanpa tenggat, menjadi pilihan agar mereka tetap bisa bersukacita dan bertahan melewati masa pandemi.
Tema kuasa uang dan perangkap kapitalisme yang menjadi pilihan berangkat dari kondisi mutakhir saat ini, termasuk dalam kondisi sulit seperti pandemi, yang semuanya selalu berujung pada uang. ”Kayak kita lihat era pandemi awal. Kita berurusan dengan masker, harganya di-mahalin. Hal-hal kayak gitu yang kita coba trigger dan bahas di album ini,” kata Fikriawan.
Menyentil
Sejak awal kemunculan .Feast pada tahun 2012, selain mengusung musik yang cukup keras, lebih pas disebut rock—seperti di album debut mereka, Multiverse, yang mencampuradukkan elemen gospel, stoner, doom, hingga hip hop—lirik-lirik yang diusung .Feast pun umumnya menyentil, lebih kerap menohok dalam untaian-untaian kalimat yang tidak mudah dimengerti begitu saja. Kadang multitafsir.
Pilihan tema yang mereka angkat pun jauh dari sekadar ”cinta-cintaan” meski tema cinta sah-sah saja untuk dipilih. Tema lagu-lagu .Feast lebih dekat ke isu-isu politik dan sosial. Beberapa di antaranya seperti terdapat di lagu ”Tarian Penghancur Raya”, ”Peradaban”, dan ”Beberapa Orang Memaafkan”. .Feast memang terang-terangan mengungkapkan, musik bagi mereka adalah media kritik.
Di Uang Muka, meski peran menulis lirik tidak didominasi oleh Baskara, nuansa khas .Feast dengan lirik-liriknya yang juga kerap disebut penggemar mereka ”puitis” tetap terasa. Misalnya pada lagu ”Komodifikasi” yang ditulis oleh Adnan.
Simak penggalan liriknya yang berima. ”Sampai kita pada akhirnya/Penemuan paling mulia/Ciptakan kebutuhan yang tak ada/Menjual cerita konflik manusia”.
Lagu ini, menurut Adnan, menyoal tentang komodifikasi ”drama-drama” atau kehebohan yang kerap terjadi di media sosial. ”Garis besarnya tentang apa-apa yang kira-kira bisa di-cuanin,” katanya.
Hiruk-pikuk di media sosial itu dipresentasikan dengan musik yang tak kalah berisik. Drum dan gitar dimainkan dengan penuh tenaga. Begitupun vokal Baskara yang tersimak berbeda. Di lagu ini, dia seperti menyalak, meraung, serta menjangkau nada-nada tinggi dengan leluasa.
Simak juga lirik di ”Cicilan 12 Bulan (Iklan)”. Sama-sama memiliki rima seperti ”Komodifikasi”. ”Seorang Duhai terpandang/Beli sekarang/Tambah lagi masih kurang”.
Lirik di lagu ”Cicilan 12 (Iklan)” merupakan lirik tentang kapitalisme yang paling gamblang. Cara Baskara menyanyikannya pun tidak terlalu eksploratif. Vokal khasnya kembali dapat disimak di lagu ini. Lagu ini menyoal tentang orang-orang yang selalu terjebak untuk belanja lagi dan lagi, sulit untuk berhenti, terjebak konsumerisme.
Kebutuhan akan cinta yang ternyata juga bisa dikapitalisasi ada di lagu ”Belalang Sembah”. Salah satunya melalui aplikasi kencan. Begitupun dengan aktivitas-aktivitas yang melibatkan percintaan, berkencan misalnya. ”Cinta itu ada duitnya dan bisa diduitin,” kata Dicky.
Musiknya tak terlalu keras, tetapi enak dinikmati. Liriknya, meski indah, terasa nelangsa karena bicara soal cinta beda kasta.
”Tapi jadikanku belalang sembah/Walau sebentar kupercaya indah/Seberapa banyak/Seberapa mahal/Semua kan ku beri/Semua kan ku gadai/Matikan aku setelah usai”.
Sebagai intisari dari Uang Muka adalah ”Kembali ke Posisi Masing-masing” yang menyatu dengan outro ”Apa Boleh Buat”. ”Tahu diri kau dalam bermimpi/Tahu apa kau tentang property/Habis tabunganmu diminum kopi/Habis peluangmu berinvestasi/Lumat kau diinjak generasi/Luntur rencanamu karena pandemi”.
Musiknya keras dengan tempo tak terlalu cepat.
”Intisari dari EP ini, ketika kita ngomongin duit, yang salah duitnya atau kitanya sih. Jadi ini masalah kitanya aja menanggapi. Selama banyak yang susah, ya, bisa bersyukur harusnya. Sepatutnya kita hidup bukan untuk membuktikan kita bisa beli ini itu segala macem. Tapi hidup untuk saling bantu,” tutur Bodat yang turut menyumbangkan vokal di lagu ini.
Toh, mereka tak ingin menggurui. Uang Muka adalah pemaknaan .Feast terhadap hasrat kebendaan manusia masa kini. ”Kalau ini berdampak baik, ya, alhamdulillah,” ujar Adnan.