Film “Guru-Guru Gokil” juga menjadi film original Netflix kedua produksi sineas asal Indonesia menyusul film “The Night Comes for Us” (2018).
Oleh
Wisnu Dewabrata
·5 menit baca
Di balik keberadaannya sebagai sosok yang kerap disebut layak untuk digugu dan ditiru, seorang guru pastinya hanya lah juga manusia biasa. Sebagai manusia dia punya perasaan, bisa jatuh sakit, bisa sakit atau patah hati, punya kehidupan pribadi, berikut beragam problematika serta persoalan manusiawi lain.
Semua sisi manusiawi sosok guru tadi menjadi tema sentral dalam film “Guru-Guru Gokil”, yang digarap jenaka oleh duet sutradara, Sammaria Simanjuntak, dan penulis naskah, Rahabi Mandra. Film yang tayang sejak 17 Agustus 2020 lalu itu tayang di Netflix.
Tadinya film “Guru-Guru Gokil” direncanakan tampil untuk layar lebar. Namun terkendala oleh penerapan PSBB akibat pademi Covid 19, yang memaksa banyak bioskop tutup. Setelah sempat tertunda lama film itu tayang di platform pemutar video streaming berbayar (OTT) Netflix.
Tak hanya itu, film “Guru-Guru Gokil” juga menjadi film original Netflix kedua produksi sineas asal Indonesia menyusul film “The Night Comes for Us” (2018).
Ada banyak karakter guru berikut kondisi dan sepak terjangnya diangkat di film bergenre komedi ini. Salah satu karakter utama sekaligus sosok pencerita (narator) di film ini adalah Taat Pribadi (Gading Marten).
Taat terpaksa melamar menjadi guru pengganti di sekolah tempat bapaknya mengajar dan akan pensiun. Dia tak tahan lama menganggur. Saat bekerja di sekolah menengah atas di salah satu daerah pedesaan itu, Taat bertemu dan berkenalan dengan sejumlah rekannya sesama guru.
Setiap guru punya karakter dan latar belakang berbeda. Ada Rahayu (Faradina Mufti), sosok guru serius dan sangat berdedikasi, yang tak segan-segan merangkap pekerjaan. Mulai dari mengajar Matematika, mengurus tata usaha, menjaga perpustakaan, sampai menjadi satuan pengamanan sekolah.
Selain itu juga ada Nirmala (Dian Sastrowardoyo), Nelson Manulang (Boris Bokir), dan Gagah Perkasa (Ibnu Jamil). Nirmala sebenarnya guru pintar. Namun dia ternyata tengah menghadapi persoalan rumah tangga yang pelik sementara dirinya tengah hamil besar. Sedangkan Nelson adalah guru jujur namun lugu, yang merasa kasihan dan bahkan jatuh hati pada Nirmala.
Cerita berubah cepat dan drastis ketika satu waktu dua orang penjahat menyantroni sekolah dan merampok tas berisi uang gaji para guru dan pegawai sekolah. Walau telah dilaporkan ke pihak berwajib, proses pengungkapan kasus perampokan dinilai berjalan lambat.
Oleh karena tak sabar, Taat dibantu tiga rekan gurunya nekat turun tangan sendiri menyelidiki dan berusaha mengembalikan uang hak mereka. Penyelidikan mereka menemukan hasil dan petualangan pun berlangsung semakin seru sekaligus memicu banyak kelucuan.
Angkat tema guru
Dalam jumpa pers daring pertengahan Agustus lalu Ibnu Jamil, salah satu pemeran, mengaku sangat tertarik dengan tema film yang mengangkat tentang guru itu. Menurutnya terbilang jarang ada film berlatar pendidikan atau sekolah, yang memfokuskan diri pada keberadaan guru-guru.
“Kebanyakan lebih ke drama percintaan murid-murid SMA. Makanya saya tertarik terlibat dalam film (Guru-Guru Gokil) ini apalagi yang diangkat juga tentang nasib guru-guru di sekolah di wilayah terpencil,” ujar Ibnu.
Para pemain juga mengaku tak terlalu kesulitan dalam mendalami karakter yang mereka masing-masing perankan. Selain mencoba mendalami melalui riset dan diskusi, mereka juga merasa setiap karakter yang ada dalam film tersebut sangat terhubung. Hal itu karena hampir semuanya bisa dan pernah mereka temui di masa masih bersekolah.
“Ada banyak memori saya gunakan demi menghidupkan karakter Bu Rahayu. Memori dan pengalaman diajar dulu. Jadi ingat juga masa sekolah paling seru kalau ke kantin. Kemarin pas syuting jadi sering jajan di kantin sekolahnya, yang kebetulan memang dibuka,” ujar Faradina tertawa.
Menyikapi penayangan filmnya di Netflix, Dian yang juga memproduseri film ini mengakui pihak OTT asal Amerika Serikat itu memang memberi mereka tawaran yang tak dapat ditolak. Hal itu terutama terkait kesempatan film “Guru-Guru Gokil” bisa ditonton di luar negeri, terutama di 190 negara di mana Netflix beroperasi.
“Kapan lagi kita bisa mengibarkan cerita asal negara sendiri di negeri orang. Supaya mereka tahu bagaimana tantangan hidup dan perjuangan orang Indonesia. Ada banyak masalah dibicarakan di film ini. Semisal sesulit apa pun kondisinya, orang Indonesia akan saling bantu dan bergotong royong. Hal itu suatu keunikan yang bisa kita ceritakan ke penonton di luar Indonesia,” ujar Dian.
Lebih demokratis
Dian mengaku optimis dengan tingginya penetrasi digital di Indonesia. Hal itu terutama terkait kepemilikan gawai, yang juga bisa dipakai mengakses dan menonton film lewat platform legal macam Netflix. Dari situ dia juga yakin pesan dalam filmnya akan tersampaikan dengan baik ke sebanyak mungkin penonton.
"Saya yakin orang akan selalu kangen untuk bisa kembali menonton film di bioskop satu waktu nanti. Menonton di bioskop sensasinya berbeda. Namun di sisi lain keberadaan Netflix membuat kondisi juga semakin demokratis di mana semakin banyak orang bisa bersamaan menonton satu film," ujarnya.
Hal itu karena pada era bioskop, masalah distribusi film memang kerap menjadi tantangan tersendiri. Hanya orang-orang di kota besar saja yang dapat menonton film secara serentak di bioskop-bioskop. Sedangkan warga di daerah pedalaman harus menunggu beberapa pekan untuk bisa menonton film sama.
"Lewat platform daring siapa pun yang punya akses internet dan Netflix bisa langsung menonton secara serentak di tanggal tayang sama. Buat saya itu lebih demokratis dan sangat penting untuk memajukan industri film kita," tambah Dian.