Pentas teater daring ”Rumah Kenangan” membawa kita kembali memaknai entitas rumah. Lewat pentas ini pula, para aktor berupaya terus berkarya di tengah pandemi.
Oleh
Fransisca Romana Ninik
·4 menit baca
Entitas rumah seakan menemukan kembali maknanya semasa pandemi Covid-19 ini. Untuk beberapa waktu lamanya, orang dipaksa mendekam di kotak berdinding semen dan menghadapi segala isi berikut dinamikanya. Ada hari-hari kemarin yang penuh kenangan, ada hari ini yang penuh kegiatan, dan ada hari-hari esok yang penuh tantangan.
Dalam spirit inilah, pertunjukan teater Rumah Kenangan hadir. Karya kolaborasi Titimangsa Foundation dan Bakti Budaya Djarum Foundation tersebut ditayangkan dalam format daring pada 15-16 Agustus 2020.
Ide cerita dilontarkan aktris Happy Salma, yang juga produser pertunjukan. Naskah dan penyutradaraan ditangani Agus Noor. Para tokoh diperankan aktor-aktor kawakan, yakni Butet Kartaredjasa sebagai Raden Wijaya Sastro, Ratna Riantiarno sebagai Amelia Wijaya, Happy Salma sebagai Mutiara Wijaya, Reza Rahadian sebagai Randy Wijaya, Susilo Nugroho sebagai Parto, dan Wulan Guritno sebagai Mona.
Rumah Kenangan berpusar pada kisah keenam tokoh tersebut, yang ”terpaksa” tinggal serumah. Setiap orang memiliki problem masing-masing yang jalin-menjalin dan bertolak pada peristiwa di masa lampau. Karena tinggal bersama, mau tak mau mereka pun akhirnya harus menghadapi problem tersebut.
Rumah Kenangan berpusar pada kisah keenam tokoh tersebut, yang ”terpaksa” tinggal serumah.
Dikisahkan Raden Wijaya Sastro yang sakit-sakitan dan menjadi pemarah setelah dikait-kaitkan dengan kasus korupsi. Istrinya, Amelia, sabar menghadapinya, tetapi semakin menipis persediaan sabarnya. Anak laki-laki mereka, Randy, kerjaannya bermain gitar dan mencipta lagu yang rupanya tak kunjung terwujud, menyebabkan dia dan ayahnya selalu bertengkar.
Di antara mereka hadir Parto, pengurus rumah tangga yang setia sejak anak-anak masih kecil. Dengan tingkah dan banyolannya, dia berusaha meredakan ketegangan di rumah tersebut dan menghadirkan kenangan-kenangan manis orang-orang yang tinggal di dalamnya.
Suatu hari, putri Raden Wijaya Sastro, Mutiara, tiba-tiba pulang. Sudah 10 tahun dia meninggalkan rumah tanpa pamit setelah ibunya bercerai dengan Raden Wijaya. Dia tidak suka dan tidak bisa menerima kehadiran Amelia dan Randy. Mutiara datang bersama sahabatnya, Mona.
Ketegangan pun dimulai. Hanya ada adu mulut, percakapan yang bernada tinggi, kemarahan, dan kesedihan terpendam di antara anggota keluarga. Puncaknya adalah kebenaran pahit yang diungkapkan Raden Wijaya Sastro kepada Mutiara, yang datang bagai tamparan. Mutiara pun membuka kebenaran hidupnya selama pergi dari keluarga itu.
Tatkala semua pihak akhirnya bersedia menerima rasa pahit itu, mereka justru memetik rasa manis. Rumah kembali menjadi tempat merajut kenangan yang indah.
Realis
Pentas Rumah Kenangan merupakan drama realis, dengan percakapan-percakapan yang menuntun penonton memahami kisahnya. Seluruh percakapan terjadi di ruang keluarga, tempat biasanya semua anggota keluarga berkumpul bersama.
Ceritanya cukup sederhana dan mudah dipahami. Emosi dan interaksi para tokoh yang mengalir turut menuntun bangunan cerita. Selama sekitar satu jam, penonton disuguhi kepiawaian aktor-aktor yang tidak perlu diragukan lagi di atas panggung.
Panggung dalam pentas Rumah Kenangan menjadi sesuatu yang menarik. Format daring mengubah, meskipun tidak secara keseluruhan, bentuk pementasan. Ada unsur sinematik yang membuat penonton merasa sedang menonton sebuah film, tetapi unsur teater panggung tetap kental terasa.
Misalnya fokus penonton ”dituntun”, seperti halnya pada kamera film, pada suatu adegan. Detail wajah aktor menjadi lebih jelas terlihat. Perhatian penonton diarahkan pada satu titik, tidak pada panggung secara keseluruhan seperti ketika menonton pertunjukan teater secara langsung.
Menurut sutradara Agus Noor, cara ini membantu penonton agar lebih nyaman saat menonton pertunjukan di gawai. Penonton juga bisa lebih merasakan emosi para tokohnya, misalnya karena mimiknya ditampilkan secara close-up.
Happy Salma menuturkan, meskipun pentas dibuat dalam format daring, pementasan tetap dilakukan seperti pada umumnya pertunjukan di panggung. Tidak ada pemotongan kecuali saat perpindahan set. ”Walaupun ini teater daring, keasyikan permainan teater dan ruang peristiwa tetap terjadi. Memang energi saat menonton langsung tidak akan bisa tergantikan,” katanya.
Bergerak
Pentas Rumah Kenangan sejatinya tidak sekadar sebuah hiburan pertunjukan belaka, tetapi lebih pada sebuah upaya agar dunia seni pertunjukan tetap bergerak di masa krisis akibat pandemi. ”Saya hanya berpikir bahwa panggung harus bergerak bersama kawan-kawan di dalamnya. Harus ada langkah nyata yang menunjukkan kita masih hidup,” imbuh Happy.
Pandemi Covid-19 telah menyebabkan banyak acara seni, termasuk seni pertunjukan, dibatalkan. Dampaknya sangat besar bagi ribuan pekerja seni yang menjadikan panggung pertunjukan sebagai sumber penghasilan utama mereka.
Akhirnya tercetus produksi Rumah Kenangan, yang juga mengambil latar pandemi. Produksi dilakukan selama dua bulan dengan memenuhi protokol kesehatan. Latihan dilakukan lewat aplikasi Zoom karena aktor dan sutradara tersebar di sejumlah kota. Setelah itu, semua pemain dan kerabat kerja berkumpul di Yogyakarta, setelah sebelumnya menjalani tes cepat (rapid test) dengan hasil nonreaktif.
Mereka dikarantina di Padepokan Seni Bagong Kussudiardja. Akses masuk-keluar bagi yang tidak berkepentingan dengan proses produksi ditutup.
Lewat karya ini setidaknya kita masih bisa memelihara semangat meskipun masih harus melakukan aktivitas di rumah saja. Siapa tahu, justru inilah saatnya kita sebagai penghuni rumah bisa merajut kenangan yang lebih indah untuk masa mendatang.