Sebuah Seruan bagi Foo Fighters
Empat tahun mendekam di belakang perangkat drum bareng band terpopuler Nirvana, Dave Grohl maju di lini depan bersama band barunya Foo Fighters. Seperempat abad kemudian, band itu menuju predikat legenda rock.
Dengan sembilan album penuh dan 12 Piala Grammy, Foo Fighters adalah salah satu band rock terbesar yang pernah ada. Perjalanan itu bermula dengan album debut Foo Fighters, yang berulang tahun ke-25 pada Juli ini. Album itu dikonstruksi dari duka mendalam setelah Kurt Cobain tewas.
”Setelah Kurt meninggal, ada masa ketika semua orang mengurung diri. Dunia kami seperti dijungkirbalikkan,” kata gitaris dan vokalis Dave Grohl kepada Matt Wilkinson dari Beats 1 Apple Music, pekan lalu. Kurt adalah vokalis band Nirvana, dengan Krist Novoselic di posisi bas, sementara Dave baru bergabung pada 1990 sebagai drumernya. Pada 5 April 1994, Kurt mengakhiri nyawanya sendiri.
Sebelum merantau ke Seattle—kota asal Nirvana—Dave remaja telah malang melintang di kancah musik punk Washington DC. Dia sempat jadi drumer band hardcore Scream di akhir dekade 1980-an. Di band itu, Dave mulai menulis lagu, terutama pada album terakhir mereka, Fumble. Ketika Nirvana menggelar tur pada 1990, Dave bergabung dan memutuskan pindah ke Seattle.
Trio itu adalah formasi terpaten Nirvana, yang menghasilkan album Nevermind (1991), sebuah ”kitab” bagi gaya baru musik rock bernama ”grunge”. Lewat album itu, popularitas Nirvana melesat amat cepat. Singel pertamanya, ”Smells Like Teen Spirit” yang dimulai dengan kocokan gitar empat kunci dan gebukan drum menggebu-gebu, sontak menjadi anthem buat kaum muda antikemapanan.
Meski solid bertiga, Dave selalu merasa inferior di hadapan Kurt dan Krist. Sebelum Dave gabung, Nirvana telah bergonta-ganti drumer. Maka, Dave bermain sekencang mungkin supaya tidak dipecat.
”Sebelumnya, aku selalu bergabung dengan band yang anggota lainnya adalah teman yang sudah kukenal lama. Sementara Kurt dan Krist adalah orang baru bagiku. Jadi, ada semacam kecemasan ’aku kurang oke bagi mereka sehingga mereka bisa saja menggantiku’,” ungkap Dave.
Kecemasan itu justru memoles permainan drum Dave. Pukulannya punya ciri khas: lantang dan sukar ditebak. Sehingga, posisi Dave sebenarnya sangat aman di Nirvana. Mereka terus jalan bertiga hingga merekam album In Utero (1993) dan menjalani konser akustik yang direkam jadi album MTV Unplugged in New York (1994).
Sebelumnya, aku selalu bergabung dengan band yang anggota lainnya adalah teman yang sudah kukenal lama. Sementara Kurt dan Krist adalah orang baru bagiku. Jadi, ada semacam kecemasan ’aku kurang oke bagi mereka, sehingga mereka bisa saja menggantiku’.
Rupanya, sampai di situlah perjalanan Dave bersama Nirvana. Band yang tiba-tiba jadi band terbesar menyingkirkan Metallica dan Guns ’N Roses itu tamat setelah Kurt tiada. Nirvana selesai. Grunge memasuki babak akhir. Dave tertegun.
Dia gamang melanjutkan hidupnya meski banyak band menawarinya gabung. Dia menolak tawaran posisi drumer di band idolanya, Tom Petty and The Heartbreakers. Ada juga rumor Dave akan ditarik gabung dengan Pearl Jam, menggantikan drum Dave Abbruzzese.
”Aku sudah terbiasa tur, pulang ke rumah, bikin lagu. Tapi hasrat itu tiba-tiba lenyap. Aku betul-betul tak ingin menulis lagu. Bahkan sekadar mendengar musik pun aku enggan, apalagi gabung dengan band dan duduk di balik perangkat drum,” kenang Dave.
Untuk beberapa saat, Dave larut dalam kekalutannya. Dia kepayahan menemukan jalan terang dari depresi dan disorientasi itu.
Penyelamat hidup
Seperti ditulis Paul Brannigan di majalah Kerrang!, komunitas musik Seattle amat erat. Kematian demi kematian menyambangi kancah musik di sana. Salah satu band, 7 Years Bitch, mengirim kartu pos dukacita untuk Dave. Band itu pernah ditinggal mati gitaris Stefanie Sargent akibat kebanyakan narkotika dua tahun sebelumnya.
Pesan di kartu pos itu sederhana, tapi amat menyentuh: ”Kami merasakan apa yang kamu rasakan. Hasrat bermusik mungkin hilang untuk saat ini, tapi akan kembali lagi. Usah khawatir.”
”Kartu pos sialan itu,” ucap Dave kepada Paul, ”menyelamatkan hidupku.”
Dia lantas menggali kembali hal-hal apa yang membuatnya bahagia. Menjalani tur dan menulis lagu adalah dua hal terbesarnya. Dave memutuskan memulai lagi, sekadar demi menyenangkan dirinya.
Penulis biografi Stephen Thomas lewat situs allmusic.com menuliskan, Dave mengajak rekannya dari band Scream, Barrett Jones, masuk studio yang jaraknya sepelemparan batu dari rumah mulai 17 Oktober 1994. Jones membantu menggodok sketsa-sketsa lagu yang pernah ditulis Dave menjadi 15 trek.
”Empat jam pertama dihabiskan mencari bunyi gitar. Aku dan Jones memakai metode yang biasa kami lakukan. Dimulai dengan merekam drum, mendengarnya lagi sambil bergumam, mengisi dua atau tiga lapis gitar, lalu menambahi trek bas. Vokal diisi belakangan,” kata Dave, yang pada masa itu berusia 26 tahun.
Semua trek dasar dirampungkan dalam waktu dua setengah hari. Dave bergonta-ganti instrumen. Hanya ada seorang kontributor yang menyumbangkan bunyi noise gitar pada lagu ”X-Static”, yaitu pentolan band Afghan Whigs, Greg Dulli. Greg pakai ampli gitar berselongsong plastik serupa jeriken, yang suara desisnya parah kalau kehabisan baterai. Justru bunyi seperti itu yang dicari.
Proses rekaman itu rampung sesuai jadwal: satu minggu. Lagu-lagunya terekam ke dalam 100 kaset, yang dibagikan untuk teman dan handai taulan. Karena masih agak gamang menampilkan jati dirinya, Dave pakai nama alias Foo Fighters, diambil dari istilah militer untuk UFO. Nama itu dipakai agar terkesan seperti nama band, padahal Dave sendiri yang mengisi semua bagian lagunya.
”Kalau saja dari dulu sudah tahu akan berkarier dengan band ini, aku tak akan memilih nama Foo Fighters. Itu nama yang konyol,” kata Dave belakangan.
Mengudara
Kaset demo itu jadi omongan di kancah musik Seattle. Label rekaman, yang sedang mencari jagoan grunge baru pasca-Nirvana, berlomba-lomba menawari kontrak. Alih-alih maju menjalani karier solo, Dave memutuskan membentuk band betulan.
Nate Mendel (bas) dan William Goldsmith (drum) digamit dari band rock setempat, Sunny Day Real Estate, tepat ketika mereka baru turun pentas pembubaran band. Pat Smear, mantan gitaris band hardcore Germs yang juga pernah jadi gitaris tambahan selama tur Nirvana, diajak jadi gitaris kedua. Dave Grohl jadi vokalis dan gitaris utamanya. Pada Natal 1994, Foo Fighters lahir sebagai band.
Tak lama kemudian, lagu besutan band baru itu mengudara. Pertama kali melalui program radio Self Pollution asuhan pentolan Pearl Jam, Eddie Vedder pada 8 Januari 1995. Nomor ”Exhausted” dan ”Gas Chamber” (lagu kover dari Angry Samoans) dipilih Eddie. ”Aku bebaskan lagu-lagu ini mengudara. Lagunya keren sekali,” ujar Eddie.
Baru pada 4 Juli 1995, pada hari kemerdekaan AS, album itu resmi lahir di bawah label Roswell Records bikinan Dave, dan didistribusikan label besar Capitol Records. Album bersampul gambar pistol-pistolan itu memuat 12 lagu, dengan nomor ”This is a Call” sebagai singel pertama dan ditempatkan di urutan pertama pula.
Lagu andalan itu ditulis Dave ketika menyepi di Dublin, Irlandia, beberapa bulan setelah kematian Kurt. Bagian bait lagu itu berseliweran hal-hal acak; kuku, balon, dan obat gangguan hiperaktif Ritalin. Namun intinya, ada di bagian chorus, ”This is a call to all my past resignation”, atau kira-kira ”ini adalah sebuah seruan atas segala kemunduranku”.
”Aku sengaja menulis lirik asal-asalan karena terlalu banyak hal yang mau dikatakan. Aku menulisnya di kamar mandi. Tapi bagian chorus itu sangat berarti: aku pisah jalan dengan masa laluku,” kenang Dave.
Lagu berikutnya adalah ”I’ll Stick Around”, yang tak kalah kencangnya dengan ”This is a Call”. Baru pada trek ketiga, tensi album menurun sedikit dengan ”Big Me” yang minim distorsi itu. ”Big Me” adalah singel ketiga yang makin melejitkan nama mereka. Promosi lagu itu dibarengi dengan klip video jenaka yang memarodikan iklan permen Mentos.
Duka yang menyenangkan
Warna musik di album perdana itu kerap dibandingkan dengan album-album Nirvana. Anggapan itu tak sepenuhnya salah. Mau bagaimana lagi, referensi musik Kurt dan Dave mirip-mirip; rock klasik dan punk era awal, seperti Black Flag, Husker Du, Led Zeppelin, Black Sabbath, Minor Threat, maupun pionir indie rock REM.
Pembedanya adalah karakter penulisan lirik. Lirik bikinan Kurt cenderung bertungkus dalam kesuraman. Sementara lirik Dave masih menyisakan sisi terang dari persoalan. Dalam lagu ”Good Grief”, misalnya, Dave menjabarkan perasaan berduka dan bagaimana dia menikmati kesedihan itu.
Album perdana itu laris. Belum sampai setahun beredar, album itu terjual hingga dua juta keping di seluruh dunia. Jagoan baru rock alternatif ini mengimbanginya dengan manggung di mana-mana: Amerika Utara, Eropa, hingga ke belahan dunia bagian selatan.
Mereka sempat singgah di Indonesia dalam tur ke Australia dan Selandia Baru. Mereka main di acara Jakarta Pop Alternatif Festival besutan Java Musikindo pada 14 Januari 1996 di Plaza Timur Senayan, Jakarta, bareng Beastie Boys dan Sonic Youth. Walau diperkuat mantan drumer Nirvana, Foo Fighters dimainkan mendahului Sonic Youth dan Beastie Boys, yang memang sudah tenar duluan itu.
Kini, Beastie Boys sudah pensiun, Sonic Youth pun bubar. Sementara Foo Fighters masih kukuh berdiri, walau Dave pernah tampil dengan gips karena kakinya patah. Empat dari sembilan album mereka memetik Piala Grammy kategori album rock terbaik. Mereka juga telah menjalani konser terbesar di Stadion Wembley, Inggris, selama dua malam berturut-turut dengan bintang tamu dua punggawa Led Zeppelin: John Paul Jones (bas) dan Jimmy Page (gitar).
Pandemi Covid-19 menahan laju mereka yang kini berawak enam personel: Dave, Nate Mendell (bas), Pat Smear (gitar), Taylor Hawkins (drum), Chris Shiflett (gitar), dan Rami Jaffee (keyboard). Tur napak tilas perayaan album debut itu ditunda hingga akhir tahun. Album kesepuluh menanti beredar.
”Album (baru) sudah selesai dan bakal keren. Panggung dan lampu sudah dikemas di truk, siap berangkat. Sedetik setelah kondisi memungkinkan, kami akan menghajar panggung seperti biasanya. Janji. Sekarang, cuci tanganmu dulu sana,” pesan Dave.