Festival Film Indiskop: Siasat Tetap Kreatif di Masa Pandemi
Pandemi Covid-19 membuat industri perfilman Tanah Air terhenti dan banyak bioskop ditutup. Bioskop Rakyat Indiskop menggelar Festival Indiskop untuk mendorong ekosistem perfilman tetap kreatif dan berkarya.
Oleh
Wisnu Dewabrata
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid 19 memang memukul banyak sektor usaha, tak terkecuali industri perfilman di Tanah Air. Banyak bioskop terpaksa ditutup setelah kebijakan pembatasan sosial berskala besar diterapkan demi mengurangi kemungkinan penularan virus.
Menyikapi kondisi itu, pihak Bioskop Rakyat Indiskop menggagas festival film bertajuk Indiskop Festival 2020 Online Film Festival yang akan berisi sejumlah program dan kegiatan daring.
Menurut sang penggagas, Marcella Zalianty, Rabu (24/6/2020), acara itu pada intinya dibuat demi menjaga kreativitas dan produktivitas dunia perfilman Tanah Air pada masa pandemi.
Hal itu disampaikan Marcella dalam jumpa pers daring yang juga dihadiri sejumlah kalangan, seperti Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Joshua Simanjuntak. Joshua sekaligus membuka secara resmi festival, yang juga akan diisi kompetisi film pendek.
”Tema festival film daring Indiskop kali ini Indonesia Bangkit. Tema itu sesuai semangat yang ingin dibangun, salah satunya gotong royong sebagai dasar kehidupan rakyat Indonesia. Program inspiratif ini akan kami distribusikan ke seluruh lapisan masyarakat secara daring sebagai bentuk respons kreatif kami menghadapi pandemi Covid-19,” ujar Marcella.
Sebagai medium literasi, festival ini terdiri atas sejumlah kegiatan, di antaranya kelas daring berbayar pembelajaran film, Indiclass. Kelas itu terdiri atas sejumlah kelas pembelajaran tentang beragam tema, seperti kelas film bisnis dan strategi, storytelling, film produksi, penyutradaraan, penulisan skenario, editing, dan kelas kewirausahaan sosial.
Setiap kelas menurut rencana akan diisi pembicara dari kalangan profesional di bidang masing-masing. Mereka antara lain Garin Nugroho, Angga Sasongko, Reza Rahadian, Chelsea Islan, Niniek L Karim, Jose Rizal Manua, dan Sha Ine Febriyanti. Juga pembicara dari kalangan profesional di bidang lain, seperti Gita Wirjawan dan dr Gamal Albinsaid.
Selain kelas pembelajaran, Indiskop Festival juga menggelar kompetisi film pendek, yang dapat diikuti semua kalangan. Para pemenang akan ditampilkan sekaligus merasakan malam penghargaan, yang akan digelar secara daring.
Sementara film-film karya mereka akan ditayangkan, juga secara daring, di kanal aplikasi milik Indiskop. Selain itu, acara lain yang menjadi bagian dari festival kali ini adalah Indistalk, berupa program talkshow membahas berbagai tema terkait film, sosial budaya, dan topik kekinian lain.
Bersamaan dengan perayaan HUT Ke-75 RI, festival ini juga akan menggelar program Indiscreening, yang akan menampilkan sejumlah film hasil kurasi bertema ”Indonesia Bangkit”.
Dalam kesempatan sama, kritikus film yang juga Ketua Komite Film Dewan Kesenian Jakarta (2016-2020), Hikmat Darmawan, juga menyampaikan pandangannya. Dia menyebutkan pentingnya semua pemangku kepentingan perfilman Indonesia terus membangun ekosistem perfilman yang sehat.
Hikmat lebih lanjut mengutip hasil jajak pendapat yang digelar salah satu lembaga survei tepercaya Tanah air, yang menurut dia menunjukkan hasil menggembirakan.
Dari hasil survei tentang film Indonesia tersebut diketahui kalangan muda ternyata memiliki minat sangat tinggi terhadap film Indonesia. Akan tetapi, tambah Hikmat, antusiasme itu tak didukung oleh ketersediaan jumlah layar yang signifikan untuk menayangkan film-film tersebut.
”Hasil survei itu menunjukkan kepercayaan terhadap film Indonesia rupanya sudah sangat terbangun di kalangan anak muda. Cuma di kelompok usia 35 tahun ke atas saja ternyata yang rujukan dominannya film-film Barat alias Hollywood. Dari situ penting sekali keberadaan bioskop rakyat seperti digagas Indiskop dalam memberi akses seluas-luasnya ke film Indonesia untuk ditonton masyarakat,” tambah Hikmat.
Lebih lanjut Hikmat juga menyoroti pentingnya keberadaan bioskop rakyat, terutama yang dapat menjangkau hingga ke daerah-daerah. Hal itu dibutuhkan demi bisa menjangkau seluruh potensi pasar perfilman di Tanah Air. Tak hanya menjadi ekosistem perfilman Indonesia, keberadaan bioskop rakyat juga dapat menjadi suatu ruang publik yang strategis.
”Tak hanya untuk membentuk dan meningkatkan budaya menonton, tetapi juga untuk membudayakan bagaimana kita mampu membaca diri sendiri lewat film. Dari situ kita bisa membangun bagaimana (caranya kita bisa) membaca apa itu Indonesia, seperti apa sosial dan masyarakat kita. Semua dilakukan melalui film,” tutur Hikmat.
Melalui sebuah ajang festival film, diharapkan ekosistem perfilman Tanah Air dapat membangun sendiri sistem pemrogramannya. Hal seperti itu sudah lama terjadi di banyak negara maju. Dengan begitu, akses masyarakat terhadap perfilman tak lagi sebatas film-film box office, melainkan juga karya-karya sinematografi lain.
”Seperti film-film yang menjadi tonggak sejarah perfilman itu sendiri, termasuk film-film berkualitas dari luar negeri,” ujar Hikmat.