Semenjak Black Lives Matters bergelora, sejumlah orang yang selama ini terbungkam kembali menyuarakan kritik bagi diskriminasi rasial yang dialami orang kulit hitam dalam industri musik.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·5 menit baca
Selama ini, para musisi kulit hitam telah mengkritik penggunaan istilah urban music atau musik urban dalam industri musik. Mereka menganggap istilah ini mendiskriminasikan musisi dan pejabat eksekutif musik berkulit hitam. Namun, kritik terkait istilah urban itu kerap dianggap sebagai angin lalu.
Kritik terhadap istilah itu kembali dibahas oleh musisi dan rapper Tyler, the Creator. Pada 26 Januari lalu, Tyler dalam acara 62nd Annual Grammy Awards di Los Angeles, Amerika Serikat, menganggap penghargaan yang diterimanya sebagai hinaan di balik pujian. Albumnya, Igor, menang dalam kategori album rap terbaik meskipun hanya mengandung sedikit rap.
”Menyebalkan bahwa setiap kali kami, orang-orang yang mirip saya, melakukan apa pun yang membengkokkan genre, mereka selalu memasukkannya ke dalam kategori rap atau urban. Saya tidak suka kata ’urban’ itu. Itu hanya cara politis untuk mengucapkan kata ’N’ kepada saya,” kata Tyler.
The New York Times menulis, istilah urban music merupakan eufemisme bersifat rasis yang menggeneralisasi genre musik yang identik dengan musisi orang kulit hitam, seperti hiphop dan R&B. Istilah urban muncul di masa 1970-an ketika radio sedang berjaya.
Kematian warga kulit hitam AS bernama George Floyd karena lehernya ditindih lutut polisi berkulit putih pada 25 Mei 2020 menyulut gerakan global Black Lives Matter. Semenjak gerakan ini bergelora, sejumlah orang yang selama ini terbungkam kembali menyuarakan kritik bagi diskriminasi rasial yang dialami orang kulit hitam dalam industri musik.
Seruan itu tertera dalam surat kelompok para eksekutif kulit hitam dari Warner, Sony, Universal, Live Nation, dan Spotify di Inggris. Salah satu tuntutan yang muncul adalah agar orang berpengaruh di industri musik mengganti istilah urban music menjadi black music.
”Industri musik telah lama mendapat untung dari budaya orang kulit hitam yang kaya dan beragam selama beberapa generasi. Ini adalah mikrokosmos dari ketidakadilan rasial masyarakat. Tetapi secara keseluruhan, kami merasa industri telah gagal mengakui rasisme struktural dan sistematis yang memengaruhi komunitas kulit hitam,” tulis mereka, Selasa (9/6/2020).
Dalam surat itu, mereka menyerukan pelatihan wajib mengenai prasangka tanpa sadar untuk pekerja nonkulit hitam dan pengembangan karier pegawai kulit hitam. Selain itu, mereka juga mendesak para petinggi untuk membuat anggaran tahunan guna mendukung organisasi, proyek pendidikan, dan kegiatan amal masyarakat kulit hitam.
Tuntutan ini muncul tak lama setelah sejumlah label industri musik besar menghentikan bisnis selama sehari dalam kampanye bertajuk ”Black Out Tuesday (Selasa Gelap)”. Langkah ini dipromosikan melalui tagar #TheShowMustBePaused.
Pengakuan musisi
Anggota Sugababes, Keisha Buchanan, mengaku trauma atas diskriminasi ras selama menjadi satu-satunya anggota berkulit hitam dalam grup ini. Sugababes merupakan trio perempuan asal Inggris yang terkenal dengan berbagai hit, seperti ”Too Lost in You” dan ”Push the Button”.
Buchanan digambarkan sebagai pelaku perundungan di dalam grup sehingga ditakuti oleh anggota lainnya. ”Aku tidak pernah merundung siapa pun dalam hidupku, tetapi setelah beberapa lama aku merasa tidak akan ada orang yang percaya,” tuturnya.
Stereotip negatif itu muncul karena Buchanan dikaitkan sebagai perempuan berkulit hitam yang agresif, sebuah stigma yang telah melekat sejak abad ke-19. Trauma itu begitu membekas sehingga penyanyi kelahiran 1984 itu harus menjalani terapi karena kepercayaan dirinya terpukul.
Senada dengannya, anggota grup Little Mix, Leigh-Anne Pinnock, turut merasakan perlakuan rasis. ”Realitas saya adalah merasa kesepian ketika tur ke negara-negara kulit putih di mana saya bernyanyi untuk orang yang tidak melihat, mendengarkan, dan mendukung saya. Saya terus-menerus merasa harus bekerja sepuluh kali lebih keras dan lebih lama dalam grup,” tuturnya.
Sementara itu, rapper asal Amerika Serikat, Gucci Mane, menyebut label lamanya sebagai perusahaan rasis yang sopan. Melalui cuitan di Twitter, yang telah dihapus, ia menyatakan meninggalkan Atlantic Records. Mane tidak merinci diskriminasi apa yang telah terjadi, tetapi dia menyebut pejabat di label itu sebagai orang kulit putih yang rasis.
Dalam sebuah investigasi yang dilakukan majalah Rolling Stone, musisi menjadi semakin vokal tentang kontrak yang sangat tidak adil. Banyak pejabat eksekutif kulit putih mendapat untung dari musik orang kulit hitam, sedangkan para artis hanya menerima sejumlah kecil keuntungan.
”Ada perhatian untuk membawa transparansi dalam sistem label rekaman yang berkembang dalam kegelapan dan kapasitas dari tindakan kolektif dalam bisnis musik yang kejam,” tulis jurnalis Elias Leight.
Perubahan perlahan
Kembali kepada istilah urban, sebagian orang penting dalam industri musik tampaknya mulai berbenah diri dengan perlahan dalam mengatasi isu rasial. The Recording Academy, penyelenggara Grammy Awards, mulai menyadari keengganan untuk menggunakan istilah urban dalam musik orang kulit hitam.
Pada 10 Juni 2020, organisasi itu mengumumkan ada beberapa perubahan sistem dan nama sejumlah kategori penghargaan. Beberapa di antaranya kategori urban contemporary menjadi progressive R&B dan kategori rap/sung performance menjadi melodic rap performance. Perubahan ini akan berlaku dalam penyelenggaraan acara 63rd Annual Grammy Awards tahun depan.
Interim President and Chief Executive Officer Harvey Mason Jr mengatakan, usulan perubahan sistem dan nama kategori ini telah muncul sebelum 1 Maret 2020. Ini mengisyaratkan perubahan ini muncul sebelum gerakan Black Lives Matter.
”Ada beberapa perasaan tidak nyaman di sekitar istilah urban. Saya pikir ini merupakan perubahan bertahap dalam komunitas R&B. Sudah dibahas di dalam organisasi. Ini sedikit kontroversial kadang-kadang,” kata Mason.
Beberapa perusahaan rekaman dan penyiaran besar telah berjanji untuk menanggalkan istilah urban music itu. Republic Records, yang merupakan label Ariana Grande, The Weeknd, dan Taylor Swift, melarang penggunaan istilah urban dalam genre musik, nama divisi, dan jabatan pegawai.
”Kami mendorong seluruh industri musik untuk mengikuti karena penting untuk membentuk masa depan seperti apa yang kita inginkan dan tidak mematuhi struktur masa lalu yang ketinggalan zaman,” tulis Republic Records di Instagram.
Sementara itu, perusahaan seperti Warner Music juga menyatakan hal senada. Perusahaan ini juga membentuk satuan tugas khusus internal untuk meningkatkan kesetaraan dalam perusahaan setelah sebelumnya mantan petinggi di anak perusahaanya, Atlantic Records, Ben Cook, mengundurkan diri karena memparodikan orang kulit hitam dengan mengecat wajah menjadi hitam. (AFP/BBC/BILLBOARD)