Jungkir Balik Kru Film Bertahan Hidup di Tengah Pandemi
Beragam cara diupayakan para kru film agar bisa bertahan hidup di tengah krisis akibat pandemi Covid 19. Namun, krisis juga membuka masalah lama soal jaminan kesejahteraan kru film yang harus lebih diperhatikan.
WALAU masih merasa terpukul terutama secara finansial, Ahmad Afifudin Arif alias Brayen Ucup, film art director dengan 15 anak buah (kru), mengaku masih sedikit beruntung. Pasalnya, dia masih sempat pulang kampung ke Klaten, Jawa Tengah, jauh sebelum banyak daerah menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) awal Maret lalu.
Brayen terpaksa pulang kampung lantaran pandemi Covid 19 menghentikan rencana pengambilan gambar film sekuel drama romantis, yang seharusnya dia garap bersama kelima belas anak buahnya. Pembayaran honor termin pertama sudah lunas. Proses shooting rencananya berlangsung 20 hari di Jakarta, Salatiga, dan Surabaya.
”Kami sudah siap-siap, tapi lalu datang kabar shooting-nya ditunda sampai enggak tahu kapan. Kaget banget, Mas. Dan pastinya berat juga saat ngabarin ke anak buah. Dua malam aku malah enggak bisa tidur mikirin gimana mau ngomongnya. Habis mau gimana lagi?” kenang Brayen.
Selama di kampung Brayen membantu keluarganya bertani bawang merah di lahan milik orangtuanya. Saat awal baru pulang, dia mengaku sedih lantaran merasa dirinya seperti orang gagal. Apalagi di kampung dia juga terbilang enggak banyak mengerjakan sesuatu.
Agar tak terlalu terlihat menganggur, akhirnya Brayen mengerjakan apa saja pekerjaan bertani secara serabutan. Maklum saja, walau berasal dari keluarga berlatar petani, dia tak pernah terlibat aktif bertani.
Kini dia juga sedikit menyesal lantaran merasa tak punya keterampilan atau kemampuan selain apa yang dia kerjakan selama menjalani pekerjaannya sebagai kru film. Andaikan dia memiliki keterampilan lain, tambahnya, bisa jadi dia dapat memanfaatkannya untuk mencari uang semasa menganggur.
Dalam konteks itu, Eko Nurbagus Setiawan, seorang still photographer, boleh jadi sedikit lebih beruntung. Sejak beberapa tahun terakhir sebelum pandemi, Bagus begitu dia akrab disapa, mendalami hobi memelihara ikan hias air tawar.
Siapa menyangka, setelah belasan tahun bekerja sebagai seorang fotografer professional justru hobinya itulah yang sekarang menunjang kehidupan keluarganya. Dengan modal yang dia miliki sekarang, Bagus mencoba menekuni bisnis jual beli ikan hias air tawar jenis discus.
Menurut Bagus, sebetulnya hobi itu mau dia seriusi kelak saat mulai memasuki usia tua. Namun, pandemi Covid 19 malah justru mempercepat rencana itu. Dia menambahkan, semua upaya harus dijalani demi dapur tetap bisa ngebul dan cicilan terbayar.
”Sebetulnya ada juga pekerjaan (sambilan) lain, garap company profile atau untuk profil kampanye politik. Tapi sejak Maret, ya, praktis sama sekali enggak ada orderan. Kalau tahu bakal seperti ini, saya dulu harusnya jadi pegawai negeri saja, ya. Ha-ha-ha,” ujarnya berkelakar.
Kerjakan apa saja
Kisah-kisah kurang lebih senada juga dialami Yonna Kairupan (42), penata rias film dan acara televisi, dan Dayu Wijanto (50), aktris yang kerap bermain sebagai pemeran pendukung. Akibat pandemi, Yonna praktis menganggur. Pendapatannya kini anjlok hingga 80 persen lebih.
Pendapatan dari sang suami juga ikut tak bisa diandalkan lantaran mereka berdua juga sama-sama hidup dari produksi film. Suaminya adalah seorang konsultan film horor. Saat awal-awal pandemi mulai ramai, Yonna sebetulnya sudah terikat kontrak dengan salah satu produksi film.
”Saya sudah ikut seleksi, kasih ide, dan tanda tangan kontrak. Dapat panjer. Eh, proyek-proyek ditunda. Beberapa shooting dibatalkan, bahkan enggak ada kabar,” katanya.
Yonna kini coba menerima panggilan merias ke rumah. Namun, dalam kondisi sekarang dia juga tak mau asal menerima klien. Hanya mereka yang diyakininya peduli menjaga kesehatan saja yang akan didatangi. Selain itu, Yonna juga mencoba membuat tutorial make up untuk diunggah daring.
Tutorial daring tadi lumayan sedikit bisa diandalkan menambah pendapatan. Sejumlah produsen kosmetik menawarinya kerja sama. Walau dalam kondisi paceklik seperti sekarang, Yonna mengaku tetap berusaha untuk bersyukur.
Nasib dirinya, kata Yonna, masih jauh lebih baik jika dibandingkan dengan para kru lain, seperti pengatur lampu, juru kamera, dan penata kostum. Untuk mencari penghasilan alternatif, paling tidak Yonna mengaku punya kamera, laptop, dan mesin jahit.
Beberapa waktu lalu, sejumlah kalangan menggalang dana untuk membantu para kru film, terutama mereka pekerja harian, yang terkena dampak pandemi. Walau tak masuk dalam kategori yang mendapatkan bantuan, Yonna mengaku para kru rekan lainnya masih banyak yang jauh lebih layak untuk dibantu.
Selain mengerjakan sambilan terkait kemampuan merias, Yonna kini juga tengah belajar menjahit. Dia berecana meneruskan butik muslimat almarhum ibunya yang terhenti sejak pertengahan tahun 2019.
”Butiknya terbengkalai. Mau dijalankan lagi. Saya sedang meningkatkan kemampuan menjahit supaya ngerti busana,” ujarnya.
Sementara itu, walau cemas menunggu kepastian kelanjutan shooting, Dayu Wijanto, aktris pemeran pendukung, mengaku tetap mencoba mengambil hikmah di balik kesulitan sekarang. Walau mengaku tetap kangen aktivitas shooting, selama berada di rumah Dayu merasa lebih dekat dengan keluarganya.
”Sejak Maret lalu, semua shooting berhenti. Untuk mengisi waktu sehari-hari, saya menonton film nasional dan barat, sampai yang jadul-jadul (zaman dahulu) juga saya tonton. Untuk menambah wawasan tentang film,” katanya.
Berkah di balik pandemi
Menurut Ketua Umum Karyawan Film dan Televisi (KFT) Gunawan Paggaru, pandemi Covid 19 menyebabkan ribuan kru film menganggur dan mengalami kesulitan ekonomi. Dari yang terdata KFT saja terdapat sedikitnya 2.000-an kru membutuhkan bantuan untuk bisa menghadapi krisis kali ini.
Sementara itu, Badan Perfilman Indonesia (BPI) seperti juga disampaikan Ketua Umumnya, Chand Parwez Servia, menyebut 90 persen pekerja film adalah pekerja informal dan pekerja harian. Mereka rentan menjadi pihak yang langsung terdampak secara finansial, terutama akibat konsekuensi dari kebijakan publik di masa pandemi.
”Sebagai pekerja lepas, mereka dibayar per judul, baik film ataupun produk tayangan untuk televisi. Kalau produksinya terhenti, otomatis mereka tak dibayar. Selain itu, sistem pengupahannya juga membuat apa yang mereka terima hari ini sudah habis besoknya,” ujar Gunawan per telepon, Kamis (11/6/2020).
Soal besaran upah, Gunawan juga menyayangkan belum adanya standardisasi. Walau berharap pandemi cepat berlalu, Gunawan menyebut keberadaan wabah sebetulnya juga mendatangkan semacam berkah tersembunyi.
Salah satunya, pandemi mengungkap pentingnya standardisasi upah minimum kru film. Selain itu, sampai sekarang kalangan insan perfilman Indonesia, menurut dia, juga tak kunjung memiliki data baku jumlah total pekerja di bidang ini.
Gunawan menambahkan, organisasinya saja (KFT) mencatat sekitar 5.000 anggota yang memiliki kartu tanda keanggotaan (KTA). Belum lagi organisasi-organisasi terkait profesi seputar dunia perfilman Tanah Air seperti sutradara, penulis naskah, dan banyak lagi, yang pastinya juga punya data keanggotaan sendiri.
Dia menambahkan pula, dari hasil survei milik salah satu situs web perfilman Tanah Air, yang pernah dibacanya, jumlah kru film di Indonesia diperkirakan 35.000 orang.
Data itu, menurut Gunawan, dikeluarkan tahun 2019 dan didapat dari hasil pencatatan oleh situs film bersangkutan. Mereka mencatat nama-nama kru film yang diambil dari seluruh credit title film Indonesia.
Lebih lanjut data yang akurat sangatlah dibutuhkan, salah satunya untuk membuat kebijakan lebih lanjut, termasuk soal standardisasi upah minimum. Selain itu, data akurat juga diperlukan untuk menata sertifikasi dan standar kompetensi, termasuk yang terkait masalah standar kesehatan dan keselamatan kerja (K3).
”Jadi, dengan adanya Covid 19 ini semua terbuka dan akhirnya kita bisa menelusuri seluruh persoalan di lingkungan industri perfilman kita,” papar Gunawan.
Gunawan menambahkan, jangan sampai lagi terjadi kru film mengalami kecelakaan kerja tapi setelah itu tidak ada kejelasan mereka harus bagaimana dan dapat hak kompensasi seperti apa.
Semoga saja setelah semua persoalan terbuka, upaya mencari solusi juga bisa segera membawa hasil demi kesejahteraan bersama para kru film. (DWA/BAY)