Teresa Teng, Diva Lagu Mandarin yang Turut Memopulerkan Lagu Indonesia
Teresa Teng, diva lagu pop Mandarin, fasih menyanyikan lagu-lagu dari Indonesia sehingga boleh dibilang ia turut memopulerkan Indonesia di China, Hong Kong, dan Taiwan. Mei ini, genap 25 tahun kepergiannya.
Oleh
Iwan Santosa
·5 menit baca
Mei tahun 2020 ini, genap 25 tahun kematian Teresa Teng (Deng Li Jun), diva musik populer mandarin. Ia meninggal tahun 1995 di Chiang Mai, Thailand, saat berusia 42 tahun. Dalam survei terakhir peringatan 60 tahun RRC pada tahun 2009, Teresa Teng terpilih sebagai artis terpopuler di zaman modern yang mengalahkan artis kondang China lainnya.
Penyanyi yang lahir di Taiwan itu adalah jembatan budaya Tiongkok-Taiwan-Hong Kong yang juga populer di Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Singapura, dan bahkan Indonesia!
Stasiun Berita CNN juga memilih Teresa Teng sebagai satu dari 50 ikon musik dunia bersama Michael Jackson, Elvis Presley, dan grup musik The Rolling Stones.
Tommy Lee, penulis buku Kan Jian Yin Ni (Melihat Indonesia), menuliskan, betapa Teresa Teng juga menyanyikan lagu-lagu dari Indonesia sehingga turut memopulerkan Indonesia di China, Hong Kong, dan Taiwan.
”Teresa Teng juga memopulerkan lagu ’Tian Mi Mi’ (Semanis Madu) yang diadopsi dari gambang semarangan seperti lagu ’Gambang Kromong’ di Jakarta. Lagu tersebut aslinya berjudul ’Dayung Sampan’ yang populer di Semarang, Jawa Tengah, tahun 1950-an,” tulis Tommy Lee yang pernah menjadi juru bicara Kamar Dagang Taiwan di Jakarta pada dekade 2000-an.
Ada ungkapan semasa Deng Xiao Ping berkuasa di China. Deng Besar, yang merujuk pada Deng Xiao Ping, berkuasa di siang hari. Sementara Deng Kecil, maksudnya Teresa Teng, adalah penguasa malam hari, lantaran lagu-lagunya sangat populer di banyak tempat hiburan malam (singing hall) di China, Hong Kong, dan Taiwan.
Kepopuleran Teresa Teng semakin menanjak di China karena lagu-lagunya sempat dilarang akibat dinilai membawa semangat borjuis. Namun, ini membuatnya justru makin populer. Lewat Hong Kong, rekaman lagu-lagunya diselundupkan ke China.
Akhirnya, Pemerintah China mencabut larangan tersebut. Lagu-lagu Teresa Teng justru kemudian menjadi lagu wajib yang sering dinyanyikan dan diajarkan kepada siswa asing yang belajar bahasa Mandarin.
Beberapa di antara lagu tersebut adalah ”Yue Liang Dai Biao Wo De Xin” (Rembulan Menggambarkan Cintaku) yang dirilis tahun 1978 dan dinyanyikan ulang oleh rocker ternama Jon Bon Jovi di Amerika Serikat pada tahun 2017 serta ”Tian Mi Mi” yang disadur dari gambang semarangan ”Dayung Sampan”.
Saat penulis mengikuti kursus antar-Pemuda ASEAN di Kota Nan Ning, Guangxi, China, tahun 2013, beberapa lagu Mandarin yang diajarkan kepada peserta dari negara-negara ASEAN adalah ”Tian Mi Mi”, ”Yue Liang Dai Biao Wo De Xin”, dan ”Bengawan Solo” (Mei Li Suo Luo He atau Sungai Solo yang Indah) karya maestro musik Gesang.
Dalam catatan Tommy Lee, lagu ”Tian Mi Mi” diadaptasi dari lagu yang dinyanyikan Osman Ahmad (1910-1964) yang muncul dalam film Aloha produksi tahun 1950. Teresa Teng juga menyanyikan ”Tian Mi Mi” dalam versi aslinya, yakni Dayung Sampan dengan cengkok bahasa Indonesia yang fasih mengalir.
November 1971, lagu ”Tian Mi Mi” pertama kali dinyanyikan Teresa Teng dan popularitasnya langsung meroket. Lagu tersebut langgeng, bahkan pada November 1979, Tian Mi Mi masuk peringkat pertama lagu populer di Taiwan dan Hong Kong.
Lagu ”Dayung Sampan”, pada kurun waktu sama juga dipopulerkan penyanyi Indonesia, seperti Titiek Sandhora, Rita Zahara, dan Hetty Koes Endang.
Jembatan budaya Indonesia
Udaya Halim, pendiri Museum Benteng Heritage di Tangerang yang merupakan museum budaya peranakan Tionghoa, mengatakan, selain lagu-lagu klasik, Teresa Teng juga biasa menyanyikan lagu-lagu rakyat Nusantara, seperti ”Sing Sing So”, ”Butet”, dan ”Bengawan Solo”.
”Lagu-lagu tersebut dibawa oleh orang-orang Tionghoa asal Indonesia yang pulang ke China karena kebijakan PP No 10/1959, namun masih menjaga warisan tradisi budaya Indonesia. Secara umum lagu-lagu daerah Indonesia diterima luas di China,” kata Udaya Halim.
Secara khusus Teresa Teng juga membuat lagu-lagu untuk penggemarnya di Indonesia, Singapura, dan Malaysia. Salah satu lagunya adalah ”Cinta Suci”, ”Sekuntum Mawar Merah”, dan ”Good Bye My Love” yang juga populer di Indonesia.
Setelah mulai populer di Taiwan tahun 1960-an, dia pun menjejak Jepang dan menjadi salah satu penyanyi terkenal tahun 1970-an dengan lagu ”Kuukou” (Airport) yang muncul pada tahun 1974.
Pada era 1970-an dan 1980-an itulah, popularitas Teresa Teng setara dengan aktor Bruce Lee dan Jackie Chan serta tayangan film Hong Kong dan serial televisi Mandarin yang tersebar luas di Asia Tenggara.
Hidupnya yang jauh dari skandal dengan penampilan tidak berlebihan membuat Teresa Teng diterima semua kalangan di Asia Timur dan Asia Tenggara.
Kepopuleran lagu-lagu Teresa Teng ternyata melintasi zaman. Dalam rangkaian kampanye Pilpres 2019, putri mantan Presiden Soeharto, Titiek Soeharto, menyanyikan lagu ”Yue Liang Dai Biao Wo De Xin” dalam acara kampanye Capres Prabowo Subianto di Sun City, Jakarta Barat, Desember 2018.
Teresa Teng, yang fasih berbahasa Perancis dan menjadi ikon budaya populer yang menjembatani hubungan Taiwan dan China, Asia Timur, dan Asia Tenggara, berpulang karena serangan asma akut di Chiang Mai, 8 Mei 1995.
Pemakamannya diselenggarakan secara kenegaraan di Jin Bao Shan, Taiwan, yang dipimpin Presiden Lee Teng Hui. Pada Mei 2002, figurnya dimunculkan dalam bentuk patung lilin di Museum Madame Tussaud Hong Kong.
Rumah Teresa Teng di Stanley, selatan Hong Kong, kini dijadikan museum dan dibanjiri penggemarnya yang ingin mengungkapkan kecintaan mereka pada diva musik pop Mandarin tersebut. Terima kasih Teresa Teng.... Kenanganmu abadi.