Lagu-lagu Lama yang Dipelesetkan untuk Melawan Covid-19
Para musisi menulis ulang lirik-lirik lagu-lagu lama andalan untuk disesuaikan dengan konteks pandemi Covid-19. Maka, lagu ”Gara-gara Kahitna” dipelesetkan Project Pop menjadi ”Gara-gara Korona”.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
Penyebaran Covid-19 yang terus berlanjut membuat rasa solidaritas tumbuh di antara masyarakat. Para musisi pun tak ketinggalan ikut berkontribusi dalam memupuk semangat melawan pandemi itu. Mereka menulis ulang lirik-lirik lagu-lagu klasik andalan agar sesuai dengan konteks saat ini.
Musisi kenamaan Amerika Serikat, Neil Diamond (79), merilis singel ”Sweet Caroline” dari tahun 1969 dengan lirik baru melalui berbagai media sosialnya, termasuk Twitter, Minggu (22/3/2020). Dalam video itu, Diamond tampak memegang gitar sembari duduk di depan perapian.
”Aku tahu kita sedang mengalami masa sulit sekarang, tetapi aku mencintai kalian. Aku pikir mungkin jika kita bernyanyi bersama, yah... kita akan merasa sedikit lebih baik,” kata Diamond yang kemudian menyanyikan lagu ”Sweet Caroline”.
Lirik bagian refrein lagu cinta itu seharusnya berbunyi, ”Tangan, tangan menyentuh/Menjangkau, menyentuhku, menyentuhmu”. Lirik itu kini menjadi, ”Tangan, cuci tangan/Menjangkau, jangan sentuh aku/Aku tidak akan menyentuhmu”.
Musisi folk legendaris dari Inggris, Ralph McTell (75), turut mengubah lirik lagu terkenalnya ”Street of London” dari album Spiral Staircase pada 1969. Padahal, sebelumnya McTell selalu menolak untuk bait baru untuk lagu ini.
”Apa yang sedang terjadi ini sangat besar…. Aku baru saja mendengar Pangeran Charles terinfeksi, jadi dari puncak hingga warga di jalanan, semua orang, bisa terkena virus ini. Virus ini tidak mendiskriminasi orang,” tuturnya melalui BBC, Kamis (26/3/2020).
Dalam video di BBC, McTell terlihat duduk di depan rumah dengan gitar coklatnya. Ia menyanyikan ”Street of London”, sebuah lagu yang bercerita mengenai kesepian dan alienasi, beserta sebuah bait baru.
”Di pintu toko, di bawah jembatan, di semua kota kami/Kau dapat melihat tempat tidur darurat dari sudut matamu/Ingat apa yang kau lihat nyaris tidak menyembunyikan seorang manusia/Kita semua bersama-sama dalam menghadapi ini, kakak, adik, kau, dan aku”.
Selain dua musisi senior itu, penyanyi pop Nick Lachey (46) juga menyanyikan ulang lagu ”The Hardest Thing” (1999) dari masa ketika ia bergabung dalam grup 98 Degrees. Lagu ini memperoleh lirik baru yang jenaka.
”Kita berdua tahu bahwa kita seharusnya tidak berada di sini/Ini terasa salah dan sayang itu membunuhku /Itu membunuhmu/Mereka mengatakan kita harus tinggal di rumah/Kita seharusnya ada di tempat lain untuk bertemu teman lain/Tetapi jika kita pergi ke luar sekarang, kita mungkin menyebarkan penyakit ini.
Lachey merilis lagu ini beserta ”klip video” sedang berjalan-jalan mengelilingi ruang keluarga sepanjang satu menit lebih di Instagram pada Selasa (24/3/2020). ”Tetap aman semuanya,” ucapnya pada akhir video.
Tak hanya Diamond, McTell, dan Lachey, beberapa penyanyi lain juga ikut merilis lagu-lagu lama mereka dengan lirik baru bertemakan karantina mandiri dan pembatasan sosial. Jojo mengganti lagunya ”Leave (Get Out)” menjadi ”Chill (Stay In)” dan Ronan Keating mengubah lagu ”When You Say Nothing At All” menjadi ”When You Do Nothing At All”.
Di Indonesia, grup musik komedi Project Pop merilis versi baru dari lagu ”Gara-gara Kahitna” (2013) di Youtube, Selasa (24/3/2020). Lagu ini berubah menjadi ”Gara-gara Korona”.
Beragam tanggapan
Penampilan langsung para musisi tersebut mendapat beragam tanggapan dari masyarakat. Sejumlah akun menyampaikan rasa terima kasih atas videonya. Akan tetapi, beberapa akun juga mengkritik tajam karena menganggap selebritas memiliki privilese untuk berdiam diri di rumah.
”Saya tidak tahu ada apa dengan para selebritas, segera setelah terjadi bencana yang mereka inginkan adalah menjadi pusat perhatian. Jika mereka benar-benar ingin berada di pusat perhatian, buka semua rumah ekstra mereka, memberi makan orang-orang karena kata-kata dan lagu pendek tidak dapat melakukannya,” ujar akun @doufous di Twitter.
Di tengah krisis kesehatan masyarakat, tidak selalu menjadi masalah bagi orang untuk gugup, asalkan kecemasan memotivasi mereka untuk bersiap dan tetap aman, dan tidak panik besar-besaran.
Media sosial menjadi platform masyarakat umum menyampaikan pandangan mengenai Covid-19 dan isu-isu lain yang berkaitan. Pengajar komunikasi Stanford University, Jeff Hancock, mengatakan, percakapan seputar virus korona tipe baru di tingkat komunitas dapat membantu masyarakat mengatasi krisis.
”Diskusi tersebut mencerminkan bagaimana masyarakat berpikir dan bereaksi terhadap krisis. Mereka memungkinkan masyarakat berbicara mengenai jenis ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya,” katanya, dikutip dari Time.
Pandangan optimistis melalui media sosial dapat bermanfaat di tengah berlakunya karantina mandiri dan pembatasan sosial. Pada saat bersamaan, media sosial juga menyalurkan kecemasan masyarakat yang muncul karena mereka menerima informasi secara aktual. Namun, pandangan pesimistis rupanya tidak serta-merta berarti negatif.
”Di tengah krisis kesehatan masyarakat, tidak selalu menjadi masalah bagi orang untuk gugup, asalkan kecemasan memotivasi mereka untuk bersiap dan tetap aman, dan tidak panik besar-besaran. Sering kali kita menganggap kecemasan adalah hal yang buruk, tetapi kadang-kadang itu merupakan respons yang tepat. Itu berarti orang lebih memperhatikan,” tutur Hancock.