Industri K-Pop selalu berinovasi membuat album dan ”merchandise” yang menarik. Di sisi lain, para penggemar berlomba-lomba mengoleksi album idolanya.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
Perusahaan hiburan K-Pop di Korea Selatan terus berinovasi dalam menciptakan album fisik yang menarik dan produk unik di tengah semakin canggihnya teknologi digital. Penggemar pun rela berkorban menghabiskan uang banyak hanya untuk mendapatkan kenang-kenangan dari artis.
Mengapa? Singkat jawaban, tindakan para penggemar K-Pop itu merupakan salah satu cara untuk menunjukkan kesetiaan mereka terhadap artis kesayangan.
Jung Bong Choi dan Roald Maliangkay, dalam buku K-pop: The International Rise of the Korean Music Industry (2014), menyebutkan, K-Pop tidak hanya mengenai musik, tetapi juga penggemarnya. K-Pop terkadang digunakan penggemar sebagai wadah untuk mengekspresikan perasaan, identitas, atau minat untuk kepentingan sendiri.
Dyah Ayu Yaya adalah seorang penggemar K-Pop di Yogyakarta yang mengidolakan Super Junior dan beberapa grup K-Pop lainnya. Jika dihitung-hitung, Yaya telah mengoleksi sekitar 150 album dan video konser artis K-Pop dengan lisensi dari Korea Selatan, Jepang, China, dan Indonesia. Ia juga membeli berbagai merchandise atau produk mereka.
”Aku biasanya membeli album dan merchandise lain yang resmi untuk aku koleksi, tetapi kebanyakan photocard, postcard, dan photoset para artis. Aku paling sering beli itu kalau ada album baru atau kalau ada merchandise yang bagus,” kata Yaya ketika dikonfirmasi dari Jakarta, Jumat (27/3/2020).
Yaya telah menghabiskan sekitar Rp 30 juta untuk membeli album serta merchandise idola-idolanya secara daring atau via jasa titipan. Pengeluaran ini di luar biaya menonton konser atau fan meeting. Maklum, karyawan swasta ini telah jatuh hati pada dunia K-Pop sejak 2005.
”Membeli album dan merchandise itu, menurutku, adalah cara fans untuk mendukung grup K-Pop kesayangan. Kami membeli album yang legal karena mempengaruhi chart dan kemenangan grup tersebut,” tutur Yaya.
Kepala DFSB Kollective Bernie Chom mengatakan, pembelian album merupakan cara penggemar untuk menunjukkan kesetiaan. Adapun DFSB adalah agen ekspor musik Korea Selatan.
”Ini juga terkait dalam menghasilkan uang banyak dengan cara tradisional. Margin keuntungan pada CD fisik telah dan akan terus sehat,” kata Cho dalam artikel Why K-Pop Fans Still Buy CDs (Even When They Can\'t Play Them) di Billboard.
International Federation of the Phonographic Industry (IFPI) menyebutkan, industri musik Korsel mencatat pendapatan sebesar 599,9 juta dollar AS pada 2018. Dari jumlah itu, lebih dari 40 persen berasal dari penjualan album fisik. Ini menunjukkan keberadaan album fisik dan produk-produk K-Pop penting bagi industri musik Korsel.
Untuk itu, keberadaan album fisik K-Pop tidak akan hilang selama permintaan penggemar terus berlanjut. Apalagi, perusahaan hiburan juga terus mendorong penjualan album fisik dan produk terkait dengan K-Pop.
Penggemar realistis
Meskipun begitu, rupanya tidak semua penggemar K-Pop memiliki pandangan yang sama untuk mendukung artis kesukaan. Salah satunya adalah Theresia Benita (26), seorang penggemar BTS di Jakarta.
Theresia tetap bersikap realistis meskipun telah menjadi penggemar K-Pop sejak 2009. Karyawan swasta ini belum melihat perlunya untuk membeli album K-Pop artis kesukaannya karena pertimbangan harga yang tak murah.
”Agak mahal, ya, albumnya. Pengen beli, cuma ada pertentangan batin gitu butuh ga ya, perlu ga ya? Paling maksimal itu aku keluarin dana untuk beli barang-barang K-Pop Rp 500.000-lah,” tuturnya.
Rata-rata album K-Pop dari Korsel berkisar mulai dari Rp 200.000 per unit tergantung dari jenis album, popularitas artis, dan kebaruan. Harga bisa terus meningkat hingga melebihi Rp 500.000 per unit. Harga ini masih di luar biaya lain-lain.
Untuk itu, Theresa lebih memilih untuk membeli merchandise resmi idolanya, seperti produk-produk dari BT21 hasil kolaborasi BTS dan Line Friends. ”Mungkin karena lingkup pertemananku ga terlalu fanatik. Kami hanya sebatas berbagi informasi artis mengeluarkan album atau tampil dimana gitu,” tuturnya.
Pada dasarnya, para penggemar K-Pop perlu jeli melihat cara kerja industri musik K-Pop dan bijak dalam menyikapinya. Sikap ini penting mengingat strategi-strategi perusahaan hiburan menempatkan penggemar K-Pop sebagai mesin ATM.
Dalam beberapa kasus, perusahaan memaksa penggemar untuk membeli produk-produk K-Pop milik artisnya. Kang Yuri (17), seorang penggemar EXO asal Ansan, Korsel, menceritakan, beberapa grup musik mewajibkan penggemar membawa album dan barang tertentu, seperti CD dan tongkat lampu, apabila ingin menonton langsung idolanya dalam program televisi.
”Mereka memberitahukan di situs portal resmi penggemar mengenai barang apa yang perlu kamu bawa jika ingin masuk. Tidak ada barang, tidak boleh masuk,” ujar Kang. (BILLBOARD)