Apa yang membuat Anda ingin menonton sebuah film? Apakah karena film tersebut menang penghargaan atau hanya karena memang film tersebut masuk kategori ”blockbuster” alias film laris karena banyak penontonnya?
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
Film apa yang ingin Anda tonton? Birds of Prey yang sedang hit di bioskop; 1917 yang digawangi Sam Mendes, Sutradara Terbaik versi Golden Globes Awards 2020; atau Parasite yang baru saja dinobatkan sebagai Film Terbaik Oscar 2020? Jawabannya tidak pernah pasti. Sebab, preferensi film tidak pernah terbatas hanya oleh piala dan gelar.
Daud (40), karyawan swasta asal Jambi, tidak peduli dengan ulasan atau penilaian (rating) film yang beredar di internet. Ia mengandalkan penilaian pribadi dengan nonton cuplikan (trailer) film di Youtube. Jika suka, ia akan nonton film tersebut, begitu pula sebaliknya.
”Tadinya saya mau nonton, tapi sekarang sedang tidak ada film yang menarik buat saya. Tidak jadi nonton, deh,” kata Daud di sebuah bioskop di Jakarta, Senin (10/2/2020).
Ia tidak menjadikan Oscar ajang penghargaan film tertinggi dunia sebagai rujukan menonton film. Ia lebih suka menuruti selera pribadi daripada tren global.
Pernah suatu kali ia menonton film Joker. Namun, ia mengaku tidak menikmati film garapan Todd Phillips tersebut. Tokoh Joker diperankan oleh Joaquin Phoenix yang kemudian dinobatkan sebagai Aktor Terbaik di Golden Globes Awards 2020, The British Academy of Film and Television Arts (BAFTA) 2020, serta Oscar 2020.
Hal yang sama terjadi pada Raka (32), administrator toko daring di Jakarta. Ia tidak berkiblat pada Oscar untuk menonton film. Pilihan film yang hendak ditontonnya selalu diputuskan setelah menyimak trailer.
Di sisi lain, mahasiswa Jakarta, Putra (18), memilih film berdasarkan informasi di internet dan rekomendasi teman. Kendati tahu Oscar adalah parameter film bagus dunia, Putra tidak penasaran dengan film-film yang masuk nominasi. Ia hanya mau menonton film yang sesuai dengan preferensi pribadinya.
”Sekarang saya mau nonton 1917. Film ini menarik karena menggunakan teknik one-shot (satu kali pengambilan gambar), bukan karena film ini jadi nomine di ajang-ajang tertentu,” ucapnya.
Tetap menarik
Bagi sebagian orang, film-film yang kemudian menjadi nomine di ajang bergengsi tetaplah menarik. Selain meraih simpati banyak penonton, film tersebut juga meraup keuntungan yang tidak sedikit.
Saya cukup suka dengan film berlatar perang. Kebetulan ”1917” adalah film perang. Film ini masuk nominasi Oscar pula. Saya jadi penasaran.
Menurut data Box Office Mojo, film Parasite karya sutradara Bong Joon-ho menghasilkan 163,3 juta dollar AS. Film asal Korea Selatan ini lantas menorehkan sejarah sebagai film berbahasa non-Inggris pertama yang meraih Piala Oscar untuk kategori Film Terbaik. Parasite juga merebut Oscar di kategori Sutradara Terbaik, Film Internasional Terbaik, dan Skenario Asli Terbaik.
Adapun Joker meraup untung sebesar 1,07 miliar dollar AS secara global. Film Once Upon A Time in Hollywood meraih 389,3 juta dollar AS. Melalui film ini, Brad Pitt dinobatkan sebagai Pemeran Pendukung Pria Terbaik pada Oscar 2020, BAFTA 2020, dan Golden Globes Awards 2020.
Film 1917 berhasil mengumpulkan lebih dari 250 juta dollar AS. Film garapan Sam Mendes ini membawa tiga Piala Oscar, salah satunya di Sinematografi Terbaik. Di sisi lain, Ford v Ferrari mengumpulkan keuntungan sebesar 220 juta dollar AS di seluruh dunia.
Masuknya sejumlah film ke daftar nominasi Oscar dipandang sebagai peluang oleh pelaku industri hiburan di Indonesia. Beberapa film ditayangkan lagi di bioskop setelah diumumkan sebagai nomine pada ajang bergengsi, seperti Parasite, Joker, Ford v Ferrari, dan Once Upon A Time in Hollywood.
Direktur CGV Cinemas Indonesia Dian Sunardi Munaf mengatakan, film-film itu tayang lagi di 12 bioskop. Bioskop itu ada di Jakarta, Depok, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Medan, dan Pekanbaru.
”Kami ingin memberi kesempatan kepada penggemar film yang belum sempat menyaksikan film ini setelah masuk ke nominasi Academy Awards,” ujar Dian.
Menurut dia, animo masyarakat terhadap kembalinya film ini cukup baik. Tingkat keterisian kursi (occupancy rate/OR) dari film-film tersebut mencapai 20 persen.
Animo masyarakat terhadap film asing dinilai cukup besar, terlebih jika film tersebut meraih nominasi ajang bergengsi. Parasite pernah diputar kembali saat Festival Film Korea Indonesia pada Oktober 2019 setelah menang di Golden Globes Awards 2020 dan setelah masuk nominasi Oscar 2020. Menurut Dian, antusiasme masyarakat terhadap film ini masih tinggi.
Namun, antusiasme itu tidak bisa disamakan karena masyarakat di tiap daerah punya preferensi yang berbeda. Di Jakarta, misalnya, film-film Barat sangat bagus performanya. Sementara di daerah, ujar Dian, masyarakatnya lebih suka menonton film lokal.
Motivasi
Adanya Oscar dan sejumlah ajang bergengsi lain, ditambah dengan ketersediaan film di bioskop, sedikit banyak menumbuhkan motivasi publik untuk menonton. Akuntan di Jakarta, Wiki Septani (27), mengaku tertarik menyimak 1917 setelah melihat daftar nominasi Oscar 2020.
”Saya cukup suka dengan film berlatar perang. Kebetulan 1917 adalah film perang. Film ini masuk nominasi Oscar pula. Saya jadi penasaran,” kata Wiki.
Setelah 1917, ia akan langsung menonton film Little Women yang digarap sutradara Greta Gerwig. Film ini pun hendak ia tonton karena termasuk dalam dafar nominasi Oscar 2020.
Sementara itu, Sheila (24), mahasiswa Indonesia di Australia, mengatakan, dirinya menonton film Parasite setelah film tersebut diumumkan sebagai pemenang Oscar. Ulasan warganet di media sosial membuatnya penasaran akan film ini. Rasa penasaran itu makin menjadi setelah Parasite memboyong Piala Oscar.
”Sudah ingin nonton sejak sebelum film ini masuk nominasi (Oscar). Jadi semakin ingin setelah menang,” kata Sheila.