Simfoni Kasih Michael Jackson
Apa yang Anda kenang dari Michael Jackson? ”Billie Jean”, gerak moonwalk, atau suara seperti cegukan? Avip Priatna dan Jakarta Concert Orchestra menghadirkan lagu Michael Jackson secara orkestral, simfonikal, dalam konser Beat It di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Sabtu (1/12/2018).
Topi fedora, kemeja putih, celana hitam cingkrang sedikit di atas mata kaki, kaus kaki putih, sepatu hitam, dan mengalunlah ”Billie Jean is not my lover/ She’s just a girl who claims that I am the one/ But the kid is not my son....”
Itulah aksi paduan suara pria BMS Male yang terdiri atas 26 anggota ”sempalan”, dari Batavia Madrigal Singers (BMS). Mereka tampil lengkap dengan gerakan khas Michael Jackson. Termasuk gerakan kedut pinggul dengan posisi satu tangan memegang bagian bawah perut, dan tangan lain memegang ujung topi.
Lagu ”Black and White” dibawakan dengan gaya hampir serupa, oleh empat gadis remaja. Mereka mengenakan kostum ala MJ, yaitu hem putih yang tidak dikancingkan, dengan dalaman kaus putih. Kemudian ”I Want You Back” dan ”ABC”, lagu MJ ketika berumur 11 tahun dalam Jackson Five dibawakan The Resonanz Children’s Choir didukung BMS. Farman Purnama dan BMS kebagian ”One Day in Your Life”.
”Beat It” menjadi bagian pentas non-klasik dari Jakarta Concert Orchestra (JCO). Konduktor Avip Priatna dan kawan-kawan pernah menggarap Queen, Beatles, lagu dari musikal Saturday Night Fever, dan musikal Broadway. Lagu pop, rock, dan apa pun dibawakan dengan pendekatan orkestral, simfonikal.
Memori auditif
Memainkan lagu kondang Beatles, Queen, MJ, memang berisiko akan terjadinya pembandingan antara karya orisinal dan versi garapan baru. Apa boleh buat, setiap orang mempunyai impresi personal, dan kenangan pada suatu lagu. Memori auditif itu dijadikan patokan ketika mereka mendengarkan lagu yang sama yang disuguhkan orang lain.
Dalam hal konser Beat It, muncul komentar audiens seperti ”kurang nakal”, atau ”seharusnya lebih dari ini”. Keduanya adalah penonton perempuan usia 50-an tahun, yang menghayati lagu-lagu Michael Jackson saat mereka kuliah.
Bagi Avip, menggarap karya non-klasik merupakan kesempatan untuk ”bermain-main”, memanjakan kreativitas. ”Aransemen, vokal, penyajian, memungkinkan untuk dibikin macem-macem. Kalau klasik tak bisa diapa-apain,” katanya.
JCO berusaha mengambil inti lagu, dan dari situ mereka mengemas secara orkestral. Yang penting bagi Avip, karakter lagu tidak hilang, dan pesan lagu sampai kepada audiens. Satu hal lagi, Avip berprinsip dalam Beat It dia tidak ingin meniru. ”Dia (Michael Jackson) legenda, kalau meniru pasti gagal, ha-ha...,” kata Avip.
Kepada para penyanyi, dan pembuat aransemen, Avip wanti-wanti untuk berusaha otentik. ”Be yourself. Saya minta kepada arranger untuk leluasa bikin. Bagi saya itu kebebasan,” kata Avip.
Pada lagu ”Billie Jean”, misalnya, Aubrey Victoria sebagai pembuat aransemen tidak mengubah alur bas. ”Billie Jean” kuat bertumpu di atas fondasi bas yang repetitif. Ada yang menyebutnya sebagai lagu dengan rasa post-soul pop.
Dengan fondasi bas itu orang bisa nyaman menyanyi dan menari. Di atas rhythm itu pula BMS Male beraksi ala MJ. ”Saya ambil rhythm aslinya karena kuat sekali, jadi enggak saya ubah,” kata Aubrey.
Versi asli ”Billie Jean” menggunakan kibor untuk tonic chords yang menguatkan rhythm. Sebagai karya orkestral, Aubrey ”mengambil alih” peran kibor itu dan menggantinya dengan suara seksi gesek (string), bergantian dengan tiup kayu (wood wind), dan tiup logam (brass). Ritmik tetap sama, tapi berubah menjadi simfonikal.
Yang juga tidak diubah oleh Aubrey adalah gradasi intensitas emosi lagu. Lagu berawal tenang, dan seterusnya pelan-pelan naik menjadi lebih keras, lebih panas. Begitu juga gerak para penari yang makin ”hot”.
Pesan damai
Karakter lagu memang tampak dipertahankan dalam konser ini. Pada lagu ”One Day in Your Life”, penyanyi tenor Farman Purnama berani menggunakan nada dasar E Flat seperti yang digunakan MJ dalam lagu tersebut. Tidak dalam rangka meniru, tetapi menjaga emosi lagu agar tidak hilang.
Farman harus ”bekerja keras” karena banyak nada tinggi dalam lagu itu yang posisinya beruntun. Dan ini akan membuat capek penyanyi. Namun, cukup mulus ia mengeksekusinya. ”Kalau diturunkan banyak, nanti terdengar enggak enak. Emosi lagu bisa hilang,” kata Farman.
Pada ”One Day in Your Life”, MJ menunjukkan wilayah jangkauan vokalnya yang lebar dari register rendah ke tinggi. MJ membawakannya dengan suara natural atau full voice, bukan dengan teknik falseto. Dia mempunyai jenis suara androgini, atau mempunyai tone feminin. Ada yang menyebutnya sebagai high tenor.
Renardi Effendi sebagai arranger juga ”tidak berani” mengubah struktur komposisi ”One Day in Your Life” karena, menurut dia, sangat kokoh. ”Kalau diubah sedikit saja, itu akan mengubah esensi dan makna lagu, dan enggak enak didengar,” kata Renardi.
Yang dilakukan Renardi adalah mengubah intro sehingga menjadi sama sekali berbeda. Intro sepanjang satu menit itu menjadi semacam variation mini, yang menyatu dengan keseluruhan lagu. Keberanian menggarap tampak pada lagu ”I Just Can’t Stop Loving You” yang dibawakan Lisa Depe, dengan iringan piano Renardi. Terasa ada unsur jazzy.
Di luar unsur musik, ada satu pertimbangan utama yang menjadi alasan pemilihan repertoar, yaitu pesan lagu. Lagu ”We are the World” dipilih sebagai pemuncak dan dibawakan oleh semua pendukung konser, misalnya, menjadi pesan inti pergelaran. Lagu yang ditulis Michael Jackson dan Lionel Richie itu mengajak semua orang bergandeng tangan menyatu hati membela kaum papa.
Lewat lagu Michael Jackson, Jakarta Concert Orchestra menyampaikan pesan kemanusiaan dengan bahasa simfoni yang nyaman. (FRANS SARTONO)