Seni: Media Baru Untuk Kesadaran
Ranah seni rupa memiliki aliran seni media baru atau new media art, meski untuk masa sekarang itu bukan lagi hal baru. Setidaknya, ini menjadi media baru untuk mengasah dan membangun suatu kesadaran bersama.
“Lewat salah satu karya saya, Tunnel (Terowongan), saya ingin menyampaikan suatu ruang yang sepertinya dibatasi. Tetapi, sebetulnya, tidak,” kata pegiat seni media baru Adi Panuntun dalam pembukaan Pameran Wave of Tomorrow di Gedung Tri Brata, gedung pertemuan milik Kepolisian RI di Jakarta Selatan, Jumat (19/10/2018).
Ruang yang dibatasi antara lain penjara. Adi Panuntun mengatakan, penjara itu batas secara fisik, tetapi tidak bisa untuk membatasi imajinasi dan pikiran kita.
“Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) ketika dipenjara, itu seperti dibatasi. Soekarno (Presiden RI pertama) ketika dipenjara, seperti dibatasi. Tetapi, sebetulnya tidak, karena pikiran tidak pernah bisa dibatasi,” ujar Adi Panuntun.
Karya “Tunnel” berada di paling muka ruang pamer karya seni media baru yang diselenggarakan hingga 28 Oktober 2018. Di dinding kiri, kanan, dan bagian belakang, itu menjadi ruang pajang video mapping.
Video mapping sebagai teknik pencahayaan dan proyeksi ilusi optis objek dari bentuk biasa menjadi bentuk baru. Adi Panuntun di antaranya banyak menempatkan objek geometrik.
Adi Panuntun melalui karya “Tunnel” ini ingin membuka cakrawala bagi siapa saja agar tidak pernah membatasi diri terhadap berbagai kemungkinan dalam dunia seni rupa.
Ini sejalan napas seni rupa kontemporer yang menghilangkan pagar-pagar pembatas. Hakekat tujuannya terletak pada pesan dan konteks kekinian terhadap lingkup alam dan sosialnya. Seni media baru memang bukan hal baru. Istilah “baru” telanjur melekat untuk media yang melibatkan unsur teknologi yang terus berkembang dan baru tersebut.
Beberapa referensi tentang seni media baru, titik tolak riwayatnya bahkan disebut bermula di tahun 1834 lewat karya The Zoetrope, atau The Praxinoscope (1877), dan Eadweard Muybridge\'s Zoopraxiscope (1879). Pijakan media yang digunakannya hingga sekarang berkembang menjadi teknologi fotografi.
Seni media baru pun terus tumbuh mengawinkan hingga unsur teknologi digital dengan imajinasi. Namun, tetap mengedepankan pesan dan konteks kekiniannya dalam sebuah kemasan estetis. Hingga salah satunya diwujudkan dalam sebuah pameran Wave of Tomorrow di Jakarta sekarang.
Batas berbatas
Di pameran seni media baru ini, para penampil selain Adi Panuntun yang mewakili karya kolektif Sembilan Matahari, meliputi Nonotak, Maika Collective, Ageless Galaxy, Rebelionik, dan Kinara Darma x Modulight. Karya-karya mereka jauh melampaui sekadar sebuah hiburan. Karya mereka untuk sebuah kesadaran.
Kilatan lampu dalam aneka bentuk konfiguratif dengan diiringi musik disuguhkan Nonotak. Nonotak sebuah karya kolaboratif asal Perancis di antara illustrator Noemi Schipzer dan arsitek musik Takami Nakamoto. Para pengunjung memanfaatkan pacaran kilatan cahaya yang berubah-ubah dan estetis itu untuk berswafoto. Ada yang berdiam diri dan larut menikmati ingar-bingar panorama cahaya serta musiknya.
Kelompok Ageless Galaxy menyuguhkan instalasi “Planet Infinity”. Mereka mengangkat gagasan ruang luar angkasa dan mengusung imajinasi penjelajahannya.Seperti bongkahan batu, Ageless Galaxy meletakkan sensor di permukaannya. Setiap kali ada pengunjung yang menyentuh permukaannya, akan menemui perubahan suara dan warna cahayanya.
Maika Coollective Studio menyuguhkan desain pengalaman, grafik visual, gerak, animasi digital, struktur instalasi seni, dan program untuk efek imersif yang mengaburkan batasan dunia nyata dan dunia maya digital. Tujuan yang ingin disampaikan Maika adalah mengalahkan batasan antara seni, teknologi, dan masa depan. Stereoflow di antaranya menyuguhkan ruang visual yang banyak diburu para pengunjung untuk swafoto. Latar karya grafiti atau street art disuguhkan menarik.
Kelompok Kinara Darma x Modulight dalam karya "Voice from The Other Side" itu menggabungkan lima elemen yang meliputi kata, visual, cahaya, proyeksi, dan interaksi. Mereka ingin menyampaikan suatu cerita tentang batas yang harus terus didorong untuk mencapai sesuatu yang diinginkan.
Rony “Rebellionik” Rahardian menyuguhkan karya “Batas berbatas” berupa instalasi konstruksi dengan pipa dan sebagainya. Tetapi, ia mengutamakan keindahan unsur cahaya yang berwarna-warni. “Saya akan terus mengerjakan instalasi ini hingga mungkin akan memenuhi ruang ini,” ujar Rony, saat pembukaan pameran tersebut.
Rony mengisahkan tentang batas berbatas yang hakekatnya menjadi batas tak terbatas. “Ini sebuah metafora batas yang berlapis. Batas yang akan selalu ada di dalam hidup, dan bergantung kita untuk terkekang dengan batas itu atau mau melampaui batas-batas itu,” kata Rony.
Karya kolektif Sembilan Matahari yang dimotori Adi Panuntun sendiri ada tiga macam. Selain “Tunnel”, dua lainnya meliputi “Constellation Neverland” dan “Immersif”. Karya "Constellation Neverland" berupa visual awan-awan putih yang digantungi tali-tali putih mengiaskan hujan. Kumpulan awan dan derai hujan itu seakan nyata, setelah memperoleh efek pencahayaan. Karya ini termasuk paling banyak dikunjungi pengunjung untuk sekadar berswafoto atau menikmati sensasi hujan secara maya tersebut.
Karya "Immersif" lebih menekankan pada pola interaksi pengunjung dengan medianya. Para pengunjung ada di sebuh ruang yang dipenuhi cahaya yang membentuk video gerak seperti lukisan abstrak. Posisi tubuh pengunjung akan direspon sebuah alat sensor. Dalam dua detik kemudian respon itu akan mengalihkan unsur cahaya yang membentuk video seperti gerak lukisan abstrak tadi.
“Ini ingin mengajak supaya kita tidak hanya larut berinteraksi dengan gawai. Tetapi, interaksi perlu diciptakan di dalam sebuah ruang,” ujar Adi Panuntun.
Banyak pesan disampaikan secara kontekstual di dalam pameran Wave of Tomorrow ini. Diharapkan perhelatan ini menjadi festival seni media baru yang mewadahi ekspresi para senimannya. Agenda seperti ini disebut Adi Panuntun sebagai menjemput zaman. Teknologi yang terus berubah cepat itu menimbulkan perubahan zaman yang cepat pula.
Menjemput zaman sebagai upaya adaptasi, jika tidak menginginkan ketertinggalan dan selalu gagap menghadapi dampak kehadiran teknologi-teknologi baru.