Di antara Sastra dan Refleksi Kehidupan
Bebatuan akar belukar
dan debu yang terbang liar
badan pohon tua bersandar
tandus bukit tak bernama
isak tangis cakrawala
tanganmu enggan menyentuhnya
Penggalan bait tersebut merupakan bagian dari lagu karya band Dialog Dini Hari yang berjudul ”Pohon Tua Bersandar”. Lagu tersebut dibawakan Dialog Dini Hari sebagi lagu pembuka pada Malam Jamuan Cerpen Kompas, Kamis (28/6/2018) malam di Bentara Budaya Jakarta.
Penonton pun riuh bersahutan mengiringi petikan gitar Dadang SH Pranoto (vokalis dan gitaris). Tabuhan drum Deny Surya dan permainan bas Brozio Orah pun mengalun rapi membentuk harmonisasi khas lagu bergenre folk.
Layaknya sebuah paduan suara, penonton ikut bernyanyi dan bergoyang. Keceriaan tampak menghiasi wajah penonton yang sudah rindu dengan penampilan kelompok band asal Bali tersebut.
Semangat itu juga dirasakan Irfan Ramdani (28). Ia duduk di barisan depan sambil menggenggam tongkat karena kaki lumpuh setelah terjatuh dari panjat tebing di kampus pada 2010.
”Saya penggemar berat Dialog Dini Hari. Lagu-lagunya membuat saya bangkit ketika sedang jatuh,” ujar laki-laki yang aktif sebagai penulis buku memoar dan kontributor untuk salah satu media cetak serta daring tersebut. Ia menyukai setiap lirik lagu milik Dialog Dini Hari yang sarat makna dan puitis.
Dadang mengakui, setiap lirik yang diciptakan terpengaruh oleh karya sastra. Ia menyukai karya Rabindranath Tagore. Rabindranath adalah seorang sastrawan, seniman, dan filsuf asal India. Bagi Dadang, karya Rabindranath tidak pernah lepas dari kesehariannya.
Ia mengatakan, di tengah kesibukan sebagai musisi, Dadang selalu menyempatkan diri membaca karya Rabindranath dan karya dari sastrawan lain. Sebagai penulis lirik dan pencipta lagu, ia perlu mendapatkan referensi sebanyak-banyaknya.
”Ketika ingin menulis lirik, saya harus membaca sebanyak-banyaknya. Begitu juga ketika membuat lagu, saya harus mendengarkan lagu sebanyak-banyaknya,” ujar pria berambut gimbal tersebut.
Tidak hanya membaca karya sastra, ia pun rajin berefleksi atas pengalaman hidup. Dadang mengakui, sebagian besar lirik dan lagu yang ia ciptakan berasal dari pengalaman hidup dan pengamatan terhadap lingkungan sekitar. Ia tidak hanya mendengarkan cerita orang lain, tetapi juga mengalaminya agar dapat merasakan suasananya.
Dalam proses kreatif, Dadang berefleksi atas segala permasalahan yang ia alami. Saat ketemu masalah tersebut, ia mencari solusi dan mengendapkan diri. Ia berusaha membuat diri aman sebelum membuat lirik.
”Saya ingin membagikan hal positif kepada orang lain, bukan situasi saat jatuh. Saya ingin orang yang mendengarkan lagu saya dapat bangkit dari keterpurukan,” kata pria yang juga aktif sebagai gitaris band bergenre rock asal Bali, Navicula, tersebut.
Pesan damai
Di antara jeda antarlagu, Dadang menyisipkan pesan damai kepada penonton yang hadir. Ia berharap masyarakat Indonesia tetap bersatu meskipun banyak perbedaan, seperti agama, suku, dan pandangan politik.
”Biasanya pada masa pilkada (pemilihan kepala daerah) banyak orang iri dan saling menjatuhkan,” katanya sambil tersenyum. Ia berharap masyarakat kembali damai setelah Pilkada 2018 usai.
Sebagai penguat pesan tersebut, ia mengajak penonton menyanyikan lagu berjudul ”Aku adalah Kamu”. Dalam lagu tersebut, Dialog Dini Hari ingin mengajak agar setiap manusia menghormati kesetaraan.
Ia juga memberikan apresiasi kepada harian Kompas yang tetap konsisten memberitakan informasi secara akurat dan tepercaya selama 53 tahun. ”Saya selalu membaca seluruh berita di Indonesia yang ada di koran setiap pagi,” ujarnya.
Menurut Dadang, tidak mudah menjadi jurnalis. Seorang jurnalis harus mencerna segala informasi dan tidak membohongi publik.