Merayakan Musik, Merayakan Jazz
Suasana BNI Hall di Aula D 2 JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, di ajang Jakarta International BNI Java Jazz Festival (JJF) 2018, Jumat (2/3) malam, tampak padat dan meriah. Di panggung, penyanyi legendaris peraih Grammy, Dionne Warwick, tampil membawakan lagulagu andalannya, seperti ”I’ll Never Fall in Love Again” dan ”Prayer”.
Walau kekuatan vokalnya sudah tak lagi terlalu bertenaga seperti saat mudanya dahulu, penampilan Warwick masih mampu ”menyihir” penggemarnya yang datang memadati aula. Mereka bahkan sempat mengantre beberapa saat menjelang penampilan Warwick.
Ini adalah kehadiran Warwick yang kesekian kali ke Jakarta sejak tahun 1960. Tak heran jika dia tampak menikmati sekali penampilannya malam itu.
Di atas panggung, Warwick masih memesona. Penonton yang datang turut bernyanyi saat vokalis senior itu melantunkan lagu-lagu hitnya. Namun, usia tampaknya telah menghilangkan kekuatan fisik dan olah vokalnya. Warwick relatif tak banyak bergerak dan bergaya saat membawakan lagu-lagunya.
Selain itu, pengucapannya juga kadang tak sejelas seperti di rekaman lagu-lagunya. Beberapa kali peran Warwick diambil alih oleh penabuh drum band pengiringnya yang cukup merdu dan powerful di nada-nada tinggi. Namun, Warwick tetaplah Warwick yang malam itu memesona ribuan pasang mata yang menyaksikan penampilannya.
Hampir bersamaan dengan penampilan Warwick, di panggung Tebs Hall di Hall D1, tampil gitaris kawakan Lee Ritenour yang tak kalah menyedot perhatian penonton. Berkali-kali tampil di JJF, kali ini didampingi sang anak, Wesley Ritenour, yang membawakan instrumen drumnya dengan sangat energik dan penuh emosi. Aksi bapak anak itu membuat penonton bergeming. Enggan beranjak dari tempat duduk mereka.
”Udahnonton Lee Ritenour berkali-kali, tapi saya enggak pernah bosan. Mainnya bagus terus soalnya,” ujar Rendra (39), penonton setia JJF. Di JJF kali ini pun, Rendra tetap mengincar Lee, selain beberapa musisi lain seperti Harvey Mason.
Sebelum menonton penampilan kedua musisi senior itu, Rendra telah cukup dihibur oleh sejumlah nama, seperti Maysa Leak dan The Brian Simpson Band, gitaris jazz muda berbakat Mateus Asato yang tampil berkolaborasi dengan Rafi Muhammad Trio, dan Harvey Mason yang membawakan album Funk In a Mason Jar. ”Cukup senanglah saya,” kata Rendra.
Berbeda
Nama-nama yang disebut Rendra memang cukup berhasil memuaskan penonton pada Jumat. Penampilan Asato yang segar dan energik, misalnya, mendapat sambutan menarik dari para penonton yang kebanyakan juga berusia belia.
Mateus tampil di panggung terbuka Gazebo Stage. Dalam permainan gitarnya, terasa kental nuansa skill petikan genre blues, tetapi tetap terdengar ringan sekaligus syahdu, terutama saat dia memainkan instrumental lagu ”Ibu Pertiwi” hasil aransemen ulang.
Maysa Leak yang tampil di Hall B 2, Avrist Hall, juga tampak sangat komunikatif dengan penonton. Dia memaparkan kisahkisah di balik beberapa lagu yang dibawakannya kepada penonton, termasuk pengalaman pecah ketuban di Osaka, Jepang, 18 tahun lalu.
”Saat itu saya sedang hamil besar. Di panggung, saya merasa air ketuban saya pecah. Namun, saya tetap harus tampil. Baru keesokan harinya anak laki-laki saya lahir. Sekarang dia sudah berusia 18 tahun dan akan mulai kuliah. Pengalaman itu saya tuangkan di lagu ’Out of the Blue’,” ujar penyanyi utama band jazz, funk, dan R&B kondang asal Inggris, Incognito, di awal 1990-an.
Penampilan penggebuk drum beraliran jazz asal Amerika Serikat, Harvey Mason, tak kalah menawan. Di ajang JJF kali ini, pemain drum berusia 71 tahun ini membawakan album Funk In a Mason Jar bersama Paul Jackson Jr (gitar), Elan Trotman (saksofon), Chris Walker (bass), dan Kevin Randolph (piano).
Di sini mereka banyak memainkan komposisi-komposisi jazz berirama lambat, easy listening dengan permainan tempo yang terjaga apik, seperti dalam ”Take 5” dan ”Chameleon”.
Jazz yang mereka mainkan seolah mengajak penonton untuk menyelami musik dengan napas yang panjang, penuh sensasi mendebarkan. Kadang nada-nada yang mereka mainkan meliuk panjang, lalu tiba-tiba melambat. Panjang lagi, lalu melambat lagi. Kopi Kapal Api Hall yang semula sepi pun semakin dipadati penonton. Mereka berkali-kali menghadiahiHarvey Mason dengan tepuk tangan bergemuruh.
Apalagi saat Mason menghadirkan pianis asal Indonesia, Sri Hanuraga (Aga), dan penyanyi Dira Sugandi. Bersama Aga dan Dira, mereka menyuguhkan beberapa komposisi yang disebut Dira ”berbeda”. Lalu meluncurlah ”Manuk Dadali” yang membuat penonton tampak sedikit surprise karena mendengar sajian lagu tradisional Indonesia yang diaransemen dalam komposisi jazz yang indah, juga ”Tanah Airku”.
”Saya harus jelaskan sedikit lagu ini kepada mereka,” ujar Dira sebelum menyanyikan ”Tanah Airku”. ”Manuk Dadali” dan Tanah Airku” adalah dua lagu yang terdapat di album Sri Hanuraga Trio featuring Dira Sugandi, Indonesia-Volume 1.
Bersama Dira, mereka juga menyuguhkan lagu milik Whitney Houston, ”I’m Every Woman” dalam aransemen jazz yang indah. Permainan saksofon Trotman menambah rasa jazz yang tebal di lagu yang aslinya berirama rancak ini.
Dari musisi-musisi muda yang mengusung nama Kennedy Administration, penonton muda JJF menikmati suguhan jazz yang lebih segar. Band asal New York, Amerika Serikat, ini membawakan lagu-lagu dari album terbaru mereka, seperti ”It’s Over Now”, ”Nothing Else Will Do”, ”Let’s Stay Together”, ”Mamma’s Kisses”, dan ”Let’s Party”.
Begitu juga dengan penampilan Aksan Sjuman Trio yang membawakan komposisi-komposisi instrumentalia, seperti ”Gado-Gado Karedok” dan ”Plot”. Rasa jazz amat kental dari penampilan mereka.
Optimistis
Bagi penyanyi kawakan seperti Warwick, ajang JJF selalu menarik. ”Saya selalu merasakan sesuatu yang indah setiap kali tampil di sini. Kehadiran saya sekarang memang sudah yang kesekian kalinya. Bagi saya sangat menggembirakan bisa melihat antusiasme penonton di setiap ajang Java Jazz Festival,” ujar Warwick saat berbincang bersama Kompas.
Warwick optimistis melihat perkembangan jazz terutama terkait penerimaannya oleh kalangan muda dan generasi milenial saat ini. Musik, terutama jazz, bersifat sangat universal. Selain itu, dia juga yakin bersamaan dengan semakin matangnya usia seseorang, maka akan semakin matang pula ”taste” mereka terhadap musik.
”Saya yakin mereka (anak-anak muda) akan bertumbuh dan semakin dewasa termasuk cita rasa mereka terhadap musik. Mereka akan terus mencari tahu tentang hal-hal baru dan lama kelamaan juga akan embrace musik jazz sebagai pilihan musik mereka,” ujarnya.
Keberadaan penampilan para pemusik dari genre lain dinilai Warwick juga sangat strategis untuk menyedot perhatian kalangan anak muda. Dengan mereka mau datang, maka kesempatan mereka ”terekspos” musik jazz juga akan semakin besar. Di ajang seperti JJF ini mereka jadi tahu tentang musik jazz, sesuatu yang tadinya mereka mungkin belum tahu.
Tahun ini, sejumlah penyanyi dan musisi di luar genre jazz masih tetap berkibar. Seperti biasanya, ajang Spesial Show juga hampir selalu menyuguhkan nama-nama penyanyi atau musisi di luar genre jazz. Tahun ini ada Daniel Caesar, Lauv, dan Goo Goo Dolls.
Secara terpisah, musisi jazz muda Aryo Adhianto (35), yang tampil solo di bawah bendera A Fine Tuning Creation, menuturkan semakin nyaman dengan suasana, atmosfer, dan kehadiran para penonton di JJF yang telah dia ikuti untuk kedua kalinya itu.
”Kalau ditanya apakah musik jazz akan menarik dan memberikan impresi baik terhadap anak muda sekarang, saya sih yakin. Apalagi acara ini, kan, juga diikuti enggak cuma penampil dari genre musik jazz, tetapi juga dari yang lain. Dengan begitu, orang yang datang bisa mendapat banyak pilihan,” ujar Aryo.
Keybordis muda jazz satu ini juga mengaku yakin dengan karakteristik anak muda saat ini yang sangat terbuka dan banyak terpapar informasi, terutama dari teknologi informasi yang berkembang sangat pesat. Mereka nantinya akan semakin berkembang dan bukan tidak mungkin malah akan menciptakan kelompok-kelompok tertentu yang memiliki kecintaan tinggi terhadap musik jazz.
”Kalau ngomong soal mereka yang fanatik dengan aliran musik tertentu, di setiap genre pastinya akan selalu ada walau jumlahnya kecil. Buat saya masa depan musik jazz di Indonesia akan cerah,” tambahnya. Mari merayakan musik, merayakan jazz.