logo Kompas.id
HiburanRoda: Teknik dan Metafora
Iklan

Roda: Teknik dan Metafora

Oleh
· 4 menit baca

Roda di Indonesia mengandung cerita pedati, gerobak, kereta api, sepeda, mobil, delman, dan becak. Roda bergerak di atas jalan tanah, batu, beton, dan aspal. Roda-roda juga bergerak cepat di rel. Berputar dan berputar, memindahkan orang dan barang. Roda mengeluarkan suara khas. Kecepatan membuat roda tebar pesona. Makna modernitas berputar, melintasi kota demi kota. Di atas jalan, roda mengubah impian lama, tergantikan ambisi-ambisi baru dalam politik, perdagangan, hiburan, dan pendidikan. Roda mungkin mengubah segala. Di mata orang- orang, roda hampir mukjizat agar berlangsung kemodernan di tanah jajahan.Roda pun metafora. Pada tahun 1930, terbit novel berjudul Roda Penghidoepan garapan Ong Khing Han. Roda untuk bercerita bisnis, asmara, dan keluarga. Pengarang berpetuah hidup ibarat roda. Pada suatu hari berada di atas: mulia, makmur, dan bahagia. Nasib itu berubah saat roda di bawah. Manusia mengalami sedih, derita, dan kemiskinan. Roda telah dipilih menjadi metafora gampang terlihat mata dan terpahamkan dalam kata-kata. Ong Khing Han berpesan: "Sabenernja segala apa jang kita berboeat ada penghidoepan, kita orang bekerdja, kita orang soesah, itoe semoea ada kembangnja penghidoepan, tapi kalaoe kita inget lagi dengen lebih dalem, penghidoepan ada mempoenjai maksoed jang lebi loewas". Novel bertugas membagi nasihat-nasihat kepada pembaca. Pemberian judul dan penjelasan filosofis memastikan roda adalah metafora paling mengena di Indonesia, sejak awal abad XX. Roda tak melulu berputar di jalan dan rel. Roda telah berputar di pikiran dan imajinasi, bergerak mengangkut petuah-petuah bijak.   Roda bukan metafora baru. Di Indonesia, roda sudah dipelajari dalam sastra lama, adab pertanian, dan tata desa. Roda malah diceritakan dalam epos-epos. Di atas kereta beroda, para ksatria menjalankan perang. Roda memengaruhi kemenangan dan kekalahan. Para pembaca epos Mahabharata atau Bhagavad Gita selalu ingat adegan Kresna menjadi sais kereta bagi Arjuna. Perang terlalu kejam. Di atas roda berjalan, percakapan Kresna dan Arjuna mengarah ke renungan-renungan mendalam. Nasib Arjuna gampang berada di atas atau bawah. Bimbang dalam perang. Kresna seperti roda, berputar nasihat dan pemikiran agar Arjuna mau memenuhi takdir sebagai ksatria. Kata-kata dan moral melaju bersama roda. Arjuna melawan Bhisma dan Kurawa. Roda itu menderit serupa perasan tak karuan. Arjuna tak ingin datang dan pergi di atas roda berseru kemenangan setelah darah dan tubuh-tubuh bergelimpangan.Kemunculan roda sebagai metafora dalam sastra modern itu lanjutan dari pengenalan dari khazanah sastra lawas. Wujud roda tentu berbeda. Dulu, roda itu digunakan kereta ditarik kuda. Sejak abad XIX, orang-orang di tanah jajahan, melihat roda itu kereta api, mobil, dan sepeda. Roda semakin canggih dan ajaib. Roda membawa cerita-cerita baru, tak menghapus cerita lama. Pilihan menjadikan roda adalah metafora memberi renungan agar manusia tak berpikir mutlak tentang nasib. Roda itu bukti. Berputar! Nasib berputar sesuai kemauan dan kesanggupan manusia meladeni seribu perkara hidup.Roda dan keajaibanSejak ribuan tahun silam, roda memang keajaiban. "Penemuan roda harus dimulai sebagai kemenangan terbesar manusia di bidang teknik". Kalimat itu tercantum di buku berjudul Roda (1985) oleh Wilfred Owen dan Ezra Bowen. Konon, roda dibuat awal di Sumeria, lima ribu tahun lampau. Roda mengubah peradaban! Roda memajukan peradaban-peradaban di Eropa dan Amerika. Pada abad XX, bangsa besar di atas roda adalah Amerika Serikat. Penjelasan agak mencengangkan: "Orang Amerika hidup dengan mengandalkan roda melebihi bangsa mana pun di sepanjang sejarah. Rata-rata, setiap orang mengadakan perjalanan 9.600 kilometer per tahun, hampir semua dilarikan dengan mobil keluarga: cepat, enak, dan senang". Roda memajukan Amerika Serikat, dari urusan perdagangan sampai pelesiran. Negara itu berada di atas roda. Metafora berbeda jauh dari orang-orang di Indonesia saat menggunakan roda untuk menjelaskan nasib. Pada masa 1940-an, metafora roda terdengar dari lagu keroncong berjudul "Roda Doenia". Lirik agak puitis: Ibaratnja doenia itoe seperti roda/ Disitoelah kita manoesia/ Oepama diwaktoe hidoep kamoe sebagai orang jang berharta/ Djangan sekali membanggakan harta dan bendanja/ Ingatlah penghidoepan manoesia ini/ Dioepamakan sebagai roda pedati. Lagu itu masih sering dilantunkan sampai sekarang. Nasib manusia ditentukan usaha, kemauan, dan pengharapan. Keberlimpahan harta tak pantas disombongkan. Kemiskinan bisa sirna jika mau berbuat atau bergerak. Lagu berpetuah itu memilih roda sebagai metafora gampang terpahamkan di Indonesia. Roda telah lama bercerita teknik dan kemauan manusia berbahasa dan bersastra. Roda terus berputar sampai manusia tak lagi berkata dan cerita sirna dari dunia.  Bandung Mawardi Kritikus Sastra

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000