Meski Konsumsi Berlimpah, Hasrat Jajan Pemudik Tergolong Besar
Selain berkantong lebih tebal, antusiasme pemudik untuk berwisata kuliner didorong murahnya makanan di kampung halaman.
Oleh
DWI BAYU RADIUS
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meski konsumsi senantiasa tersedia saat berlebaran di rumah kerabat, bahkan melimpah, hasrat pemudik untuk jajan ternyata tergolong besar. Mereka menganggap wisata kuliner termasuk imbalan (reward)setelah bekerja selama setahun.
Manajer Research KedaiKOPI Ashma Nur Afifah di Jakarta, Selasa (7/5/2024), mengatakan, pihaknya telah mengadakan Survei Pola Perilaku Mudik Lebaran 2024 pada 13-18 April lalu. Pengeluaran untuk wisata kuliner selama responden mudik rata-rata Rp 752.800.
”Durasi mudik tahun ini kalau ikut cuti resmi sekitar seminggu. Kalau pemudik sudah berangkat sejak Jumat, malah rentang waktunya sampai 10 hari,” tuturnya. Jika dihitung, pemudik menghabiskan Rp 75.000-Rp 100.000 per hari yang terbilang konsumtif.
”Jumlahnya termasuk besar, padahal di rumah orangtua, paman, atau kakek, pemudik tak menghabiskan uang makan,” ucap Ashma. Responden yang dilibatkan berjumlah 1.226 orang berusia 17-55 tahun dengan menggunakan metode computerized assisted self-interview.
Sebagian besar pemudik berdomisili di Jawa atau 79 persen disusul Sumatera sebesar 12 persen. Responden lain tersebar di Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan, Maluku, dan Papua meski kisarannya hanya 3 persen hingga kurang dari 1 persen.
Dalam survei itu, pemudik juga ditanya mengenai kebutuhannya. Kuliner di tempat tujuan mudik ternyata diutarakan 54,1 persen responden sebagai belanja yang dikeluarkannya. ”Hasrat responden untuk jajan memang besar, apalagi harga makanan di sebagian tujuan mudik juga murah,” kata Ashma.
Proporsi wisata kuliner mencakup 7,4 persen dari total uang yang dikeluarkan untuk kebutuhan mudik. Berbasiskan responden yang bersedia menjawab, 47,7 persen pemudik juga menyatakan kenaikan pengeluaran untuk berwisata kuliner dibandingkan masa Lebaran tahun 2023.
Ashma menambahkan, pemudik turut menyampaikan keluhan rutin setiap tahun. Kebersihan toilet, umpamanya, diberi skor terendah di antara semua jawaban atau hanya 5,9. ”Toilet masih lumayan kotor, terutama di terminal bus ekonomi dan tujuan wisata dengan manajemen seadanya,” ujarnya.
Responden juga mempersoalkan kepatuhan pengemudi lain ketika berkendara dengan skor 6,1 dan kenyamanan terminal bus yang diberi nilai 6,4. Ketersediaan tiket kereta api menjadi masalah lain dengan nilai 6,5, sementara ponten 6,6 dibubuhkan untuk ketersediaan lampu penerangan jalan.
Tak jauh berbeda nilainya, responden masih mempermasalahkan kondisi jalan atau 6,7. Problem-problem itu tergolong sangat klise. ”Setiap tahun terjadi. Jalan, misalnya, jadi pertanyaan, antara tidak diperbaiki atau cepat rusak,” ujarnya.
Communication Specialist KedaiKOPI Bintang Sangaji mengatakan, pihaknya juga mengadakan survei untuk menilai kinerja pemerintah. ”Bagaimana isu-isu sosial ditangani. Kebijakan memerlukan data yang baik agar tepat sasaran,” ucapnya.
Hasil survei diharapkan bisa menjadi koreksi bagi pengambil kebijakan dengan menunjukkan apa-apa yang perlu dibenahi. Ia berencana mengangkat topik lain. ”Setiap bulan, minggu, bahkan hari ada saja yang menjadi perhatian publik. Sebagian belum diangkat lewat data aktual,” katanya.
Menurut Co-Director Data & Democracy Research Hub Ika Idris, pihaknya telah menganalisis pantauan percakapan pemudik. Lebih dari 50.000 cuitan di platform X selama 1-6 April 2024 menunjukkan kekhawatiran warganet terhadap potensi banjir dan tanah longsor.
Mereka mengunggah kata-kata yang berkaitan dengan pengumuman mengenai 115 lokasi rawan banjir dan prediksi hujan. ”Sayangnya, unggahan soal mitigasi bencana masih jarang sekali ditemui. Begitu pula informasi tentang tindakan untuk mengurangi dampak cuaca panas akhir-akhir ini,” ujarnya.