Titip Rindu untuk Anabul Tersayang
Berpisah dengan anak bulu bukan perkara mudah. Meski sudah dititipkan, rindu tetap menggebu.
Hubungan antara manusia dan hewan peliharaannya tak bisa dianggap remeh. Manusia berbagi kasih dengan anjing, kucing, atau kelinci layaknya anak sendiri. Tak heran muncul istilah anabul atau anak berbulu. Selain memberi makan, para orangtua ini juga menahan rindu jika berpisah dengan anabulnya, termasuk ketika mudik hari raya atau berlibur.
Tussy Hapsary bersiap pulang kampung ke Yogyakarta mulai Senin (8/4/2024) bersama keluarganya. Asisten rumah tangganya juga mudik. Tussy terpaksa meninggalkan dua ekor ”buah hatinya”, Zoe dan Zayn, masing-masing anjing ras shih tzu dan maltese. Meski berat hati, Tussy telah memanggil pengasuh atau dogsitter untuk menemani dua anabul yang dipelihara sejak lahir itu.
”Mulai tahun lalu aku menyewa dogsitter kalau mudik. Nanti (dogsitter) akan tinggal di rumah, sekaligus jaga rumah. Aku pakai jasa mereka karena rekomendasi dari teman, dan mereka terlatih menghadapi anjing, jadi aku cukup percayalah,” kata pakar strategi komunikasi di agensi kehumasan ini.
Tussy tak menyebut angka persis berapa biaya yang ia keluarkan untuk menyewa jasa pengasuh anjing itu. Namun, kisarannya berada di angka Rp 350.000 sampai Rp 750.000 per hari. Tarif termahal, kata Tussy, biasanya untuk anjing yang berukuran besar, atau pelayanannya termasuk dimandikan.
”Zoe dan Zayn itu mandinya seminggu sekali, jadi mereka enggak perlu dimandiindogsitter. Aku sudah ada groomer langganan yang sudah kenal banget sama Zoe,” ujarnya. Zoe kini berumur 12 tahun, sementara Zayn—dinamai serupa penyanyi Zayn Malik—empat tahun.
Tugas pengasuh ini, kata Tussy, di antaranya adalah menjaga asupan makanan. Bahannya sudah tersedia. Makanan untuk Zoe berukuran lebih kecil mengingat usianya tergolong senior. Sementara Zayn punya alergi tertentu yang mengharuskan ia mendapat protein dan vitamin lebih banyak.
”Sebelum berangkat, aku titip pesan untuk jaga porsi makanan mereka, jangan kebanyakan, campurannya apa saja. Aku juga minta pengasuh untuk menyalakan AC di ruang mana pun mereka berada ketika malam hari, karena anak-anak ini terbiasa tidur di kamar ber-AC,” ujarnya.
Ruangan di rumah Tussy dipasangi kamera yang bisa mengeluarkan suara. Dari kamera itu, dia melepas rindu dengan anak-anaknya, tetapi tak perlu memanggil mereka. ”Kasihan, nanti mereka bingung. Ibunya pergi, tapi kok ada suaranya. Anjing sensitif terhadap hal itu,” katanya lagi.
Aku juga minta pengasuh untuk menyalakan AC di ruang mana pun mereka berada ketika malam hari, karena anak-anak ini terbiasa tidur di kamar ber-AC.
Tussy lebih cocok dengan mendatangkan pengasuh ke rumah daripada menitipkan di rumah/hotel penampungan. Dia enggan anak-anaknya harus beradaptasi dengan suasana ”rumah” baru. Pernah suatu ketika, Zayn tidak akur dengan anjing lain di penitipan, sementara pengelolanya tidak transparan.
”Sebagai ibu, aku enggak terima dong anakku di-bully anjing lain. Mereka (pengelola) enggak jujur melaporkan kejadian itu,” katanya. Selama masa pandemi, Zoe dan Zayn bisa dibilang anak rumahan. Lingkungan sehari-harinya, ya, sekitaran rumah bersama penghuni lainnya.
Selama masa isolasi itu, Tussy menyadari bahwa anjing punya kecemasan berpisah, atau separation anxiety. Makanya, beberapa hari sebelum mudik, Tussy ”menjaga jarak” dengan Zoe dan Zayn, mengurangi intensitas sentuhan.
Meski berbulu, Zoe dan Zayn ibarat anak bagi Tussy. Setiap bepergian, Tussy sering merasa rindu. Foto dan video yang dikirim pengasuh atau orang yang ada di rumah tidak cukup. ”Kalau kangen banget, aku biasanya belanja aksesori buat mereka. Baju, bandana, camilan, atau mainan aku beliin,” katanya.
Baca juga: Tips Menitipkan Anabul
Saling titip
Ibu anabul lainnya, Igna, tidak mudik karena tidak berlebaran. Tetapi, selama sekitar 10 hari ke depan, dia bakal jadi ”ibu asuh” untuk Tom, kucing berumur satu tahun peliharaan Runi, tetangga kosnya. ”Nanti waktu aku mudik Natal, giliran Runi yang ngasuh Uri, kucingku. Kalau Lebaran gini, anakku jadi dua,” kata pekerja sosial yang indekos di Jakarta Selatan ini.
Runi sudah mudik ke Bandung. Jadilah Tom tinggal di kamar Igna dan Uri. Saban hari Igna melihat Tom dan Uri bercengkerama; cakar-cakaran, kejar-kejaran. Karena sering main bareng, Tom dan Uri makin akrab. Tetapi, namanya bocah, kalau main suka kelewatan. Kamar Igna sering berantakan; kasurnya dicakar-cakar, mangkuk air minum terguling.
”Aku enggak keberatan sama sekali kamarku jadi begitu. Aku merasa Tom sudah seperti anak sendiri karena lebih sering main di kamarku. Kalau Runi ada di kos, Tom juga lebih sering di kamarku,” kata Igna yang mengasuh Uri sejak umur 6 bulan dan mau ulang tahun keempat pada Juni nanti.
Sebelum bertemu Runi, Igna menyewa jasa pengasuh (catsitter) dengan bayaran Rp 65.000 per tiga jam. Baru setahun belakangan Igna dan Runi berkolaborasi mengasuh anak-anak mereka. ”Sekarang aku sudah enggak merasa dititipin lagi. Tom sudah jadi bagian dari hidupku juga. Apalagi Uri yang kuadopsi sejak masih tinggal di Bali dan melewati masa pandemi,” ujarnya.
Baca juga: Jalan Keluar ”Orangtua” Anabul yang Butuh ”Healing”
Hotel kelinci
Lisa Juliana (35) terlihat pontang-panting membereskan kandang-kandang kelincinya, Jumat (5/4/2024). The Bunny Hotel alias Buntel, demikian penitipan kelinci yang berlokasi di Cengkareng, Jakarta. Esoknya, ia bakal kedatangan ”tamu” hingga 10 ekor.
”Sekarang saja jumlahnya sudah 33 ekor. Masih ada yang mau nitip kelincinya, 12 April nanti. Mudiknya habis Lebaran,” ucap pemilik The Buntel tersebut. Lisa lalu memberi makanan untuk beberapa kelinci. Seraya melepas lelah, ia menggendong dan menyisir bulu salah satu bocah.
Kandang-kandang itu menempati dua ruangan. Tarif menginap setiap kelinci mulai Rp 35.000 per hari untuk pemilik yang membawa kandang dan makanan. Jika membawa makanan saja, atau kandangnya saja, konsumen dikenai biaya mulai Rp 40.000 per kelinci setiap hari.
”Kalau enggak bawa kandang dan makanan, ongkosnya mulai Rp 45.000. Kandang paling kecil, panjangnya 75 cm dan lebar 45 cm,” ucapnya. Kandang dengan panjang 90 cm dan lebar 90 cm tarifnya Rp 65.000 per ekor setiap hari. Biaya untuk kandang terbesar Rp 85.000 dengan panjang 180 cm dan lebar 90 cm, hampir seukuran kasur kos-kosan.
Kandang-kandang disusun di rak hingga lantai yang diberi alas. Ada kipas angin untuk mengusir gerah. Kemasan berisi jerami kering, vitamin, hingga boneka kelinci ditumpuk di sisi dinding. Beberapa poster penjelasan memelihara kelinci terpasang di tembok.
Baca juga: Motivasi Hidup Baik berkat Anabul
Kebanyakan tamu The Buntel baru pulang setelah pertengahan April nanti. Lisa tak bisa memastikan kapasitas maksimal The Buntel, tetapi ia terbiasa menampung sampai 40 kelinci setiap Lebaran, Natal, dan Tahun Baru. Macam-macam saja polah pemilik anabul tersebut.
Sejumlah pelanggan membawa banyak printilan anabulnya seperti mau kamping saja. Bantal, alas kandang, sampai tenda diboyong sampai-sampai mereka mengatur letaknya. ”Tanpa aksesorinya, kelinci juga enggak ngambek. Pemiliknya saja yang pengin. Aku bantuin saja,” tuturnya seraya tersenyum.
Beberapa konsumen juga lumrah menghubungi Lisa dengan panggilan video untuk mengobati kerinduan dan menyapa anabulnya. ”Aku arahkan kamera ponsel ke kelinci. Sudah, mereka ngomong, ’Halo, apa kabar sayangku? Kangen banget, deh,’ atau celotehan yang lucu-lucu begitu,” ujarnya.
Ulah kelinci pun menggemaskan. Beberapa anabul ternyata lihai meloloskan diri dari kandangnya hingga Lisa kehabisan akal. Kandang sudah diimpit atau ditaruh beban di atasnya saja, ”si kuping panjang” bisa kabur. Pemilik kelinci kebingungan karena piaraannya bertingkah tak lazim.
”Di rumah, kelincinya loncat saja enggak pernah. Mungkin dibiarkan lepas atau ruangnya luas banget,” kata Lisa yang membuka The Buntel sejak tahun 2019 itu. Saat dikirimi videonya, pemilik kelinci baru percaya. Jika tak dikandangi, kelinci-kelinci dikhawatirkan menyerang sampai melukai.
Jauh tapi dekat
Angela Indira (38) begitu posesif terhadap Bitbit lantaran sudah menganggapnya anak sendiri. Warga Pasar Minggu, Jakarta, itu sudah rutin menitipkan kelincinya yang berumur enam tahun saat hendak berlibur.
”Saya pernah ke Korea Selatan dua minggu. Bawa boneka mirip Bitbit sebesar kepalan tangan biar selalu ingat,” katanya sembari terbahak. Ia selalu kangen dengan lagak Bitbit yang jenaka. Kelinci itu clingy atau menempel terus pada Angela dan selalu menghampiri ketika dipanggil.
Meski begitu letih tiba di hotel pada larut malam, ia dan suaminya kerap mengobrol, bahkan bertanya-tanya apa yang sedang dilakukan Bitbit. ”Kalau ketemu lapangan rumput yang nyaman, pasti membayangkan betapa senangnya Bitbit,” ujar Angela. Ia sedang jauh dari Bitbit, tapi rasanya dekat.
Ia bolak-balik menitipkan Bitbit sejak usianya masih sekitar satu tahun. Angela benar-benar pemilih soal penitipan sehingga mengubek-ubek informasi untuk memilih lokasi terbaik. ”Saya ambil paket yang terbaik buat Bitbit. Dikasih laporan juga sampai video oleh pemilik penitipan,” katanya.
Ia pun tenang memercayakan penitipan untuk mengurus Bitbit. Angela lupa seberapa sering sudah menitipkan kelincinya. ”Kalau 10 kali, pastinya lebih. Walau hanya satu atau dua hari saja saya keluar kota pasti dititipkan,” tuturnya.
Ia juga memasang kamera pemantau di rumahnya yang dibeli empat tahun lalu. Angela bisa mengakses gawainya 24 jam untuk mengamati Bitbit. ”Kalau alat untuk kasih makanan dan minuman otomatis, saya enggak pakai. Soalnya, pelet buat kelinci harus ditakar,” ucapnya.
Saya pernah ke Korea Selatan dua minggu. Bawa boneka mirip Bitbit sebesar kepalan tangan biar selalu ingat.
Ikatan dengan kelincinya juga dirasakan Maria A Murtiati (60). Empat kelincinya dianggap melebihi anak sendiri. Makanan, obat, dan vitamin untuk Mavro, Maria, Miguel, dan Milly, ia impor. Warga Kelapa Gading, Jakarta, itu pernah menitipkan anabulnya yang lumayan badung.
Hewan tersebut menyundul atap kandang lalu kabur dan menggigit kelinci lain. Maria sampai meminta maaf kepada pemilik kelinci tersebut. ”Saya ganti biaya dokter dan pengobatannya beberapa ratus ribu rupiah. Bagaimana enggak kayak anak sendiri,” selorohnya.
Ia sangat khawatir karena kelinci tergolong mudah shock yang bisa menghilangkan nafsu makan, bahkan memicu kematian. Kelinci itu juga pernah memicu kegaduhan sekitar pukul 02.00 di penitipan gara-gara lolos dari kandangnya. Kadang bikin repot, tapi telanjur sayang.