Terinspirasi Orangtua, Anak Muda Pilih Salurkan Zakat ke Lingkungan Terdekat
Perilaku zakat anak muda ternyata masih tradisional. Belum menyalurkannya melalui lembaga terstruktur.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·4 menit baca
Sebagian anak muda Muslim menyalurkan zakat lewat masjid terdekat atau memberikannya langsung kepada penerima zakat yang disebut juga mustahik. Pola ini ditiru dari orangtuanya. Mereka tidak keberatan melanjutkan cara konvensional ini karena saat berinteraksi langsung dengan para mustahik, ada kesan mendalam yang dirasakan.
Pada Senin (8/4/2024), suasana di pelataran Masjid Al-Barkah, Cirendeu, Tangerang Selatan, Banten tampak sepi. Hanya ada satu meja. Petugas masjid duduk berseberangan dengan seorang pemuda berumur 20-an tahun di meja tersebut.
Pemuda itu menyerahkan selembar uang Rp 50.000 sebagai wujud zakat fitrah. Kemudian, petugas mengajak muzakki—pemberi zakat—melafalkan doa penanda ritual kedermawanan itu sah.
Angkatan kerja yang muda tetap memegang teguh ajaran spiritual untuk berbagi. Khusus di dalam agama Islam, berbagi itu bisa berupa zakat, infak, dan sedekah. Di antara ketiga kategori tersebut, zakat hukumnya wajib dilakukan, minimal satu tahun sekali berupa zakat fitrah.
Sejak bekerja dan berpenghasilan sendiri, Anissa Dini (30) setiap bulan rutin menyisihkan pendapatannya sebesar 2,5 persen untuk zakat mal atau zaket penghasilan. Dia memanfaatkan aplikasi perbankan yang memiliki fitur pembagian nominal uang secara otomatis dalam satu rekening akun.
Mendekati Lebaran, ia kembali mengecek nominal zakat mal yang sudah dihimpun selama satu tahun. Ia periksa apabila jumlahnya sudah sesuai dengan total penghasilannya atau belum.
“Biasanya selain gaji, aku ada pemasukan tambahan yang belum dipotong 2,5 persen,” kata Nissa, pekerja di salah satu kementerian di Jakarta, Jumat (29/3/2024).
Zakat terbagi dua, yakni zakat mal dan zakat fitrah. Zakat mal wajib dikeluarkan umat Islam jika penghasilannya sudah setara 85 gram emas dalam setahun. Nominalnya 2,5 persen dari total penghasilan. Sementara zakat fitrah dibayarkan sekali setahun, menjelang shalat Idul Fitri. Jumlahnya setara 2,5 kilogram makanan pokok.
Selain untuk menunaikan kewajiban agama, saya juga ingin membantu orang lain agar merasakan kebahagiaan yang sama di hari raya
Nissa menyalurkan zakat fitrah ke masjid dekat rumahnya. Untuk distribusi zakat mal, ia bagi dua. Sebagian diberikan ke masjid terdekat. Sisanya dikasihkan ke tetangganya yang duafa, lansia, serta orangtua tunggal.
“Aku meyakini bahwa yang kita dapatkan bukan sepenuhnya milik kita. Juga ada hak orang lain di dalamnya, sehingga perlu dikembalikan dalam bentuk zakat,” jelasnya.
Pola penyaluran zakat Nisa terinspirasi dari ibunya. Sejak dulu, ibunya memberikan zakat ke masjid serta orang-orang terdekat dari rumah. Orangtuanya sebetulnya membebaskan, tidak harus mengikuti pola tradisional ini.
“Aku ikuti kebiasaan dan saran dari Mama,” katanya, saat ditanya alasan tidak menyalurkannya kepada lembaga resmi seperti Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) atau sejumlah lembaga penyalur zakat swasta.
Pekerja pada salah satu bank swasta di Jakarta, Arif Sadikin (29) juga membagikan zakat fitrah ke masjid terdekat di kontrakan. Ia menganggap cara ini lebih mudah.
Untuk zakat mal, ayah satu anak ini tak menyalurkannya lewat perantara. Setelah menyisihkan sebesar 2,5 persen dari pendapatan tahunan, ia langsung memberikan ke orang-orang miskin yang ditemuinya di sepanjang jalan di Jakarta. Membagikan langsung seperti ini membuatnya tersentuh, karena bisa melihat langsung ekspresi penerima zakat.
“Selain untuk menunaikan kewajiban agama, saya juga ingin membantu orang lain agar merasakan kebahagiaan yang sama di hari raya,” katanya.
Menurut Warga Depok, Jawa Barat, Devi Anggar (33), memberikan zakat lewat masjid dekat rumah terasa lebih praktis. Tinggal bawa beras atau uang yang nilainya setara 2,5 kilogram beras ke masjid dekat rumah.
“Aku belum pernah nyoba lewat penyalur zakat resmi. Ibuku lebih senang menyalurkannya lewat masjid dekat rumah karena bisa sambil didoakan oleh petugas masjid yang menerima zakat kita,” ujarnya.
Penyaluran zakat di Indonesia bisa lewat beberapa cara. Pertama lewat masjid dan musala di tingkat lokal. Setelah zakat terkumpul, pengelola masjid atau musala akan membagikannya kepada orang-orang yang membutuhkan.
Selain itu, negara juga memili badan penyalur zakat, yakni Baznas. Lembaga ini punya cabang di setiap kabupaten atau kota. Di luar itu, ada penyalur zakat swasta, misalnya Dompet Dhuafa, Lazismu, Lazisnu, dan Rumah Zakat.
Berdasarkan data Kementerian Agama per Februari 2024, ada 170 lembaga zakat swasta. Sebanyak 45 lembaga di antaranya memiliki izin operasi secara nasional. Sisanya beroperasi pada tingkat kabupaten/kota atau provinsi (Kompas.id, 22/3/2024).
Meresepons kebiasaan generasi muda yang menyalurkan zakat secara konvensional, Deputi I Bidang Pengumpulan Baznas M Arifin Purwakananta mengatakan, semua jalur distribusi itu sama baiknya. Sebab, ini membuktikan bahwa predikat Indonesia sebagai negara paling dermawan sedunia turut disumbang dari aktifnya anak muda membayar zakat.
Hanya, Arifin menerangkan, terdapat plus dan minus dari setiap pola penyaluran. Kalau memberi lewat lembaga resmi, pemberi zakat atau muzaki memang tidak bisa melihat langsung zakatnya diterima. Akan tetapi, zakat itu akan lebih terkoordinasi karena lembaga penyalur memiliki tim survei serta pengawas yang akan memastikan penyaluran zakat tepat sasaran.
Muzaki apabila menyalurkan zakat lewat lembaga resmi bisa ikut berkontribusi terhadap pembiayaan program-program substansial yang dibutuhkan masyarakat. Contohnya ialah pendirian sekolah atau rumah sakit. Ini salah satu keunggulan yang tak didapatkan saat menyalurkan zakat secara perorangan.