Aku Kirim Kue, maka Aku Ada
Kue, termasuk penganan khas Lebaran, banyak dipengaruhi Belanda. Memberi kue juga sudah terjadi sejak masa kolonialisme.
Kue-kue kering kini menjelma menjadi kiat modern sebagian masyarakat untuk bersilaturahmi pada masa Lebaran. Mereka memesan penganan tersebut lalu mengungkapkan afeksi dengan mengirimkan hamper, stoples, atau parsel. Meski tanpa tatap muka, sang penerima tetap merasakan kehangatan interpersonal.
Goyantie Baked Store sudah seperti kapal pecah saja. Deretan loyang dengan adonan kue siap dipanggang di antara enam karyawan yang lintang pukang. Mereka memadatkan kastengel dengan tangan, memipihkan skippy mede, atau membuka kaleng mentega.
Di dapur dengan panjang 22 meter dan lebar 8 meter itu, hamper bertumpuk-tumpuk di sela kardus dan stoples. Terlihat pula tujuh oven dan empat lemari pendingin. Di gudang seluas 12 meter persegi dengan penyejuk udara, tampak berdus-dus mentega, keju, cokelat, dan sereal.
Kesibukan sudah berlangsung sejak pukul 07.00. Jika lembur, pegawai bisa bekerja pada pukul 06.00-22.00. Lebih lama dibandingkan hari biasa ketika mereka bekerja sekitar delapan jam hingga pukul 17.00. Maklum saja, Lebaran makin di ambang pintu, pesanan pun melonjak.
”Kalau lihat banyaknya pesanan, sekarang saja sudah mepet,” ujar pemilik usaha itu, Goyantie (46), di Duri Kosambi, Jakarta, Kamis (21/3/2024). Sehari sebelumnya, pesanan hamper sudah distop, menyusul kue dalam stoples, pekan lalu.
Yantie, demikian sapaannya, bakal dikejar tenggat hingga 8 April nanti sebelum meliburkan para pekerjanya. Konsumen individu kue-kue yang telah diproduksi sejak tahun 1993 itu digenapi perusahaan swasta, BUMN, hingga multinasional.
Sekitar 180 stoples kue per hari diproduksi, jauh lebih banyak dibandingkan jumlah setiap minggu saat normal sekitar 120 stoples. Nastar dan kastengel paling disukai konsumen dengan harga masing-masing Rp 220.000 dan Rp 230.000 per toples isi 700 gram.
Ke luar negeri
Yantie menunjukkan label-label nama penerima dengan tujuan Bogor, Indramayu, Tasikmalaya, Tegal, Bandung, dan Kebumen. ”Pemesan lain kirim ke Sumatera sampai Papua. Pokoknya, dari Sabang sampai Merauke. Ada juga yang dibawa ke luar negeri, seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Taiwan,” tuturnya.
Saat ini, Yantie menerima order rata-rata dari 10 pemesan per hari. Sekitar 70 persen kue dipesan untuk dikirim kepada handai tolan, keluarga, sampai mitra bisnis. ”Hanya sebagian kecil yang dikonsumsi sendiri. Memang, sudah makin tren kue yang dikirim jadi semacam pengganti pertemuan,” ujarnya.
Gaya hidup masyarakat modern telah mengonversi batasan silaturahmi. Kelezatan kue-kue menjadi penebus atas pertemuan yang terkendala kemacetan lalu lintas luar biasa, jarak jauh, atau beban kerja yang kian mengimpit.
”Penerima kue menikmatinya lalu berpikir, wah, enak banget. Mereka menyampaikan terima kasih dan senang karena pengirim mengingatnya,” ucapnya. Kebanyakan konsumen Yantie bahkan tak memedulikan harga karena mereka ingin hantaran yang paling bagus.
Nikmatnya kue kering sebagai substitusi silaturahim langsung juga diamini Executive Pastry Chef Ayana Midplaza Jakarta Giovani Pake Seko. Indikasinya, sebagian besar kue kering yang dipesan di Blue Terrace dikirim kepada sahabat, famili, atau klien.
”Setidaknya, sudah lima tahun tren mengirim hamper sebagai ekspresi perhatian berlangsung. Praktis, tapi tanpa mengurangi rasa hormat,” ujarnya. Blue Terrace, kafe yang berada di Ayana Midplaza Jakarta, memproduksi delapan jenis kue kering, seperti kastengel, nastar, dan sagu keju.
Baca juga: Jalan Lain Menjaga Ingatan soal Palestina
”Kalau paling favorit, semua balanced. Setiap varian diproduksi sekitar 10-20 kilogram per minggu,” ucap Gio, sapaannya. Konsumen bisa memilih kue seharga Rp 128.000 per stoples. Tawaran lain, paket Ramadan Hampers mulai Rp 708.000 berisi empat stoples yang dikemas dalam kotak cantik.
”Walau enggak ketemu, tapi terasa keakrabannya. Apalagi, kesan pertama kalau lihat kemasannya keren, pasti senang,” ujarnya. Gio menyebut, lembaga legislatif, pemerintah, dan perusahaan swasta yang memesan kuenya sudah gencar mengirimkan permintaan sejak hari pertama Ramadhan.
Dily Maulidya N (33) memesan kue kering sebagai bingkisan Lebaran untuk mertua, saudara ipar, dan temannya di Balikpapan, Kalimantan Timur. Ibu rumah tangga yang tinggal di Penajam, Kaltim, itu memesan, antara lain, putri salju dan nastar berbahan premium di Balikpapan. Selain itu, ia berencana mengirim chocolate salted untuk sahabatnya di Jakarta. Ia menganggarkan dana sekitar Rp 1 juta.
”Lebaran, kan, identik dengan silaturahim. Ketika ada yang datang ke rumah, kita menerima dengan menjamu tamu. Salah satunya, lewat kue kering,” ujarnya. Selain itu, kue kering menjadi pengganti silaturahmi.
Adapun jarak dari Penajam ke Balikpapan yang mencakup jalur darat dan perairan bisa ditempuh sekitar satu jam jika lancar. Namun, sejak tahun lalu, Dily dan dua sahabatnya saling berkirim kue kering lantaran tak bisa bertemu.
”Mereka kirim kue kering untukku, tahun lalu. Insya Allah, tahun ini kubalas karena lokasi mereka jauh dan aku enggak pergi silaturahim nanti,” katanya.
Dily melanjutkan, kue kering sebagai hantaran sebetulnya lebih praktis dibandingkan barang lain. Kue kering bisa langsung dinikmati semua anggota keluarga ketimbang barang, seperti perlengkapan beribadah, yang belum tentu dipakai semua.
Bagi Nirmala Ashita (31), kue kering harus ada di setiap Lebaran, Natal dan Imlek karena warga Cibubur, Jakarta, itu memang keluarga Bhinneka Tunggal Ika sehingga merayakan banyak hari raya. Kue kering harus ada, baik untuk di rumah maupun untuk hantaran.
”Buat hantaran, kami kirim kepada kerabat dan teman akrab sebagai pengganti kehadiran. Saat Lebaran, mereka pulang kampung jadi kami belum bisa bertemu,” tutur Nirmala. Hantaran menjadi sarana dirinya tetap mempererat tali persaudaraan dan pertemanan.
Tradisi itu sudah dilakukan keluarganya sejak Nirmala kecil. Tahun ini, ia akan mengirim hamper isi kue kering kepada 10 kerabat dan teman akrabnya. Seperti yang mendiang ibunya lakukan, ia membuat sendiri kue-kue itu.
”Dulu, sering lihat Mama bikin kue. Ada yang susah banget bikinnya, tapi sangat enak, yaitu nastar. Mama bikin isi nastar dari manisan nanas,” ujar Nirmala. Ketika ikut suami pindah kota, ia membeli kue agar praktis, tetapi rasanya kurang enak. Nastar jadi kue favorit walau kesulitan pembuatannya jauh lebih tinggi. Ia menganggarkan sekitar Rp 500.000 untuk membeli nanas yang bagus, mentega paling bagus, dan tepung.
Sementara itu, Cecille Christophia, pemilik Cecille’s Cakes and Cookies, kebanjiran order kue kering untuk Lebaran. Sampai Jumat (22/3/2024), setidaknya ada pesanan 1.000 pak. Pesanan hamper ia kirimkan ke Jabodetabek, tetapi ada juga yang dibawa pembeli untuk kerabat di Singapura dan negara lain.
Kue yang paling banyak dipesan untuk Lebaran ada enam macam, seperti nastar, kastengel, dan katetong. Harga kue mulai Rp 100.000 per 250 gram untuk jay’s chocochips hingga Rp 165.000 untuk Nutella almond cheese dan kastengel palm sugar.
Dipengaruhi Belanda
Kue-kue, termasuk penganan khas Lebaran, banyak dipengaruhi kuliner Belanda. Dalam situs Indonesian Chef Association, umpamanya, diterangkan mengenai nastar yang berasal dari kata Belanda, ananas (nanas) dan taartjes (tar). Sementara kastengel merupakan gabungan dari kaas (keju) dan stengels (batangan).
Buku Snoep Cake Tanpa Terigu karya Sisca Susanto dan diterbitkan PT Gramedia Pustaka Utama, tahun 2010, menjelaskan, kue snoep berasaldari bahasa Belanda, yang berarti makanan kecil. Dalam buku itu, tercantum bahan seperti rum pasta, ceri, selai blueberry, dan stroberi, tetapi snoep sudah akrab dengan lidah masyarakat Indonesia.
Baca juga: Setara lewat Sinema
Sejarawan Departemen Sejarah dan Filologi Universitas Padjadjaran, Fadly Rahman, memaparkan, tukar-menukar kue saat Lebaran sudah terjadi sejak masa kolonialisme. ”Resepnya dipelajari priayi atau bangsawan. Malah, RA Kartini mahir membuat kue khas Belanda,” ujarnya.
Meminjam pandangan filsuf Perancis, Rene Descartes, aku berpikir maka aku ada, realisasinya turut diadaptasi pada zaman kekinian dengan mengirim kue-kue kering. ”Jadinya, aku kirim kue, maka aku ada karena kehadiranku sudah diwakili kue,” ujarnya sambil tertawa.