Tak hanya memamerkan karya dengan ide baru, ada yang memperkaya ide dasar pada karya yang membawa mereka menjadi juara.
Oleh
SOELASTRI SOEKIRNO
·5 menit baca
Apa yang terjadi tatkala para juara lomba mode reuni? Karya futuristik dan bergaya muda bermunculan. Mode baju tak biasa, teknik jahit sulit, pembuatan tekstil yang rumit, tabrak warna, sampai pemakaian daur ulang ada di sana. Butuh keberanian untuk mengenakan karya mereka, tetapi percayalah, pemakainya bakal merasakan kepercayaan diri yang kuat dari padanya.
Begitu yang terjadi pada Harper’s Bazaar Indonesia Asia NewGen Fashion Award (ANFA) Reunion 2024 yang berlangsung di Plaza Indonesia Fashion Week pada Senin (4/3/2024) di Jakarta. Enam desainer, Rinda Salmun, Frederika, ANW for Lua Archives, Dea Yuliana, Moral, dan Tanah Le Sae, tak hanya memamerkan karya dengan ide baru, ada pula yang makin memperkaya ide dasar pada karya yang membawa mereka sebagai juara.
Ini, antara lain, yang dilakukan jenama Moral. Direktur Kreatif Moral Anandika Surasetja, Senin malam, menjelaskan, dari 15 looks yang ia tampilkan, sebagian dibuat berdasarkan ide spanduk bergambar taksi yang tengah parkir yang ia jumpai di jalanan di Hong Kong bertahun lalu. Dika, panggilan akrab Anandika, amat suka taksi berwarna merah menyala dengan kata taksi putih dan merah bertengger di atas sedan.
Ia pertama kali memakai spanduk yang ia buat untuk sebuah acara itu menjadi jubah (jaket panjang). Tak disangka ia memenangi ANFA 2018 untuk tingkat nasional dan menjadi runner-up melawan peserta dari Singapura, Thailand, dan India pada tahun yang sama di kompetisi ANFA di Singapura. Kesukaan Dika kepada spanduk tak luntur walau sudah menjadikan model baju bertajuk Transit I dan II.
Senin petang, ia kembali menampilkan Transit III yang, antara lain, menampilkan koleksi jaket, atasan dan rok panjang untuk pria, atasan dan setelan baju dari bahan kulit untuk perempuan, serta kemeja putih lengan panjang buat lelaki dan perempuan. Gambar kesayangan pada spanduk kesayangan ia tampilkan lagi sebagai motif atasan lelaki yang salah satunya bermode ala beskap.
Ada jaket panjang (coat), kaus ketat, gaun panjang warna merah berkombinasi kuning dan abu yang semua bermotif tulisan taksi. Motif garis warna kuning dan abu sebenarnya adalah roda dan jalanan tempat taksi mangkal. Satu look menarik dibawakan model Kelly Tandiono. Ia mengenakan blus panjang merah di bagian atas, kuning-abu di bagian bawah dengan belahan panjang di depan, tetapi terbuka di bagian belakang. Tulisan taksi dan aksara China makin menonjolkan tampilan Kelly.
”Sebenarnya itu aku buat berdasar inspirasi pada kebaya. Hanya lengannya kupotong jadi pendek dan belakangnya kubuka,” jelas Dika. Lelaki berdarah Sunda itu senang membuat look yang diambil dari bagian budaya Nusantara, tetapi orang tak akan mudah mengenalinya. Kemeja model beskap juga menjadi rasa cinta Dika terhadap baju tradisional beskap yang biasa digunakan lelaki Jawa dan Sunda pada acara adat.
Moral sejak awal mengusung konsep modern futuristik dalam berkarya. Koleksi yang terutama ditujukan bagi lelaki maupun perempuan usia 20-35 tahun itu dengan mudah bisa dikenali karena modelnya yang tak biasa. Misalnya ia membuat jaket dari kulit warna hitam, merah dengan panjang hanya setengah dada.
Buat sebagian orang muda, model itu menantang untuk dikenakan, tetapi bagi sebagian lain mungkin hanya bisa melihatnya tanpa berani mencoba memakainya. ”Memang, sih, butuh kepercayaan diri untuk memakainya atau ya bisa saja setelah memakai itu justru kita merasa percaya diri, he-he-he,” ujar Dika penuh rasa maklum.
Namun, bukan berarti look dari Moral tak bisa dikenakan oleh mereka yang memilih memakai busana tertutup. ”Tetap bisa dipakai kok, tergantung kita memadukannya. Untuk jaket pendek itu, jika mau, di dalamnya pakai saja kemeja panjang baru ditutup jaket pendek itu,” katanya memberi saran.
Pada dasarnya, ia membuat model baju yang sesuai dengan kebutuhan warga metropolitan yang butuh model praktis agar mudah bergerak, tetapi juga takmerasa gerah. Ia menyebut warga Jakarta, misalnya, umumnya suka memakai outer (luaran), tetapi yang tak bikin gerah. Itulah mengapa ia membuat jaket yang panjangnya dipotong sampai setengah saja.
Ramah lingkungan
Rinda Salmun menampilkan baju dengan konsep ramah lingkungan. Ia membuat celana, atasan, rok, celana pendek dengan model yang memudahkan pergerakan pemakainya, dan terpenting bisa memadukan bahan aneka warna dan jenis kain menjadi atasan unik karena berwarna putih, hitam, coklat, atau warna biru muda dengan bis garis warna putih.
Rinda juga menampilkan atasan dengan aksen bunga-bunga di bagian depan, tetapi pada bagian belakang ia membuatkan pita pada kerah leher bagian belakang. Keahlian Rinda mengombinasikan aneka warna dan bahan hingga menjadi baju membuat karyanya berbeda dengan desainer lain.
Koleksi yang ringan, kasual, dengan detail khas menjadi andalan Frederika yang mengusung karya bertajuk Ethereal. Ia menyatakan Ethereal merupakan cerita dari sebuah perjalanan menuju keadaan pikiran yang tenang—hampir terlalu sempurna untuk dunia ini.
Ketika model membawakannya di landas peraga, terasa betapa koleksi Frederika dengan warna biru muda, putih, kekuningan, biru tua meneduhkan mata dan hati. Bunga-bunga putih bermekaran di gaun warna kekuningan dan biru tua menambah cantik sang gaun.
Ciri lain yang membuat koleksi Frederika terasa ”cewek banget” adalah keberadaan tali kecil yang melilit di celana panjang atau rok. Terkesan sepele, tetapi memberi tambahan aksen yang berarti untuk keseluruhan tampilan.
Rumit
Juara lain, Dea Yuliana, membuat baju berpotongan sederhana seperti rok asimetris, gaun panjang berekor, terusan dari sutra dari teknik pembuatan tekstil dengan teknik tie dye, lukisan tangan, dan proses lebih rumit lagi yang didasarkan pada teknik tie dye dan cabut warna yang dibuat dengan mencuci jins yang menjadi bahan baju.
Semua kain untuk koleksinya tak ada yang dipotong, sehingga ketika jahitan dibuka, lembaran kain tetap utuh. Ia belajar cara penggunaan seperti itu, antara lain, dari almarhumah ibunya yang sering membuat wiron pada kain batik panjangnya.
Soal pilihan membuat model sederhana, Dea punya alasan. ”Aku sengaja membuat siluet minimalis karena penginnya orang lebih bisa melihat material yang kaya motif dan tekstur,” ujar Dea, Selasa (5/3/2024). Selain itu, ia menyadari tak memiliki pendidikan dasar fashion secara penuh. Dea yang lulusan Jurusan Desain Tekstil Institut Teknologi Bandung mengakui sangat suka ”bermain” dalam pembuatan kain atau tekstil.
Tak heran pada koleksi kemarin ada kemeja lelaki oversize yang warna kainnya dibuat dengan cara disemprot sehingga memunculkan lukisan dengan gradasi warna hitam yang unik. Kali ini ia sedikit bermain model kemeja dengan membuat dua sisi kemeja untuk bagian depan dan belakang kemeja tersebut. Bagian lengan masing-masing dibuat dua pasang di kanan-kiri. Model kerah kemeja pun agak aneh, dibuatnya bermodel V dengan kerung agak dalam.
Untuk perempuan, pemilik jenama sama dengan namanya itu membuat terusan panjang warna hitam dengan ekor yang kain pada gaun dijahit dengan teknik smock. Butuh waktu menjahit kain itu hingga lebih dari dua hari karena teknik itu menuntut kehatian-hatian dan keahlian agar hasil jahitan tampak indah.