Garing Manis dalam Sepotong Pastri
Cromboloni, abreviasi kroisan dan bomboloni, dengan selai yang melumer dan kerenyahan di luarnya, tengah jadi rebutan.
Kombinasi dari kroisan dan donat asal Italia, bomboloni, tengah digilai. Orang rela antre berjam-jam demi sebuah cromboloni. Garing manisnya membuat sedikit lupa pahitnya dunia. Ah, masa iya, sih?
Begitu cromboloni tersaji di etalase Monsieur Spoon pada Selasa (20/2/2024) sekitar pukul 13.00, antrean pengunjung spontan mengular. Cromboloni, abreviasi dari kroisan dan bomboloni, dengan selai yang melumer dan kerenyahan di luarnya, memang tengah jadi rebutan.
Pengunjung kafe dan bakeri di Mal Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, itu dipersilakan antre, meski sudah duduk, jika menghendaki cromboloni. Bila menginginkan makanan atau minuman lain, barulah mereka bisa memesan seperti biasa. Begitulah gambaran konsumen yang amat membeludak demi menikmati cromboloni.
Di Monsieur Spoon tersedia cromboloni cokelat, pistachio, biscoff, dan stroberi. Baru sekitar satu jam, varian pistachio dan cokelat ludes. Stok baru dipasok lagi sekitar pukul 16.00 yang spontan kembali memancing antrean. Hingga pukul 17.00, antrean belum reda. Bernampan-nampan cromboloni pun terus dihidangkan.
Saat pembeli menyantap cromboloni di kafe mentereng itu, lagu Perancis lamat-lamat mengalun merdu, menambah sedapnya hidangan. Meski berlatar Perancis, cromboloni aneka rasa ini sebenarnya justru berasal dari New York, Amerika Serikat, pada 2022. Semula pastri ini disebut The Supreme Roll.
Monsieur Spoon yang tersebar di 32 lokasi di Jakarta, Surabaya, Makassar, Bali, dan Bogor ini menangkap sinyal yang tumbuh dan menyajikannya untuk khalayak Tanah Air. Tersedia sejak akhir tahun 2022 dengan harga per potong Rp 40.000, cromboloni menjadi primadona baru. ”Waktu diluncurkan, penjualannya sangat baik hingga viral pada November 2023,” ujar Marketing Manager for Monsieur Spoon Brands Tri Wahyuni Kurniaputri.
Di luar hari kerja, yakni Sabtu dan Minggu, antrean makin menggila. Jumlah konsumen sekali antre bisa mencapai 100 orang atau sekitar satu jam hingga memperoleh pesanannya. Antrean sampai diatur agar tidak lurus, melainkan zig-zag agar pelanggan bisa hilir mudik dengan lancar. Selain antrean yang diatur, Monsieur Spoon juga menerapkan penjadwalan. ”Jadi, pembeli tahu siapnya jam sekian supaya tak kecewa,” ujarnya.
Penjualan cromboloni tertinggi pernah mencapai sekitar 30.000 potong per hari di semua cabang. Saat ini, jumlah itu berangsur turun 20 persen. ”Memang, setiap Januari sampai Februari, bisnis makanan biasanya menurun meski antrean di Makassar, Bogor, dan Surabaya masih panjang,” ujarnya.
Selain cromboloni, kafe dan bakeri yang lebih dulu dikenal dengan kroisannya ini juga menyodorkan croger atau kroisan dan burger. ”Masyarakat Indonesia suka banget sama makanan yang garing luarnya, tetapi lembut di dalam. Tentu, rasanya pun sangat menentukan,” ujar Tri Wahyuni.
Chief Commercial Officer Prima Food Solutions Robin Stanley berpendapat serupa. Sebagai perusahaan yang memelopori kehadiran pastri di Indonesia sejak 1996, Prima Food Solutions bisa memproduksi 170.000-200.000 potong pastri dalam sehari. Perusahaan ini pun rutin memasok ke 150 jenama yang terdiri dari perusahaan hingga UMKM, seperti Starbucks Indonesia, IKEA, dan Subway.
Dari sini, Robin menjelaskan, selera pastri masyarakat Indonesia adalah pastri dengan aroma mentega dan rasa yang kuat. ”Tampilan pastri di Indonesia masih terinspirasi pastri luar, tetapi teksturnya empuk dengan isian. Kita bisa lihat dari pastri yang sedang populer sekarang, cromboloni,” ujarnya.
Ery Rambu (27), salah seorang penggemar pastri, menjelaskan, tekstur yang unik membuatnya menggemari jenis makanan ini. ”Dibandingkan roti, pastri punya tekstur unik kayak kering, tapi sebenarnya enggak sekering itu dan kalau dimakan juga tetap ada rasa lembutnya. Sementara roti teksturnya biasa lembut dan hanya beda di rasa atau isiannya aja,” tutur Ery.
Sejak tiga tahun lalu, karyawan swasta di Jakarta Selatan ini punya kebiasaan setidaknya dua kali sebulan sarapan dengan aneka jenis pastri berteman minuman hangat. Favoritnya adalah choux atau semacam kue sus dengan ragam pilihan isian dan chocolate croissant. ”Suka yang manis rasanya. Aneh kalau enggak ada isiannya, kayak kosong, ha-ha-ha,” ungkapnya.
Sementara itu, Utami Paramatatya (35), yang terbiasa mengudap pastri selama tinggal di Perancis untuk berkuliah pada 2017, berlanjut hingga kini. ”Sarapan sudah pasti kroisan, baguette pakai olesan yang manis kalau aku sukanya, ya. Kadang ganti juga, misal pakai keju. Setelah itu, minum kopi, deh,” jelas Tami.
Pulang ke Indonesia, Tami rupanya sulit menghilangkan kebiasaan itu. ”Nyoba balik lagi sarapan pakai nasi uduk, berasanya malah begah. Ya, udah akhirnya nyetok aja baguette dan teman-temannya. Kalau mau makan, tinggal dipanasin, kan. Serba simpel. Kadang jadi camilan malam juga pas lembur bikin laporan. Untungnya sekarang di Indonesia banyak yang jualan pastri begini dan ada aja inovasinya,” tuturnya.
Baca juga: Oma Pun Kepincut Jadi Vegan
Inovasi dan kopi
Di tengah menjamurnya industri kuliner, inovasi menjadi salah satu cara untuk bertahan, termasuk di bidang pastri. Selain Monsieur Spoon yang awalnya menjamah Bali lalu hijrah menjajah Jakarta, popularitas aneka rupa pastri ini juga ditandai dengan hadirnya kafe bakeri seperti Paul dan Union. Ada pula Paris Baguette, merek dari Korea Selatan yang kini pesat perkembangannya di Jakarta, Surabaya, hingga Medan di bawah naungan Erajaya Food & Nourishment.
Paris Baguette yang telah membuka 4.000 gerai di seluruh dunia mampu bertahan sejak 1988 karena keleluasaan berinovasi di setiap negara.
”Selain kualitas dari bahan premium dan fresh, inovasi menjadi bagian terpenting. Dari semangat inovasi ini menghasilkan produk baru yang terinspirasi dari berbagai sumber dengan menggali keunikan dan kekayaan kuliner setempat. Seperti Rendang Croissant, kroisan isi rendang khas Minang. Ada juga Pandan Croissant, karena berbagai kue dan roti khas Indonesia punya paduan rasa pandan,” jelas CEO Erajaya Food & Nourishment Gabrielle Halim.
Inovasi lain dari Paris Baguette juga menjajal kerja sama dengan makanan ringan yang tengah naik daun. Misalnya, pada 2023, Paris Baguette berkolaborasi dengan biskuit Lotus Biscoff. Salah satu hasilnya adalah Lotus Biscoff Caramelized Butter Pastry.
Gabrielle menuturkan, menu yang hadir di Paris Baguette, termasuk aneka inovasinya, adalah hasil kurasi dan pengembangan produk yang melalui proses panjang. ”Ini menimbang juga selera konsumen Indonesia agar produk bisa diterima dengan baik. Inovasi ini untuk menarik pelanggan mencoba kreasi baru kami juga,” ujarnya.
Namun, sejumlah menu andalan, seperti Choco Twist, pastri yang dipanggang hingga garing dengan taburan chocolate chip dan artisanal kroisan berbalut berbagai macam topping, terus ada di semua gerai. Balutan kroisan yang paling banyak diincar adalah Aren Meringue, Double Choco Meringue, Pink Berry Meringue, Maize Cream Cheese, sampai Garlic Cream Cheese.
Perlu diingat juga, maraknya kedai kopi di Jakarta turut serta mengerek popularitas pastri. Meningkatnya tren konsumsi kopi sehari-hari yang agresif membawa pastri kian digemari sebagai salah satu makanan andalan untuk menemani minuman. Hal ini disepakati oleh Robin.
”Kami melihat makin hari pastri itu makin accessible di Indonesia. Kalau 10-15 tahun lalu yang bisa membuat pastri hanya kalangan chef tertentu dari Eropa, sekarang orang-orang Indonesia juga sudah punya pengetahuan membuat pastri dan gaya yang bisa diterima berbagai macam kalangan,” kata Robin.
Kami melihat makin hari pastri itu makin accessible di Indonesia. Kalau 10-15 tahun lalu yang bisa membuat pastri hanya kalangan chef tertentu dari Eropa.
Perkembangan sekarang, kata Robin, menunjukkan pastri telah menjadi produk konsumsi harian, bukan hanya lagi untuk konsumsi saat waktu tertentu, misalnya hanya pada akhir pekan atau saat liburan. Pastri juga dikonsumsi dalam berbagai waktu, seperti saat sarapan atau camilan seusai makan siang.
Tumbuhnya generasi milenial hingga alfa yang familiar mengonsumsi pastri sejak lahir juga diprediksi mendorong perkembangan pastri di Tanah Air. ”Kami melihat ke depan pastri akan bergeser menjadi staple food (makanan pokok). Kami juga melihat pilihan karbohidrat masyarakat Indonesia akan berubah dalam 20-25 tahun ke depan dan pastri bisa menjadi opsi menarik dan praktis,” tutur Robin.
Baca juga: Sourdough, Masam tapi Seru
Tren semata
Secara umum, pastri adalah kue yang terbuat dari adonan laminated dough atau adonan berlapis tipis, yang dikenal dengan sebutan puff, dan terbuat dari adonan non-laminated dough yang lebih mirip dengan adonan roti pada umumnya. Yang membedakan antara roti dan pastri adalah kandungan lemaknya. Kandungan lemak pada pastri lebih tinggi sehingga mampu memberikan tekstur flaky atau berlipat dan beremah.
Belakangan, pastri dengan inovasinya lihai mencuri selera. Sebelum cromboloni, misalnya, ramai croffle yang merupakan perpaduan kroisan dan wafel. Nyaris di semua kedai kopi atau gerai roti mudah ditemukan menu croffle.
Penasihat Yayasan Nusa Gastronomi Indonesia, Ragil Imam Wibowo, memandang pastri-pastri yang viral ini didorong zaman modern dengan digitalisasinya. Khawatir dianggap ketinggalan atau fear of missing out (FOMO), khususnya yang dialami anak muda, memicu mereka untuk lekas mengecap tren.
”Sekarang, FOMO gede banget. Orang enggak mau kalah, apalagi kalau produknya dinilai keren dan langka. Makanan sebenarnya produk yang berulang,” tutur juru masak yang kerap disapa Chef Ragil itu.
Bagai mode pakaian, produk anyar biasanya dihiasi berbagai tambahan. Keviralan pastri juga tergantung siapa saja yang diikuti generasi muda di media sosial. ”Misalnya, cromboloni, mereka pengin tahu rasanya lalu berbondong-bondong membeli,” katanya.
Sekarang, FOMO gede banget. Orang enggak mau kalah, apalagi kalau produknya dinilai keren dan langka. Makanan sebenarnya produk yang berulang.
Ia memperkirakan tren biasanya meredup setelah enam bulan hingga satu tahun. ”Saya tidak mengkritik, tetapi kalau buat yang begitu, cita rasanya jangan dari luar 100 persen. Bagus sekali kalau ditambahkan kelezatan khas Indonesia,” katanya.
Ia mencontohkan, jika membubuhkan cokelat, pakailah selai yang diolah dari kakao dengan budidaya di Tanah Air. Demikian pula dengan isian bisa dibuat dari gula merah. ”Raciklah dengan makanan tradisional. Boleh yang simpel-simpel saja. Kebanggaan atas Nusantara perlu didongkrak juga,” tuturnya.