Baju bermotif tanaman untuk pesta gala, mungkinkah? Desainer Agnes Linggar Budhisurya memberi jawabannya.
Oleh
SOELASTRI SOEKIRNO
·5 menit baca
Baju bermotif tanaman untuk pesta gala, mungkinkah? Desainer Agnes Linggar Budhisurya memberi jawabannya. Ia membuat busana dari lukisan tangannya. Baju bermotif bunga matahari, daun kadaka papua, dan lotus yang rumit pembuatannya tampil unik. Siap untuk bergaya di pesta gala.
Karya-karya itu Agnes tampilkan pada pergelaran bertajuk ”Garden of GAIA” pada 16-18 Januari 2024 di Sarinah, Jakarta. Pergelaran tersebut untuk mendukung misi Rumah Sakit Apung DoctorShare, yayasan yang melayani masyarakat daerah terpencil di Tanah Air lewat program rumah sakit apung dan dokter terbang. Agnes dan peserta lain pada acara itu menyumbangkan sebagian hasil penjualan kepada rumah sakit tersebut.
Saya memang pencinta tanaman, terutama yang berwarna hijau. Hati jadi adem setiap kali berada di tengah kebun saya.
Agnes membuat 38 baju untuk ”Garden of GAIA”. Ada terusan model kaftan, rok berbuntut, terusan mini, setelan blus dan celana serta atasan dengan warna hijau daun, kecoklatan, dan bunga berwarna kuning, merah, biru, putih. Ia melengkapi baju kreasinya dengan aksesori ukuran sedang sampai superbesar dari kain yang dibordir.
”Semua motif daun dan bunga di baju dan aksesori saya ambil dari tanaman di kebun. Tanaman yang paling besar ukurannya, ya, kadaka papua,” tutur Agnes yang April nanti akan berusia 79 tahun saat ditemui di kediamannya di Jakarta, Selasa (13/2/2024).
Beberapa jenis bunga dan daun yang ia buat jadi motif lukisan pada kainnya antara lain bunga matahari yang menggambarkan kehangatan dan kekuatan, air mata pengantin, merefleksikan kelembutan dan kemurnian.
Tanaman lain, hortensia dengan keindahan kompleksitasnya, monstera yang menonjolkan keunikan, wijaya kusuma yang langka dan penuh misteri, lotus yang elegan, kadaka papua yang eksotis, serta anggrek bulan yang memesona.
”Saya memang pencinta tanaman, terutama yang berwarna hijau. Hati jadi adem setiap kali berada di tengah kebun saya,” kata ibu empat anak yang mengurus sendiri empat kebun bunga di rumahnya itu.
Tanaman-tanaman dari kebun itu sebagian ia bawa ke tempat pergelaran. Kecuali kadaka papua yang berukuran besar, anggrek bulan, dan bunga matahari. Ketiga jenis tanaman itu tak memungkinkan dibawa ke Sarinah karena berukuran sangat besar, rentan rusak, dan berada di kebun di luar Jakarta.
Ia mengawali pergelaran dengan menampilkan model mengenakan terusan tanpa lengan yang panjangnya sampai kaki berwarna putih, hijau dengan motif bunga matahari, dan daunnya dalam ukuran besar. Model kedua memakai celana panjang putih dengan motif garis warna hijau pupus.
Atasan asimetris di sisi kanan tanpa lengan, tapi di sebelah kiri memanjang dengan motif daun dan bunga matahari. Model ketiga mengenakan kain panjang motif kotak-kotak warna putih hijau, lagi-lagi dengan atasan longgar bermotif bunga matahari yang mencolok.
Ketiganya kemudian berkumpul di bawah lukisan ukuran lebar 1,5 meter dan tinggi 4 meter yang dipasang di belakang para model berdiri.
Saya bisa membuat aneka bunga, daun dari kain, karena sering melihat ayah saya yang seorang florist membuatnya. Saya terpesona melihat keahlian papa, lalu saya belajar sendiri.
Begitulah cara Agnes mengatur. Setiap motif baju dikelompokkan sesuai warna dan motif lukisan. Terusan panjang warna biru, hijau, putih, krem, coklat, merah, semua berkelompok di landas peraga yang ditata penuh tanaman hias, tetapi hanya daun. ”Sengaja saya tata begitu karena saya mau baju-baju yang dibawakan model menjadi bunga-bunga di ’kebun’ itu,” jelas Agnes.
Rumit pembuatannya
Ia mengakui, sebagian besar baju koleksinya berpotongan sederhana, model kaftan yang longgar, tetapi ia buat variasi model bajunya sesuai motif dan warna lukisan pada kainnya. Model lain, rok lebar di bagian bawah hingga menyentuh lantai. Agnes jarang membuat baju berdasarkan rancangan dalam bentuk sketsa yang ia buat. Ia malah lebih memilih cara spontan.
Helai kain yang sudah ia lukis pada kain rata-rata ukuran 2 kali 3 meter biasanya ia pasangkan ke boneka. Dari situ ia membuat model baju sesuai dengan keinginannya. Kadang ia membuat model baju sesuai jatuhnya kain, atau motif, tetapi kemudian ia melukis motif tambahan atau menambah gelap dan terang pada kain tersebut.
Lebih dari separuh baju dari kain dari bahan tile, sutra, organza itu merupakan karya asli lukisan buatan Agnes. Sisanya merupakan lukisannya yang dicetak secara digital, tetapi ia me-retouch dengan menambah lukisan, mengubah warnanya menjadi bergradasi, sampai membordir bagian lukisan tertentu agar memberi kesan menonjol saat dipakai.
Ia mencontohkan gaun terusan warna hijau dari bahan tile. Bahannya dari cetak digital lukisan karya Agnes, tetapi ia memberi tambahan bordir di sekeliling motif bunga dan daun pada kain tersebut. ”Coba pegang bagian sini, terasa enggak bordirannya? Baju ini kalau dipakai akan memperlihatkan urat-urat pada daun,” ujar Agnes sembari meminta Kompas menyelusuri bordiran pada gaun tersebut.
Tak cukup hanya menambah bordiran, ia juga mewarnai sebagian besar gaun secara bergradasi, dari kain warna putih menjadi hijau pupus lalu hijau tua di bagian tertentu. Pada kain berwarna lebih tua, kain terasa lebih berat. Ternyata itu efek dari pengecatan lebih tebal pada kain itu.
Sentuhan tambahan yang rumit, butuh ketelitian, ketelatenan, serta waktu lama itu yang membuat baju karya Agnes, meski berpotongan sederhana, tampak istimewa dan tak lekang waktu.
Tampilan pemakai gaun akan lebih glamor dengan aksesori yang sudah ia siapkan. Untuk terusan warna hijau bermotif kadaka papua dengan belahan kaki tinggi, Agnes membuatkan hiasan berbentuk kadaka yang dipasangkan pada bagian pinggang sampai ke atas kepala bagian belakang. Hiasan itu terbuat dari kain yang dibordir dengan kawat-kawat di bagian dalamnya.
”Saya bisa membuat aneka bunga, daun dari kain, karena sering melihat ayah saya yang seorang florist membuatnya. Saya terpesona melihat keahlian papa, lalu saya belajar sendiri,” kata Agnes tentang sang ayah, almarhum Tjan Kiem Hong.
Di usia sangat senior, Agnes tak henti berkarya. Kini ia bahkan makin bersemangat setelah cucu-cucunya, Sketsa Beverly (12), Asia (12), dan Salka (5), tertarik mempelajari keahlian omanya. Mereka meminta oma mengajarkan melukis dan membuat aksesori.