Dari Kencan Aplikasi, Turun ke Hati
Cari jodoh di masa kini kabarnya lebih efisien. Bisa sekali jentik aplikasi dan temukan yang sesuai diri. Apa benar?
Ketika notifikasi match menyala, pilihan swipe right atau like rupanya mampu mengantarkan pada jodoh yang selama ini dicari. Entah bagian keberuntungan atau bukan, tapi teliti dan berhati-hati menjadi trik tersendiri saat nyebur ke kolam bernama aplikasi kencan masa kini.
“Loph…” ucap Aria Harkita (33) kepada suaminya, Tiko Aji (35). Panggilan kesayangan keduanya yang langgeng sejak menikah hampir enam tahun lalu. Perjumpaan melalui Tinder, aplikasi kencan asal Amerika Serikat, yang terbilang singkat membawa keduanya berumah tangga dan memiliki seorang putri kecil.
Bermula dari coba-coba dan butuh adrenalin baru karena enggan dekat dengan teman-teman yang dikenalnya secara langsung, Aria mendaftar di aplikasi tersebut. Dalam perjalanannya, ia diarahkan pada sejumlah lelaki yang dinilai cocok melalui sistem algoritma aplikasi. Aria mulai belajar mengenali ciri-ciri mereka yang bermain di Tinder.
Baca juga: Kerja keras lagi nanti bisa liburan lagi
“Ada yang ternyata mafia MLM, ada yang dekat-dekat dimanfaatin doang. Banyak juga yang mesum, baru chat langsung ngajak ketemuan di hotel tanpa minta nomor Whatsapp. Langsung block yang begini,” ungkap Aria sambil tertawa ketika ditemui, Selasa (9/1/2024).
Kesediaannya berbagi nomor kontak pribadi di luar chat yang disediakan layanan aplikasi juga penuh pertimbangan. Identitas yang jelas merupakan salah satu caranya memindai keamanan berhubungan dengan orang tersebut. Dari obrolan yang intens, Aria mengaku mulai memberanikan diri bertemu ketika menilai lelaki yang berkontak dengannya juga memiliki lingkungan sekitar yang terverifikasi.
Seperti pertemuannya dengan Tiko pada Januari 2017. Awalnya, Aria bersedia menggeser notifikasi ke kanan karena kedekatan jarak lokasi keduanya, foto profil, dan penjelasan data diri yang menarik. Keduanya bertukar pesan selama sebulan via Tinder. Dirasa klop, mereka bertukar kontak pribadi dan sepanjang tiga bulan saling sapa dan berbincang tiap hari melalui Whatsapp.
Sampai suatu hari, Aria menghadiri acara lamaran temannya dengan tetangga Tiko. “Rumahnya persis sebelah rumah dia. Gue ajak ketemuan, dia enggak berani ketemu gue. Ha-ha-ha. Kayaknya gue terlalu agresif. Tapi akhirnya gue ancam putus komunikasi. Capek kan buang waktu tapi enggak mau ketemu. Eh dia langsung mau,” tutur Aria.
Tak disangka, pertemuan itu berlanjut dengan kunjungan orangtua Tiko ke rumah Aria ketika Lebaran. Pada 30 September 2017, keduanya menyelenggarakan lamaran dan menikah dua minggu kemudian. “Selera humor kita sama, jadi nyambung banget. Sepanjang kenal sekitar 7 tahun ini enggak ada perbedaan yang signifikan dari dia. Insya Allah, Tiko memang cowok baik,” ucap Aria.
Meyakinkan diri melalui lingkungan sekitar juga dilakukan Marcella (29) saat diarahkan cocok dengan William (31) lewat Tinder yang digunakannya sejak 2019. “Aku kenal dia sekitar sebulan, lalu diajak ketemu orangtuanya, makan (bareng), ketemu adiknya. Setelah ketemu keluarga, aku merasa secure. Dia orangnya serius, enggak aneh-aneh. Aku juga dibawa ke circle dia. Jadi aku tahu circle-nya di mana, circle kantornya gimana, dan keluarganya gimana,” tutur Marcella.
Baca juga: Liburku sayang inginnya lebih panjang
Selama dalam masa pendekatan pun, Marcella kerap menanyakan banyak hal, bahkan seperti keberatan atau tidak jika dirinya diharuskan pulang malam. Jawaban pasangannya menjadi tolak ukur untuk menilai kecocokan, serta untuk menggali latar belakang sang lelaki. “Namanya zaman sekarang, lu pakai dating apps bukan berarti beli kucing dalam karung. Mesti dilihat juga orangnya gimana,” tambahnya.
Marcella yang kemudian menikah dengan William pada 2022 juga sempat membangun bisnis bareng. Ketika bekerja bersama, Marcella merasa mengenal sisi lain pasangannya. Menurut dia, pasangannya visioner. Cara pandangnya jauh ke depan. Sang lelaki bahkan sudah memikirkan ini-itu agar kondisi finansial mereka di masa depan stabil. Bisa dikatakan, Marcella merasa menemukan teman hidup yang memberi rasa aman.
Keputusannya mengikuti saran teman karibnya masuk ke Tinder seusai putus cinta dari jalinan asmara selama lima tahun nyatanya menjadi berkah. Awalnya, niatnya hanya mencari ”gandengan” untuk datang ke pesta pernikahan teman agar tidak canggung ketika berpapasan dengan mantan pacar yang sudah punya penggantinya di acara tersebut.
Namun, karyawan di Tangerang ini malah menemukan jodohnya selama 2-3 bulan berada di Tinder. “William yang ketiga. Sempat match dan ketemu dua pria sebelumnya. Yang pertama, gue enggak cocok. Yang kedua tiba-tiba putus kontak. Sama William nyambungngobrol-nya karena sama-sama suka badminton juga. Jadi, dapat gandengan ke pesta,” ungkapnya yang kini telah menjadi ibu satu anak.
Konsep aplikasi kencan semacam ini sesungguhnya bukan barang baru. Zaman dulu, metode ini semacam konsep kencan buta melalui jasa mak comblang yang bernama biro jodoh. Harian Kompas sendiri memiliki rubrik Kontak Jodoh yang berjalan sejak 1982 hingga 2015.
Dari bernama Kontak sampai berubah menjadi rubrik Pertemuan pada pertengahan 2005, lebih dari seribu orang mengirimkan data diri dan kriteria pasangan yang dicari tiap tahunnya. Serupa dengan aplikasi kencan, jalinan hubungan bagi yang merasa cocok difasilitasi harian Kompas lewat pertukaran surat. Mereka juga diingatkan agar tidak memberi atau meminjamkan uang atau barang pada orang yang dikenal lewat program ini.
Peringatan ini sebenarnya juga sudah menjadi aturan main tiap aplikasi kencan kekinian. Akan tetapi, cinta memang buta. Tiga perempuan pernah habis jutaan dollar Amerika Serikat setelah ditipu Simon Leviev yang mengaku seorang miliarder dengan tampilan foto profil yang meyakinkan. Kisah ini didokumentasikan Netflix dalam film The Tinder Swindler (2022). Aksi kriminal lain juga berpotensi terjadi jika tidak jeli meneliti.
Namun apabila rubrik Kontak Jodoh atau Biro Jodoh menyambungkan mereka yang masih satu area, maka keberadaan aplikasi kencan atau kencan daring yang mulai mekar pada era 1990-an seiring dengan makin berkembangnya internet membuat jangkauan ekspedisi menemukan tambatan hati makin meluas.
Lintas Benua
Ini seperti yang dialami Christina Andhika Setyanti (38) dan Patrick (35), seorang warga Belanda. Keduanya bertemu melalui aplikasi kencan OkCupid.com. Masa pacaran warga beda negara dan benua yang dilakukan secara jarak jauh itu hingga menuju pernikahan berjalan cukup lancar. Selama lima tahun, mereka melewati masa penjajakan dan akhirnya menikah di Belanda pada 21 September 2023.
Sebenarnya Christina yang akrab dengan sapaan Ina memutuskan menjajal aplikasi kencan karena risih dengan pertanyaan “kapan menikah?” yang sering dilontarkan padanya. Dari Tinder, Bumble, hingga Lunch Actually pernah dicobanya. Tadinya, tujuannya berhubungan dengan pria asal Indonesia, tapi ternyata kurang sreg karena dinilainya pasif alias maunya disapa duluan.
“Ada sih yang sempat match, tetapi dengan sikap mereka begitu, kesannya mereka kayak jual mahal. Ada juga yang pembicaraan banyak mengarah ke soal berbau seks. Aku mundur kalau udah begitu,” ujar Ina.
Tiba saat Ina yang merupakan karyawan swasta ini bertugas di beberapa negara di Eropa, ia iseng mencoba masuk ke layanan kencan OkCupid.com yang mempertemukannya dengan beberapa lelaki, termasuk Patrick. Sampai pulang ke Indonesia, Patrick dan beberapa orang lain masih aktif mengajak berkomunikasi, tapi Ina kemudian hanya memilih melanjutkan relasi dengan Patrick. Obrolan pun berlanjut hampir setiap hari.
Saking merasa seru dan nyaman karena ada orang yang menyapa selamat malam, selamat pagi setiap hari, keduanya bersepakat melanjutkan chatting lewat Whatsapp. Relasi yang terjalin sejak Maret 2018 itu kemudian berlanjut kesepakatan untuk berbicara lewat telepon. “Aku deg-degan, karena dia introvert. Ini beneran enggak sih cowok ini?” katanya.
Aku deg-degan sampai tak berani menatap wajahnya. Setelah saling menyapa, aku langsung masuk mobil dia. Enggak ada pelukan. Dia mencoba melucu. Ya sudah akhirnya dalam waktu dua menit suasana menjadi cair.
Hari ke hari, komunikasi keduanya tambah nyaman dan dekat. Meski begitu, Patrick tak pernah lancang membicarakan soal seks saat mengobrol dengannya. Suatu kali, ia terkejut mendapati Patrick uring-uringan gara-gara ia telat membalas sapaannya. Ina menjelaskan dan menyampaikan keduanya saat ini belum ada hubungan apa-apa sehingga tak semestinya marah-marah karena terlambat membalas pesan. Ujung-ujungnya, Patrick ‘nembak’ Ina dan diterima dua hari kemudian.
Keinginan untuk menikah menjadi landasan keduanya memilih serius melanjutkan hubungan yang terjalin selama dua bulan ini. Akhir 2019, Ina yang berlibur ke Eropa baru bertatap muka pertama kali dengan Patrick. “Aku deg-degan sampai tak berani menatap wajahnya. Setelah saling menyapa, aku langsung masuk mobil dia. Enggak ada pelukan. Dia mencoba melucu. Ya sudah akhirnya dalam waktu dua menit suasana menjadi cair,” kata Ina.
Pada 2020, giliran Patrick yang berkunjung ke rumah orangtua Ina. Semua berjalan lancar. Keduanya terus salin kunjung sampai 2023. Ina juga dikenalkan kepada orangtuanya dengan Patrick sebagai penerjemah karena orangtua Patrick tak bisa berbahasa Inggris dan Ina tidak fasih berbahasa Belanda.
Kemantapan Ina karena merasa Patrick sosok yang jujur dan pendengar yang baik sejak kali pertama berhubungan. Patrick juga orang yang sangat teliti mengelola keuangan dan bertanggung jawab. Patrick selalu mengajak berdiskusi sebelum menjadikannya sebuah keputusan bersama. Kini, keduanya masih menjalani hubungan pernikahan jarak jauh. Ina berencana akan menyusul Patrick ke Belanda agar bisa menjalani kehidupan secara bersama.
Ada pula yang rela berlangganan layanan premium untuk memperluas peluang bertemu jodoh. Desainer UI/UX di Jakarta, Ifan Pandu (27), membayar Rp 49.000 di Bumble dan mendapat salah satu fitur unggulan, yakni Super Swipe. Bermodal hal itu, ia men-Super Swipe orang yang kini jadi kekasihnya.
“Surprisingly kami sangat berbeda dari segi pekerjaan dan hobi. Aku orang yang sangat easy going dan outdoor, sedangkan dia sibuk working for long hours. Karena Bumble, jadi terhubung,” ujar Pandu.
Mengutip Reuters, Bumble pada kuartal I-2023 melaporkan pendapatan sebesar 242,9 juta dollar AS atau lebih dari Rp 3 triliun. Angka ini melampaui prediksi sebelumnya, yakni 241 juta dollar AS.
Kalau tidak sesuai value atau tujuan, ya sudah tinggalkan untuk menghindari terjebak dalam hubungan berbahaya atau beracun,
Pew Research Center dalam risetnya menemukan aplikasi kencan melonjak popularitasnya. Namun 49 persen dari 6.034 orang yang disurvei mengakui berjumpa dengan orang melalui aplikasi kencan belum sepenuhnya aman. Akan tetapi, 48 persen merasa sebaliknya. Sementara itu, 1 dari 5 pasangan yang berusia di bawah 30 tahun bertemu istri atau suaminya melalui aplikasi kencan.
Psikolog klinis Pingkan Rumondor dalam sebuah diskusi pernah mengingatkan pentingnya mengetahui tujuan dan value diri saat masuk ke aplikasi kencan. Dari sini, mulailah ketat menyortir orang-orang yang direkomendasikan dari situs tersebut. “Kalau tidak sesuai value atau tujuan, ya sudah tinggalkan untuk menghindari terjebak dalam hubungan berbahaya atau beracun,” jelasnya.
Kejujuran juga utama. Kebiasaan memperindah profil dan melebih-lebihkan data diri bisa berpotensi menjadi bumerang. Karena itu, ia juga menegaskan agar tak mudah percaya pada apa yang dicitrakan dari foto ataupun data diri sebelum aman bertemu langsung.
Sekilas aplikasi kencan memudahkan berpasangan dengan yang sejalan. Bahkan kaum jomblo kini bisa memilih pasangan dari kesamaan playlist lagu di pelantar digital. Rasanya efisien. Namun di balik sesuatu yang gampang, ada kalanya perlu berhati-hati. Meski kalau jodoh, ya tak akan lari ke mana.