Santapan Bercita Rasa Kebinekaan
Makan Siang Natal menembus sekat religi lantaran tak hanya dinikmati umat Kristiani, tetapi juga pemeluk agama lain.
Kaum kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel yang berjumlah 580 orang diajak untuk mengecap aneka hidangan lezat.
Deretan undangan berduyun-duyun menuju Gedung Judo, Jakarta, Senin (25/12/2023) sekitar pukul 10.00. Tua, muda, hingga anak-anak disambut sejumlah panitia dengan ramah. Setelah mencatatkan kehadirannya, mereka duduk di meja bundar, masing-masing dikelilingi 10 orang.
Di ruang lain, beberapa panitia sibuk menyiapkan beragam hidangan yang menggugah selera. Mereka menata dan membungkus sajian dengan plastik dengan nomor-nomor untuk setiap meja. Wajar, karena kurang dari satu jam lagi, makan besar bakal digelar.
Baca juga : Damai Misa Malam Natal dan Syahdu Azan Maghrib di Istiqlal
Sepasang pembawa acara yang maju ke panggung spontan meredam riuh rendah undangan. Keduanya lalu meminta tamu berdiri untuk bernyanyi ”Kalau Kau Suka Hati”. Tangan bertepuk, kaki mengentak, dan mulut bersorak.
Undangan lalu berdoa sesuai keyakinan masing-masing. Prolog itu saja sudah menegaskan soal Makan Siang Natal yang tak eksklusif untuk pemeluk agama tertentu. Kemajemukan sungguh kentara dengan sebagian undangan yang berjilbab.
Pranatacara sejenak menyelang dengan penjelasan tentang Makan Siang Natal yang dirintis komunitas Sant’Egidio di Roma, Italia, tahun 1982. Gerakan itu dimulai dengan tujuan membagi sukacita dan persahabatan serta telah melayani lebih dari 240.000 orang di 600 kota dan 78 negara.
Inklusivitas juga terpampang dengan hadirnya pengamen, pemulung, hingga penyandang difabel. Sejumlah penyandang difabel berbicara dengan artikulasi tak sempurna, duduk di kursi roda, atau mengekspresikan bahasa isyarat. Terlihat pula beragam etnis tanpa sekat-sekat rasialis yang berbincang dengan hangat.
Santapan yang dinanti-nanti akhirnya tiba. Sahabat pelayan, istilah untuk panitia yang mengantar hidangan, menggelar parade makanan menggiurkan. Mereka dengan tangkas hilir mudik mengantar sajian menuju meja-meja. Tak perlu berlama-lama, plastik pengemas masakan sudah dibuka.
Sahabat meja, sebutan untuk panitia yang mendampingi undangan, mempersilakan mereka menikmati suguhan. Tamu-tamu dengan nikmat mencecap soto ayam, sambal hati ampela, cah kangkung, dan mi goreng. Tak ketinggalan ayam geprek, termasuk sambal agar pengunjung semakin berselera, turut disajikan.
Sahabat pelayan memastikan makanan mencukupi untuk semua tamu. Sementara sahabat kado mengatur semua bingkisan agar sesuai dengan usia pengunjung. ”Semua peranti makan juga harus lengkap dan undangan diajak mengobrol,” ujar ketua sahabat meja, Herlina Susi.
Menyumbangkan lagu
Muhammad Nazril (11) termasuk paling cepat menghabiskan isi piring dibandingkan teman-temannya. Ia tampak serius, tetapi malah lucu lantaran sangat lahap menyuap hingga pipinya menggembung. Beberapa butir nasi sampai bertebaran, kemudian diseka dengan tisu.
Saking enaknya, Nazril menambah nasi. Siswa kelas IV SD Negeri 09 Rawabadak Selatan tersebut tersipu-sipu saat ditanya. ”Makanannya enak. Sekarang, kekenyangan. Supaya puas, saya sengaja belum makan dari rumah,” ucapnya sambil tersenyum.
Sabila Azelia Zahra (30) juga memuji masakan yang gurih. Warga Koja, Jakarta, tersebut diajak menghadiri Makan Siang Natal saat menjajakan tisu di lampu merah Jalan Kelapa Gading. Meski Muslim, ia tak sungkan untuk bergabung tanpa prasangka sama sekali.
”Enggak ada pikiran apa-apa. Malah bagus, namanya juga Bhinneka Tunggal Ika. Biar berbeda-beda, tapi saling menghargai antarumat beragama selalu diajarkan,” katanya. Ia datang bersama dua anak, tiga keponakan, dan tiga tetangga yang mengenakan kerudung.
Tak hanya mengecap sedapnya hidangan, beberapa undangan rupanya piawai juga unjuk kebolehan. Kausar Excellio Jordan (27), umpamanya, menyumbangkan lagu ”Bila Kita Ikhlas” yang dipopulerkan Ebiet G Ade. Penyandang difabel ganda dengan penglihatan yang terganggu itu duduk di kursi roda.
Meski tak bisa membaca dan menulis, ia masih bisa mendengar dengan baik. Excel, demikian sapaannya, ternyata mampu menyanyi hingga tuntas. ”Saya sempat deg-degan. Makanannya juga enak. Kalau dikasih lagi, saya mau,” tutur warga Kwitang, Jakarta, itu sambil tertawa.
Azan berkumandang. Lagi-lagi, mereka menunjukkan toleransi dengan menghentikan sejenak kemeriahannya. Acara itu pun demikian gamblang tanpa formalitas dengan anak-anak bertelanjang kaki yang asyik mondar-mandir. Tak sedikit pengunjung yang berbaju kusam atau bebercak.
Piring, bakul, dan mangkuk kosong lantas melimpah. Antrean sekitar 20 sahabat pelayan dengan sigap menuju dapur untuk mengambil lagi nasi dan lauk-pauk. Keceriaan masih berlanjut dengan sekitar 50 undangan yang bersuit, berjoget, dan bermain kuis untuk menentukan pemenangnya.
Puncak kegembiraan merebak dengan datangnya Sinterklas dan beberapa remaja yang mengusung buntalan berisi hadiah. Tua ataupun muda semringah diberi bingkisan. Setelah dibuka, mereka dengan riang beramai-ramai mengacungkan buku, dompet, dan tas barunya.
Hawa gerah pun sedikit terusir dengan kipas dan pendingin udara portabel. Keriaan masih bertambah dengan setiap pengunjung yang memperoleh bingkisan berisi antara lain makanan kecil, tepung terigu, dan minuman rasa jeruk untuk memungkasi Makan Siang Natal sekitar pukul 13.00.
Tak terima honor
Ketua Panitia Makan Siang Natal Christian Pradana mengatakan, acara itu diselenggarakan Domus Cordis. Komunitas dengan misi melayani anak muda tersebut sudah menggelar agendanya sejak lebih kurang lima tahun lalu untuk mengimplementasikan gerakan bersama Keuskupan Agung Jakarta.
”Di Jakarta, kalau tidak salah sudah diadakan sejak tahun 2013. Masing-masing melaksanakan Makan Siang Natal. Kami melayani di Kelapa Gading (Jakarta),” ujar Christian. Sekitar 200 sukarelawan dilibatkan dalam acara bercita rasa kebinekaan itu.
Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Rafi Akbar Setiawan (20), misalnya, tak menerima honor. Ia malah harus menanggung ongkos mengemudi sepeda motor. Suara-suara sumbang pun tak dihiraukan sama sekali. Warga Ciputat, Jakarta, itu justru didukung orangtuanya.
Pipit Fikriani (20) juga mengisi liburan untuk membantu umat lain tanpa memandang agama. Sempat tebersit kerisauan dalam benak mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah itu. ”Waktu minta izin orangtua, tapi saya bisa menyampaikan pandangan positif,” ucapnya.
Vikaris Episkopalis Keuskupan Agung Jakarta Edi Mulyono, mengapresiasi Makan Siang Natal untuk meningkatkan persaudaraan sambal berbincang-bincang. ”Semoga damai sejahtera. Damai di hati semakin dirasakan. Tuhan memberkati kita semua,” katanya.
Baca juga : Reportase Langsung Perayaan Natal